Chapter - 38. Keputusan Adam

123 10 3
                                    

HAPPY READING 📖

------------------------------------------------

"Kenapa kau tidak membalasku, Sayang?" Cara mengalungkan lengannya di leher Adam, menatap heran Adam yang diam saja seperti patung. Ia merasa harga dirinya kembali jatuh karena terus diabaikan. Ia melayangkan tatapan protesnya yang dibalas Adam dengan tatapan datar. Melihat itu, ia tahu ada yang tidak beres dengan Adam.

"Maaf. Aku kelelahan." Alasan tidak masuk akal, tapi memang itu yang bisa Adam jawab. Ia malas untuk berbicara banyak dan malas untuk berdebat. Ia sudah tahu bagaimana tabiat Cara. Jika terus dibalas, perempuan itu akan menagihnya banyak penjelasan sampai puas.

"Aku tahu ada yang berbeda darimu, Adam. Aku tahu ada yang tidak beres denganmu. Kau tidak pernah mengabaikanku! Kau tidak pernah tidak membalas ciumanku! Apa bibir ini sudah kotor untukmu, jadi kau tidak sudi untuk menciumnya?!"

Adam mengembuskan napasnya kuat-kuat. Sudah kepalang basah, jadi ia gencarkan saja niatnya daripada ditutup-tutupi. Ia tahu Cara pun pasti akan tersiksa jika ia tetap melanjutkan hubungan yang sebenarnya tidak jelas. Hatinya dulu tidak tahu bagaimana rasanya mencintai. Tapi setelah mengenal Winter, ia menjadi teman akrab akan kata cinta. Ia seolah mengenal sangat lama mengenai cinta yang padahal baru beberapa minggu ia rasakan. Tapi ia tahu cinta ini nyata.

"Lebih baik kita akhiri hubungan ini. Aku sama sekali tidak memiliki perasaan padamu, Cara." Adam membalas tatapan Cara dengan sirat kosong. Tidak ada isi apa pun di dalamnya, sehingga Cara pun merasa itu sebuah kejujuran.

Cara bergeming beberapa saat.

"Kau bohong."

Adam tahu itu hanya alibi Cara untuk membuatnya terpojok. Tapi ia serius kali ini. Ia tidak bisa memaksakan hubungan mereka untuk tetap berlanjut. Dua hati akan terluka. Ia tidak peduli mengenai hati Cara. Tapi ia peduli dengan hatinya. Ia tidak bisa memaksakan hatinya untuk menyukai, bahkan sampai mencintai Cara. Karena di dalam sini, nama Winter sudah terpaku kuat.

"Aku tidak berbohong. Aku serius dan aku minta maaf kalau ini terdengar tidak menyenangkan. Aku benar-benar ingin mengakhiri hubungan kita. Hubungan ini tidak akan berhasil, Cara. Hubungan ini tidak akan berhasil karena aku tidak mencintaimu." Karena cinta yang ia kenal, bisa membuat ia merasa berada di atas awan. Cinta yang ia kenal begitu menyenangkan sampai melupakan segala hal di dunia. Mau apa pun itu, cinta bisa begitu membutakan. Dan itu tidak bisa ia rasakan bersama Cara.

Cara menjauh beberapa langkah, memandang Adam dengan ketidaksukaan besar.

"Aku menemanimu selama bertahun-tahun. Aku menunggumu yang menghilang dariku selama berbulan-bulan. Tapi ini balasanmu? Ini yang kau bilang hubungan kita tidak berhasil? Kalau tidak berhasil, sudah dari waktu lalu aku meninggalkanmu, Adam! Kalau memang hubungan ini tidak berhasil, aku tidak akan mati-matian menemanimu saat kau sakit! Aku kurang apa? Aku kurang cantik? Aku kurang berkorban untukmu?"

Dugaannya benar. Cara pasti memojokkannya. Tapi keputusannya tetap bulat. Ia tahu memang ini terkesan salah dan tidak tahu berterima kasih. Sayangnya, ia memang tidak bisa memaksakan perasaannya untuk Cara, meskipun itu hanya ingin berbalas budi. Ia tidak bisa sebaik itu. Ia lebih mengutamakan dua hati yang sedang ia jaga. