Chapter - 1. Tantangan.

722 28 4
                                    

HAPPY READING 📖

----------------------------------------

Rokok yang terselip di antara telunjuk dan jari manis, terangkat ke arah dua belah bibir. Asap langsung mengudara setelah bibir itu melempar oksigen. Meskipun tersisa banyak, rokok itu langsung dibuang ke tanah dan diinjak.

"Bagaimana?" Langkah kaki yang hendak memasuki van terhenti ketika pertanyaan yang diajukan mendapat jawaban kurang memuskan.

"Tetap saja dia menantangmu. Dia tidak menyerah, Adam. Dia tidak akan melepaskanmu dengan mudah. Saranku, kau tidak boleh ikut balapan itu karena kuyakin dia melakukan sesuatu kali ini."

"Hanya pengecut yang berkata seperti itu."

Sosok yang dipanggil Adam hendak memasuki van yang merupakan tempat tinggal sementara selama berada di luar rumah. Di depan pintu van, Adam berbalik kemudian berkata, "Kuyakin kau tahu apa yang harus dilakukan. Aku tidak perlu banyak bicara, kan? Kau pun tahu aku tetap tidak akan menolak. Tantangan adalah kemenangan."

"Tapi ini berbeda! Mereka bisa menyakitimu! Aku hanya tidak bisa membiarkanmu terus beradu mulut dengan makhluk-makhluk seperti mereka. Bukankah kau yang bilang waktu itu berharga?"

"Lucu sekali kita harus berdebat karena masalah sepele." Adam terkekeh sembari melihat sepatunya. Bahkan sepatunya lebih menarik dibandingkan wajah pria di depannya ini.

"Ini bukan masalah sepele. Tantangan itu akan jadi masalah besar! Coba dengarkan aku sekali ini saja!"

"Memangnya kalau aku mendengarmu ada keuntungannya untukku, Shivan Malik?" Adam berkacak pinggang kemudian memajukan wajahnya dengan santai. Senyum miringnya tampak meremehkan, tapi itu tidak membuat Shivan gentar untuk mengubah keputusan yang bisa menjadi bencana itu.

Adam kembali menegak dan berkata, "Segala cara yang kau coba untuk mengubah pikiranku tetap saja tidak akan bisa karena aku tetap akan menerima tantangannya. Mau diletakkan di mana mukaku kalau menolak, hm? Harga diri sangatlah penting untuk lelaki. Seharusnya kau belajar dariku." Tanpa mendengar balasan Shivan--kaki tangannya--ia memasuki van dan menutup pintu, membiarkan lelaki itu berada di luar, ditelan gelapnya malam.

"Shivan! Adam ada di dalam?"

Shivan yang terdiam menatap pintu itu tertutup dengan perasaan berkecamuk, menoleh tak senang ke suara yang begitu ia kenal. Siapa pula yang tak kenal perempuan jalang satu ini.

Entah mata Adam ditutup apa, ia pun tidak mengerti karena bisa memilih Cara Levina sebagai pasangan. Meskipun ia pria, jika wanita di dunia ini sudah punah dan hanya menyisakan Cara saja, lebih baik ia mati daripada harus berhubungan lebih jauh dengan wanita itu.

Shivan membalas dengan menaikkan sebelah alis. Tanpa banyak bicara, ia segera berlalu, meninggalkan area van karena tahu apa yang akan terjadi di dalam sana.

Sebelum benar-benar pergi, Shivan berbalik dan melihat melalui jendela kalau Adam sedang memeluk Cara dan menciumnya. Tangannya terkepal. Adam sangat keras kepala sampai ia pun ikut pusing. Ia sudah pernah mengingatkan Adam untuk tidak terlalu dekat dengan Cara, meskipun seminggu lagi mereka akan menikah. Alasannya memang sepele. Ia tidak menyukai Cara. Alasan dari ketidaksukaannya pun jelas. Wanita itu tidak setia. Ia pernah mendengar sendiri jika Cara menjalani hubungan dengan Bright Lean, musuh besar Adam Green. Ia tidak tahu apakah Adam memang dibutakan oleh cinta atau menutup telinga karena kabar itu cukup meluas.

Semua hal mengenai Cara dan Bright sama sekali tidak ada yang baik. Sudah bisa ia pastikan seribu persen.

