Epilog

794 51 12
                                    

Victoria Canada, 01 September 20xx

Seorang pemuda tampan dengan pakaian casual berdiri dengan begitu gagah. Tangannya menyentuh batang pohon maple yang ia tanam di halaman depan, tepat ketika ia datang ke negara ini.

Semilir angin bertiup kencang, ini sudah memasuki musim gugur ketiga sejak ia memutuskan untuk menetap pada negara asal daun Palmately Lobed atau Maple yang pernah hilang darinya.

5 tahun yang lalu adalah kisah paling kelam diantara hitam dan pekat dunianya. Setelah badai besar merobohkan rumah, ia kerap kali berselancar dengan kematian.

Lengan kirinya sudah penuh dengan garis-garis abstrak, namun tetap saja ia masih diminta untuk berdiri di sini. Berbagai bentuk percobaan bunuh diri sudah ia lakukan, tapi lagi dan lagi Tuhan tak menginginkannya untuk pulang.

Arga, pemuda dengan sejuta luka yang mampu bangkit setelah 2 tahun terkubur dalam duka. Ia menata puing-puing sisa dari dunianya yang runtuh, setelah sang adik memutuskan pulang karena lelah berjuang.

Jika kalian bertanya kenapa ia bisa sampai di sini, Arga juga tak tahu pasti apa yang menjadi alasannya. Mungkin hanya karena sebuah daun, atau memang dirinya tak ada tujuan lain. Ia hanya ingin pergi dari rumah yang menjadi tempat adiknya menyerah.

Rumah yang baginya sudah benar-benar roboh dan hancur, menyisakan mereka yang masih tetap bertahan dalam penyesalan.

Ibunya, Jihan telah menjadi wanita gila dengan terus menerus menangis di tengah malam, meraung memanggil nama Arrant. Ia telah berhenti menjadi dokter spesialis, meruntuhkan keangkuhan yang dulu begitu tinggi.

Setiap melakukan pembedahan tangan Jihan bergetar, ia selalu mengingat wajah Arrant yang tenang di meja operasi. Trauma besar pada jantung akibat benturan pada pinggiran kolam renang menjadi alasan Jihan sebagai dokter spesialis toraks untuk menangani Arrant.

Tapi malam itu yang Arga tahu, untuk pertama kali ibunya gagal pada meja operasi. Dan pasien pertama itu adalah adiknya, Arrant mengalami henti jantung dan berkahir ketika mesin EKG berbunyi nyaring dengan garis lurus.

Tuan Arvan sendiri menjadi pria yang menebus dosa dengan mengait profesi relawan di salah satu pantai asuhan. Kesombongan Arvan mengenai bisnis ikut terkubur bersama Arrant. Perusahaan besar itu mengalami pailit ketika Arvan memutuskan untuk berhenti. Kehancuran Ananta tambah parah ketika sang opa mengalami stroke dan akhirnya meninggal.

"Arga?!"

Fokus Arga kembali setelah mendengar suara yang begitu ia rindukan selama 3 tahun ini.

"Bang?"

Grep

Itu Arga yang sudah menubruk tubuh Arka dalam rengkuhan nya.

"Gue kangen sama adik gue yang satu ini." Arka mengelus punggung sang adik yang jauh lebih tinggi darinya.

"Gue juga. Kenapa Abang tiba-tiba di sini?" tanya Arga yang sudah menyelesaikan pelukan rindunya.

Selama masa kelam itu, hubungan Arga dan Arka sudah membaik. Mereka saling menguatkan lutut untuk berdiri, tertatih melangkah untuk mengikhlaskan.

"Baru aja. Lo lagi kangen adek ya?"

Arka menatap pohon maple yang tingginya kira-kira 3 meter. Masih cukup kecil untuk ukuran pohon yang bisa tumbuh tinggi.

"Iya, hari ini tepat ulang tahun Arrant. Kalau Ar masih di sini umurnya sudah 20 tahun," lirih Arga terdengar sendu.

"Karena itu gue di sini, gue bawa kue untuk rayain ulang tahun Adek," ucap Arka berusaha mengubah suasana dengan mengangkat sebuah kotak kue ulang tahun yang ia pegang.

"Ayo kita tiup lilin!!"

Seseorang yang sudah pergi memang tak akan pernah kembali, tetapi kenangan tentangnya akan terus terukir abadi. Entah itu kisah hitam, putih ataupun abu-abu akan tetap menjadi sesuatu yang berarti di hidup mereka.

Our greatest pride is not never fail, but bounced back every time we fall...

✧⁠*⁠。

Terima kasih telah ikut menyelam pada kisah hitam nan begitu kelam.

Selamat kembali ke permukaan. Sampaikan pada semuanya, lautan kisah monokrom ini memikat namun sangatlah pekat.

Sampai jumpa di penyelaman selanjutnya dalam kisah yang berbeda♥

Monokrom [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang