"Berhenti untuk peduli demi menyelamatkan mental yang hampir mati"
_monokrom_
🍂🍂🍂
Seorang pemuda tampan tengah melengkungkan bibir, tersenyum penuh arti. Kedua Bola matanya bergulir memindai setiap objek pada sudut kamar bernuansa putih.
Tangan kecil dan ringki milik si pemuda mengelus pelan guling yang senantiasa menemaninya tiap malam, "Selamat tinggal kesayangan. Terima kasih selalu memberikan gue pelukan hangat," ucap si pemuda bermata sipit yang diakhiri dengan kekehan. Ah karena terlampau senang membuatnya gila saat ini.
"Abang?" sapaan lembut diiringi tepukan kecil yang mendarat di pundaknya membuat si pemudah refleks menoleh pada sumber suara.
"Ugh, mama bikin Arka kaget aja," ucapnya si pemuda mendengus kesal. Kebiasaan sang ibu ketika masuk kamarnya tanpa mengetok, kadang membuat ia lupa dengan kata privasi.
"Ah, maafkan mama yah bang. Arka sih senyum-senyum sendiri kan mama curiga. Jangan-jangan anak mama yang satu ini udah punya pacar?" canda ibunya, Jihan.
Arka merotasikan matanya malas, "pacar? Cih, boro-boro pacar teman aja gue gak punya," dumel Arka sebatas di batin.
"Mama gak ngizinin Arka untuk pacar-pacaran, Abang harus fokus sama pendidikan dan kesehatan aja sekarang. Paham kan?" sambungan Jihan tak bisa dibantah.
"Iyaaa, Mama. Arka paham, lagian siapa juga yang minta izin pacaran diizinin pulang sama mama aja aku udah bahagia banget," ucap Arka terdengar bersemangat.
Jujur Arka memang dalam kondisi mood yang bagus hari ini, terlepas apa maksud dan tujuan sang ibu yang akhirnya mengabulkan keinginan Arka untuk kembali pulang ke mansion. Ah membayangkan wajah adik kecilnya dulu yang memerah saat digoda membuat Arka luar biasa semangat untuk kembali berkumpul bersama keluarganya.
"Oke. Tapi janji kamu harus jaga kesehatan dengar kata-kata mama pas udah di mansion nanti," ujar jihan langsung mendapat anggukan dari sang putra.
Jihan merasa sebagai ibu yang baik semua yang ia lakukan sudah benar, sikap tegasnya hanya demi kebaikan putranya. Baginya Arka itu rapuh baik fisik maupun mental, Arka terlahir istimewa dan tak akan ia biarkan satu orang pun membuat putranya terluka.
Tapi tolong ingatkan Jihan masih ada dua putarnya yang lain tengah menahan sakit tak berdarah. Bahkan orang terbesar yang menyumbang rasa sakit untuk putranya yang lain adalah dirinya.
***
Arga menghempaskan tubuhnya pada sofa ruangan keluarga, rasanya agak aneh menjadi orang pertama yang pulang ke rumah. Hari ini ia mendapatkan kabar bahwa sang ibu akan kembali ke rumah, alasan itulah yang membuat otaknya men sugesti untuk segera pulang.
Pukul 17:50 WIB
Arga memandang jam dinding dalam diam, sudah hampir satu jam ternyata sejak ia pulang tadi dan berarti 20 menit terlewat dari waktu yang diucapkan sang ibu. Ah kenapa ia jadi tidak sabar menunggu mama pulang.
Brumm
Deru mesin mobil memasuki mansion, tak berselang lama pintu utama dibuka oleh maid menampilkan nyonya Jihan dengan pakaian casual mengandeng sang putra, Arka.
"Mama," teriak Arga antusias sembari memeluk tubuh ramping Jihan, "Arga kangen mama."
"Ah putra mama yang manja sedang tidak ingat umur sekarang pfft," Jihan tersenyum manis mengelus kepala Arga yang mendusel lembut di pundaknya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Monokrom [Completed]
General Fiction°Cerita Pertama° Silahkan dibaca dan jangan lupa tinggalkan VOTE serta KOMEN ♥♥ Tuhan menitipkan nyawa bukan hanya berlian, pemanis atau cahaya pada suatu keluarga, mereka lebih dari sekedar itu!! Mereka hidup, mereka butuh kehangatan, butuh cinta d...