Masalah balapan ini, ia sudah sangat khawatir. Perasaannya tak enak mengenai Adam. Sudah seberusaha apa pun untuk membujuk Adam agar tidak terpancing tantangan Bright, Adam tetap begitu santai menerima. Apa yang Adam katakan tadi itu benar, tidak ada yang salah. Jika bukan di situasi gelisah ini, ia pun akan setuju. Tapi perasaannya sekarang ini sudah meronta untuk mencegah balapan itu terjadi.

Besok. Ia masih memiliki waktu untuk mengubah pikiran itu dengan rencana lain. Adam memang pembalap hebat dan profesional. Tapi Bright Lean adalah manusia terlicik yang pernah bergerak. Jika sebelumnya bisa baik-baik saja, mungkin tantangan kali ini tidak akan sama. Ia sudah tahu letak kelicikan itu dan akan menghentikannya bagaimanapun cara yang seharusnya dilakukan.

Adam melihat ke luar jendela lalu menatap punggung Shivan yang telah menjauh. Terkadang ia sama sekali tidak bisa mengerti apa yang ada di pikiran Shivan. Tidak mengerti sama sekali bukan berarti tidak mengenal. Mereka sudah bertahun-tahun bersama. Namun, Shivan merupakan orang yang sukar ditebak jalan pikirannya karena memiliki ruang pikir sendiri. Selain ruang pikir yang berbeda dengannya, pria gondrong itu juga seperti perempuan yang menggunakan perasaan. Itu yang membuat ia sangat ragu dengan Shivan, dengan semua larangannya.

"Kau menerima tantangan Bright?" tanya Cara sembari memundurkan tubuh untuk menatap wajah tampan Adam yang begitu sempurna. Ia mengelus permukaan rahang yang indah itu dengan senyum menawan. Sebentar lagi mereka akan menikah dan itu cukup membuat jiwa cinta berkobar-kobar.

"Sejak kapan aku menolak tantangan, Sayang?" Adam membalas elusan Cara di wajahnya dengan perlakuan yang sama.

"Tapi kurasa ada yang menolak."

"Tidak perlu permasalahkan dia. Lama-lama dia juga akan setuju. Memangnya apa yang bisa dia lakukan selain menurutiku?" Seringai Adam membuat Cara bergidik.

"Kali ini Shivan sepertinya sangat serius menolak itu. Suasana hatinya sangat buruk dan bisa kulihat itu. Kau tidak mau mendengarnya sekali saja?"

"Dia tahu apa yang harus dia lakukan dan aku tidak perlu bersusah payah berpikir banyak. Dia juga pasti tahu apa yang terbaik untukku."

Cara mengangguk-angguk, tidak mau membahas perlihal itu begitu jauh. "Dari satu sampai sepuluh, angka berapa yang mewakili kepercayaanmu padanya?"

Adam menaikkan sebelah alis dengan bahu yang ikut naik. "Delapan mungkin."

"Kalau aku?" tanya Cara sembari mengalungkan lengan ke leher Adam. Senyum miring yang termpampang di wajah penuh riasan itu sejujurnya tampak mengerikan. Mata yang diberi celak kehitaman itu semakin menunjukkan sisi garang. Dari sisi mana pun, Cara sama sekali tidak memiliki sisi lembut yang bisa dipuji. Wanita itu kasar dan itu juga salah satu alasan mengapa Shivan tidak suka. Bukannya Cara tidak tahu kalau Shivan tidak menyukainya. Tentu saja ia tidak peduli. Ia tidak akan pernah peduli karena baginya jika Adam masih mempersilakannya bergelanyut manja seperti ini, ia sudah berada di lingkaran hijau alias aman.

"Kau bisa menebak?" tantang Adam.

"Aku tahu. Pasti sepuluh!" kata Cara dengan kepercayaan dirinya yang begitu kuat.

"Itu sudah tahu. Untuk apa bertanya."

"Jadi kau percaya padaku sebegitu besar?"

Adam mengangkat bahu, tidak mengatakan apa-apa dan juga tidak menolak. Ia hanya membiarkan Cara mengambil kesimpulan dengan caranya sendiri. Ia juga tidak peduli. Baginya sekarang adalah bagaimana cara untuk mengalahkan Bright. Ia tahu Bright menggunakan cara kasar dalam tantangan kali ini dan ia tidak boleh kalah.

Adam Green tidak akan pernah membiarkan siapa pun mengalahkannya, bahkan jika dipaksa semesta sekalipun.

.

.

.

TO BE CONTINUED

Pembalap Miliarder ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang