"Memaafkan bukan perkara mudah, ini tentang belati yang telah tertancap kemudian dicabut dengan kata maaf. Melegakan namun menyakitkan."
_monokrom_
🍂🍂🍂
Satu Minggu berlalu setelah kejadian yang membuat Arka harus menginap di rumah sakit. lambat laun semua tampak jelas di mata Arrant. Dulu papa masih bisa membuat ia nyaman, berbanding terbalik dengan sekarang rasanya semuanya kekangan."Habiskan makananmu segera, Ar. Lima menit lagi Sam akan mengantarmu ke sekolah," perintah Tuan Arvan mutlak setelah menyelesaikan sarapan milikinya.
Arrant hanya mengangguk singkat dan melanjutkan makannya dengan cepat.
"Papa berangkat," ucap sang Kepala Keluarga memundurkan kursinya dan melenggang pergi tanpa menunggu jawaban dari yang lain.
"Terima kasih makanannya." Si bungsu menjadi orang kedua yang menyelesaikan sarapan pagi ini.
"Ar pamit," lanjutan pada Jihan yang tampak acuh.
Langkah Arrant cepat beriringan dengan langkah Sam dibelakangnya. Bodyguard pribadi Arrant ini sudah mulai bekerja kembali, setelah 4 hari cuti pemulihan paskah hukuman berat malam itu.
"Aku juga berangkat Ma," pamit Arga dengan cepat menandaskan air di gelasnya.
"Kak berangkat bareng mama aja," ajak Jihan, pasalnya putra kembarnya ini tidak pernah berangkat bersama.
"Setuju, kita berangkat bareng, Ga." Arka tampak antusias dengan usulan Jihan.
"Maaf Ma, Arga ada urusan lebih dulu."
Arga berlalu meninggalkan meja makan dengan tergesa-gesa tanpa mempedulikan raut wajah kecewa dari saudara kembarnya. Hari ini ia harus berbicara dengan Arrant, tentang semua benang kusut di kepalanya.
Arga butuh kejelasan, bukan mengenai rasa cinta tapi prihal belati dan luka. Ia harus memastikan semua, sebelum mengambil keputusan untuk memperbaiki atau merobohkan rumahnya.
***
Suasana sekolah terbilang masih sepi, hanya ada beberapa murid yang kelewatan rajin telah tiba di sekolah 70 menit sebelum bel dibunyikan. Dan sialnya hari ini Arga menjadi salah satu dari mereka.
Grab
"Ar ikut gue sebentar, ada yang perlu dibicarain," ucap Arga menarik pelan pergelangan sang adik tanpa menunggu persetujuan darinya.
Arrant menyamakan langkahnya dengan Arga yang berjalan tergesa menuju GSF (Gedung Seni dan perfilman), satu-satunya gedung dengan ruangan kedap suara.
Kedua mata bulat milik Arrant memperhatikan gerak-gerik sang kakak, mulai dari membuka pintu ruang film hingga menguncinya dari dalam.
Semua selesai, Arga sudah mematikan kamera cctv, mengunci pintu dan memastikan ruangan kedap suara. Otak kecil Arga sudah bekerja keras memikirkan semuanya sejak 2 hari yang lalu.
"Lo mau ngapain ajak gue ke sini?" tanya Arrant yang kesabaran sudah di ujung tanduk. Ayolah sudah 5 menit Arga memastikan keadaan saja, Arrant bahkan dibuat bingung olehnya.
"Gue udah merhatiin Lo selama satu Minggu ini. Gue gak bisa tidur gara-gara Lo, gue butuh kejelasan!" ucap Arga memulai pembicaraan. Ah kenapa terdengar ambigu di telinga Arrant?
KAMU SEDANG MEMBACA
Monokrom [Completed]
General Fiction°Cerita Pertama° Silahkan dibaca dan jangan lupa tinggalkan VOTE serta KOMEN ♥♥ Tuhan menitipkan nyawa bukan hanya berlian, pemanis atau cahaya pada suatu keluarga, mereka lebih dari sekedar itu!! Mereka hidup, mereka butuh kehangatan, butuh cinta d...