(16) One Fine Day With Arga

300 39 3
                                    

"Kebahagiaan bisa kita temui dari hal-hal sederhana yang bahkan tak pernah terpikirkan sekalipun. Jadi mari mencoba hal yang baru, tanpa memikirkan permasalahan di hari esok."

_monokrom_

🍂🍂🍂

Perkiraan Arga benar, menggunakan mobil membuat Arrant terlambat dan berakhir pada gerbang yang tertutup. Ini kali pertama Arrant terlambat ke sekolah, ia tak tahu harus bagaimana.

"Tuan muda apakah anda mau saya menelpon kepala sekolah untuk membukakan gerbang?" tawar Paman Sam.

"Jangan!!"

Bukan Arrant yang menjawab melainkan Arga yang sejak tadi duduk di motornya dengan senyum konyol.

"Menelpon kepala sekolah sama aja dengan menyerahkan diri pada singa lapar," jelas Arga yang paham betul mengenai tabiat sang ayah.

"Jadi harus bagaimana Tuan muda?" tanya Sam pada Arga.

"Arga punya banyak cara, tapi gak bisa ngajak paman dengan mobil sebesar ini. Jadi paman pulang saja!" usir Arga.

"Tapi Tuan muda Arrant_"

"Tak apa paman pulang saja, Arrant bisa menjaga diri lagipula Kak Arga sudah rutin terlambat. Tikus itu pasti punya banyak jalan," ujar Arrant yang berhasil membuat muka Arga masam.

"Baiklah kalau begitu saya pamit Tuan muda. Hubungi saya jika ada masalah."

Arrant mengangguk melihat mobil yang dikendarai bodyguard pribadinya itu melaju meninggal gerbang sekolah, sedangkan Arga baru saja kembali setelah memarkirkan motor sport miliknya di warung depan sekolah.

"Jadi kita masuk lewat mana Kak?"

"Ikut gue!"

Arga menarik Arrant ke tembok sekolah bagian belakang, satu-satunya bagian yang cctv-nya mati dan sepi penjagaan dari anggota OSIS yang bertugas.

Kedua kaki Arga melekat bak cicak yang menempel pada tembok, lincah dan cepat. membayangkan dirinya yang memanjat tembok yang tingginya lebih dari 3 meter ini membuat Arrant ngeri sendiri. Bagaimana jika dirinya jatuh dan bokongnya menghantam paving blok di bawah sana, pasti itu sangat menyakitkan. Bisa-bisa ia encok atau parahnya malah wajahnya yang jatuh lebih dulu, bisa-bisa kadar ketampanannya menurun.

Setelah berada di atas tembok Arga menunduk memandang Arrant yang masih memperhatikannya dengan cengoh.

"Lo nungguin apa? Ayo cepat naik."

"Gue gak bisa," jawab si adik cepat.

"Ck, coba dulu baru ngomong gak bisanya," ucap Arga kesal. Ayolah sang adik bahkan belum menyentuh tembok barang seincih pun, bagaimana bisa dia menyimpulkan begitu.

Arrant menghela napas pasrah, tangannya mulai mencari-cari tempat berpegangan di tembok sedangkan kakinya mencari celah untuk diinjak.

Sekitar dua meter tingginya Arrant memanjat, Arga mengulur tangannya untuk menarik si adik dari atas.

"Pegang tangan gue!"

Arrant sayup-sayup menggapai tangan Arga, belum sempat kedua tangan itu berpegang Arrant sudah kehilangan pijakannya.

Bruk

"Aduh! Bokong gue!"

"Arrant!" Arga melompat kembali ke arah sang adik yang sudah terduduk di tanah dengan tidak elitnya.

"Lo gak papa kan?" Arga membantu Arrant berdiri sambil menepuk-nepuk celana sang adik yang tampak kotor.

"Sakit bodoh! Gue gak mau manjat lagi!" ucap Arrant dengan suara yang meninggi.

Monokrom [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang