Chapter - 44. Aku Kaya

110 8 0
                                    

HAPPY READING 📖

--------------------------------------

Balasan yang diterima Winter menggelitiknya untuk tertawa. Ia tidak peduli Adam akan tahu ia tertawa atau tidak, tapi sekarang ini ia bahagia! Ia bahagia sampai rasanya ingin berdiri di motor ini sembari merentangkan tangan, sekaligus mengumumkan pada orang-orang betapa ia bahagia.

Ia pikir ia akan terus bersedih karena Lion tidak lagi berada di sampingnya. Ternyata, Lion yang ia rindukan telah menjadi miliknya. Milik Winter Dawn. Ia tidak jamin jika ia tidak posesif dalam hubungan mereka. Karena ia sama sekali tidak rela jika ada satu gadis pun yang melirik Adam. Ia tidak rela.

Dahi Winter berkerut melihat tempat yang dibawa Adam. Ini adalah jalanan kosong. Tidak sepenuhnya kosong karena masih ada orang yang berlalu lalang. Tapi tidak terlalu ramai seperti jalanan sebelumnya.

"Kita mau ke mana?" tanya Winter sembari memajukan wajah, kemudian meletakkan kepala di bahu Adam.

"Jalan-jalan."

"Jalan-jalan bagaimana? Dari tadi kita tidak berhenti," protes Winter yang entah ke berapa kali.

"Kau mau tahu sesuatu?"

Adam bisa merasakan pertanyaannya sudah terjawab melalui anggukan yang terasa di bahunya. Setelah mendapatkan persetujuan, ia melajukan motornya dengan kecepatan tinggi hingga Winter memekik. Pekikan Winter ia sambut dengan tawa. Pasti Winter kaget karena tidak terbiasa.

Selama beberapa menit melajukan motor, ia menghentikannya di jembatan yang terhubung dengan laut. Diparkirnya motor di samping jembatan yang juga terhubungan dengan jalanan kemudian berkata, "Turunlah."

Winter masih syok. Rasanya tadi ia sedang menantang maut.

Ia turun dari motor itu dengan hati-hati dan menunggu Adam untuk turun juga. Setelah itu ia langsung memaki keras.

"Kau gila, hah! Kalau mau mati jangan mengajakku! Meski aku sudah bosan hidup, tapi aku tidak mau mati sangat cepat! Awas kalau kau mengendarai motor begitu lagi! Sampai mati pun aku tidak mau ikut kalau kau yang mengendari motor! Untung saja kita tidak kenapa-kenapa! Kau iya, kau mau mengganti nyawaku?! Kau itu sudah selamat dari maut, malah mau menantang maut pula!" Adam hanya tertawa mendengar celotehan Winter yang keras dan berapi-api. Sudah lama sekali ia tidak melihat Winter ngomel-ngomel. "Apa yang lucu?! Kau bisa membuatku langsung mati, tahu tidak!"

"Maaf, Sayang. Kau tahu, itu tadi sangat menyenangkan! Aku seolah mendapatkan kembali nyawaku!"

"Ya, kau mendapatkan nyawamu dan nyawaku sebagai gantinya yang harus hilang!" ketus Winter tak senang. Bisa-bisanya Adam menganggap bermain dengan nyawa adalah hal yang biasa.

"Kau mau tahu profesiku sebenarnya?"

Inilah kesempatan untuk Winter tahu. Ia sebetulnya tidak berekspetasi kalau Adam akan memberitahunya di sini. Ia tidak berekspetasi kalau ia akan diberitahu secepat ini. Bahkan ia menjadi tidak mau tahu. Tapi demi menghargai, baiklah ia berbohong sedikit.

"Memangnya apa? Pengusaha? Koki?" tebak Winter sembari bersedekap.

Adam menggeleng dengan senyum lebar. "Coba tebak."

"Tadi kau mau memberitahuku! Kenapa sekarang aku harus menebak?!"

"Biar pintar."

Winter melotot tak terima. "Jadi kau bilang kalau aku bodoh, begitu?"

"Tidak. Aku, kan, tidak bilang begitu."

"Jadi kau mau bilang atau tidak. Kalau tidak mau, aku juga tidak mau tahu." Winter mendelik lalu duduk di aspal untuk menenangkan diri, merapikan rambut yang berantakan, dan menikmati udara yang menyegarkan.

"Kau yakin tidak terkejut?"

"Katakan saja atau aku sama sekali tidak mau—"Ucapan Winter terputus, digantikan dengan pelototan setelah mendengar perkataan Adam.

"Aku pembalap."

