(5) Lantas Siapa Yang Harus Disalahkan?

462 64 4
                                    

"Kesalahan orang lain memang sangat mudah terlihat, lantas bagaimana dengan kesalahan di diri sendiri? Mustahil menemukannya, karena selogan love yourself sudah salah diartikan menjadi 'aku tidak peduli tentang orang lain asalkan aku dapat kebahagiaan itu."

_monokrom_

🍂🍂🍂

Seorang pemuda dengan tubuh yang tidak bisa disebut pendek dan juga tidak masuk ke golongan tinggi berjalan lurus di koridor sekolah yang sudah mulai ramai dengan aktivitas murid di senin pagi.

Wajah tampan yang terbilang manis dari si pemuda tetap tak mampu menyembunyikan tatapan tak peduli dan dingin miliknya. Banyak sapaan dari beberapa siswa dan siswi yang mengalun ketika ia lewat namun tak satupun yang mendapatkan balasan ataupun senyum darinya, hanya wajah datar yang terlihat.

Sombong? Bukan, ia hanya tengah malas untuk berpura pura menjadi sosok hangat dan ramah pagi ini. Pikirannya penuh dengan masalah, tubuhnya penat dan masih lemas. Baru tadi malam ia kembali ke mansion setelah menginap di rumah sakit satu malam. Keadaannya memang belum pulih tapi akan menjadi lebih buruk jika ia tak berangkat sekolah pagi ini.

X Exclusive 1

Kelas unggulan yang menjadi tempat murid-murid berprestasi di sekolah ini, fasilitas paling lengkap dengan hanya 10 murid ranking atas yang bisa masuk.

"Pagi Arrant, tumben berangkat siang?" sapa Ryan sang ketua kelas pada pemuda yang baru saja masuk dan meletakkan ranselnya di bangku dekat jendela.

"Ingin," jawab Arrant tanpa menoleh pada si penanya.

"Ah, oke," ucap Ryan canggung menggaruk tengkuknya.

Suasana kembali sunyi, beberapa murid memang sudah ada di kelas tapi tak ada yang melakukan perbincangan untuk sekedar bercanda atau pun bergosip. Di dalam kelas ini tidak ada teman, mereka mengganggap setiap orang adalah rival yang harus dikalahkan. Satu satunya manusia yang bisa dibilang cukup bersahabat di sini hanyalah si ketua kelas, ia tak cukup berambisi untuk mendapatkan ranking 9,8,7 apalagi 1. Ryan hanya berusaha mempertahankan dirinya agar tidak keluar dari deretan 10 besar, menjadi nomor 1 hal mustahil pikirnya.

Arrant Wijaya Kusuma, sosok yang menjadikan ranking 1 sebuah kemustahilan untuk diraih siswa lain. Jenius? Tentu, tapi bukan itu yang membuat ia menjadi sosok yang tak tergeserkan. Ada banyak alasan hingga ia berada di sana.

4 kali suara bel dibunyikan, semua siswa harus menghela napas berjalan menuju lapangan untuk melakukan upacara bendera. Pengecualian? Tidak ada kelas yang diistimewakan untuk hal ini, kecuali mereka yang memiliki surat keterangan dokter untuk tidak mengikuti upacara karena sakit.

Arrant berjalan tanpa minat ke lapangan sekolah, ia merutuki dirinya yang sama sekali tidak memegang surat izin dokter. Bukan karena ceroboh karena tertinggal ataupun lupa untuk diminta, tetapi memang dilarang untuk dibuatkan surat keterangan sakit oleh sang ibu.

Menyerahkan surat keterangan dokter ke petugas kesehatan sekolah sama saja dengan menyerahkan nasib sang ibu kepada Tuan besar Ananta, ayah dari Tuan Arvan atau kakek dari Arka, Arga dan Arrant.

Ketidakbecusan Nyonya Jihan menjaga Arrant akan menjadi masalah besar yang dapat membuat Jihan terkena hukuman dari suami dan juga ayah mertuanya. Hal itu yang membuat Jihan melarang putra bungsunya membawa surat izin dokter tanpa memikirkan nasib Arrant di pagi ini.

Helaan napas Arrant terdengar, berbaris di bagian depan sesuai urutan tinggi membuat cahaya matahari yang terik mengenainya secara langsung.

"Tahan Ar lo gak selemah itu buat pingsan karena upacara doang," batin si pemuda yang masih betah berdiri karena gengsi?

Monokrom [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang