"Kenapa melihat sesuatu dari satu sisi jika ada 359° sudut yang dapat merubah pandangan. Jadi jangan menyimpulkan sesuatu yang belum kalian lihat secara utuh."
_monokrom_
🍂🍂🍂
Bias jingga telah menelan utuh sang surya di ufuk senja, warnanya telah menghantarkan siang menjemput sang malam.
Pemuda dengan mata bulat memandang langit petang yang indah, suasana ini entah mengapa membawa gejolak rasa tersendiri di dadanya. Arrant merasakan dirinya hampa setelah hampir 2 jam menghabiskan waktunya mengamati langit yang terus menghitam.
Pikirannya dipenuhi cerita dari dokter Ian tadi siang. Mengapa ia tak bisa sekuat dokter Ian yang mampu melawan dan menghancurkan pikiran-pikiran negatif yang terus menyerang. Di usia belum genap 14 tahun dokter Ian sudah mampu bangkit dari masa lalu yang begitu kelam. Kenapa sekarang ia tidak bisa? Umurnya bahkan bulan depan tepat menginjak 15 tahun.
Kisah hidup pria berkulit pucat itu juga hampir sama dengan dirinya. Mereka harus hidup dalam ruang hampa berkedok rumah, sama-sama dituntut untuk sempurna. Yang berbeda hanyalah perannya, jika dokter Ian mendapatkan peran seorang yang kuat hati dan berani menyerukan semua haknya, maka Arrant hanya menjadi sosok bermental lemah yang menyerahkan hidupnya pada takdir.
Satu hal yang Arrant tau, dalam kisah dokter Ian kematian seorang kakak adalah badai yang menghancurkan rumahnya, badai yang juga berhasil menggulung dan membawa semua keegoisan dalam rumah itu.
Bukankah berarti badai tersebut menghadirkan pelangi diakhirnya, memberikan hadiah berupa penyesalan dan kesadaran bagi keluarga dan kebebasan pada dokter Ian sendiri?
Haruskan Arrant membuat badai yang sama untuk menghadirkan warna lain di rumah ini?
"Terima kasih, Pak."
Arrant mengalikan pandangannya pada sumber suara yang terdengar samar di bawah sana. Terlihat Arka baru saja keluar dari pintu mobil yang dibukakan oleh sopir pribadi ibunya, Jihan.
Mama dan Arka baru saja masuk dengan senyum yang bertengger manis di bibir mereka. Berbanding terbalik dengan Arga yang baru saja memasuki gerbang mansion dengan motornya, penampilan sedikit berantakan serta wajah lesu, kentara sekali terlihat lelah.
Arrant tersenyum miring, ia mempunyai dua kakak yang berbagi tempat di rahim tapi mendapatkan warna dan kisah yang berbeda.
Tatapan Arrant sendu mengamati Arga yang tengah menyeret langka lelahnya untuk masuk, ia sangat benci melihat sang kakak akhir-akhir ini pulang dengan keadaan lelah.
"Kak, apa Ar perlu menciptakan badai besar untuk menghadirkan pelangi?" ucap Arrant terdengar begitu lirih.
***
Energi ditubuh Arga terkuras habis, rasanya malas sekali hanya untuk sekedar berjalan ke kamar. Langkahnya pun hanya diseret, jujur sekarang rasanya Arga ingin cepat meluruskan tulang belakang di kasur empuk miliknya.
Rebahan sambil berselancar di sosial media, mengintip akun fake Galang yang sering menghalukan salah satu Idol Korea menjadi pacarnya. Uh memikirkan kekonyolan sohibnya itu membuat Arga sedikit bersemangat.
Namun takdir tak akan semudah itu membiarkan Arga untuk bersantai, drama keluarga yang manis sudah hadir didepannya.
Arka tengah bersandar di bahu sang ibu yang dengan telaten memijat kepalanya, sedangkan sosok kepala keluarga tengah mengamati mereka dengan wajah sendu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Monokrom [Completed]
General Fiction°Cerita Pertama° Silahkan dibaca dan jangan lupa tinggalkan VOTE serta KOMEN ♥♥ Tuhan menitipkan nyawa bukan hanya berlian, pemanis atau cahaya pada suatu keluarga, mereka lebih dari sekedar itu!! Mereka hidup, mereka butuh kehangatan, butuh cinta d...