***

"Sudah lama sekali aku menyukai otomotif. Tapi ternyata bukan hal-hal yang berbau itu yang kusukai, tapi saat aku mengendarainya, aku merasa hidup. Sehidup-hidupnya sampai aku tidak takut untuk mati. Hanya dengan itulah aku bisa melupakan semua masalah dan meluapkan kemarahan. Menginjak pedal dan akhirnya melaju adalah kesukaanku. Aku tahu itu salah, tapi kalau sudah suka, memangnya bisa diubah, meskipun itu buruk?"

Winter senantiasa mendengar cerita Adam mengenai kehidupan pria itu. Ia masih tidak menyangka jika Adam adalah seorang pembalap. Selama mereka bersama, Adam tidak pernah menunjukkan keahlian yang satu ini, sehingga ia hanya menerka-nerka jika profesi Adam adalah seorang pengusaha. Bukankah memang itu yang selalu digeluti para pria?

"Tapi aku harap kau tidak melakukannya terus-menerus. Mungkin sekarang kau bisa selamat. Tapi bagaimana di lain waktu? Kau akan celaka. Semua orang akan mendapatkan hari sialnya. Jangan pernah remehkan kekuatan semesta."

"Aku tahu. Itulah sebabnya aku menjadikanmu pacarku. Bersamamu, banyak hal yang ingin kulakukan selain berbalap. Bersamamu, aku bisa bebas dan tidak terlalu merasa diikat."

"Kau seyakin itu? Bisa saja aku mengekangmu untuk terus bersamaku. Bisa saja aku berbeda dari Winter yang kau kenal selama ini. Kenapa kau percaya diri sekali kalau aku bisa mengubahmu? Kenapa kau selalu menganggapku baik, padahal aku tidak sebaik itu. Jangan terlalu cepat menilaiku baik. Aku takut ekspetasimu tidak sesuai dengan realita, Ingat, ekspetasi selalu membunuh."

"Aku tidak peduli. Kalau aku sudah menetapkan itu pilihanku, aku akan mempertahankannya. Aku adalah lelaki yang memegang omongan. Jangan pernah meragukan perkataanku, Winter." Adam menyentuh wajah Winter, mengajaknya untuk bertatap lama, mencari kebenaran dari mata mereka. Ia ingin Winter mempercayainya seperti ia mempercayai Winter tanpa ragu. Ia ingin Winter tidak sedikitpun meragukan perasaannya meskipun itu agak sulit karena hubungan mereka masih baru. "Aku akan mempertahankan hubungan kita, mau diterpa badai, angin topan, atau apa pun, tetap bersamaku dan percaya. Aku akan marah dan gila kalau kau tidak mempercayaiku, Winter. Aku bersumpah aku akan gila kalau kau tidak mempercayaiku."

Winter tersenyum, balas menyentuh pipi Adam yang membengkak karena tubuh pria itu juga sudah berisi daripada sebelumnya.

"Aku akan mempercayaimu. Aku janji. Aku juga berharap kau selalu mempercayaiku dan tidak meragukan apa pun yang kulakukan dan kukatakan. Kau tahu, ini adalah hubungan pertama yang kujalani. Aku takut gagal. Tapi aku yakin bersamamu aku tidak akan gagal."

"Ya, kita hadapi semuanya bersama. Kita ciptakan kehidupan baru sesuai versi kita. Aku menyukai hidup bersamamu dan itulah yang akan kupertahankan."

Winter mengangguk setuju. Dengan kehadiran Adam, ia pasti tidak lagi dicecar untuk menikah. Tak peduli orang tuanya akan suka atau tidak, ia akan tetap menikah dengan Adam. Tidak peduli semesta akan melarang, ia akan menjalani sesuai yang ia inginkan. Hanya bersama Adam.

"Kau mau tahu fakta satu lagi?"

Winter mengangguk antusias.

"Tapi jangan terkejut, ya. Aku takut kau jantungan, loh."

"Memangnya kenapa?"

"Aku ...."

Winter menunggu dengan tak sabar. Ia memandang Adam dengan acaman jika tidak mengatakannya, ia akan mengamuk sekarang.

"Aku kaya. Jadi kau bisa tenang mengenai keuangan. Aku akan memberikan apa pun yang kau mau."

Bukan terkejut seperti tadi, Winter malah tertawa keras. "Jangan bermimpi, ya! Kau ini malah bercanda."

"Aku tidak bercanda. Aku kaya. Kau mau lihat ini?" Adam menunjukkan black card-nya setelah ia ambil dari dompet lalu menghadapkan benda itu ke depan wajah Winter hingga mengubah tampilan wajah Winter yang tadinya tertawa sekarang menegang.

"Kau serius?"

.

.

.

TO BE CONTINUED

Pembalap Miliarder ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang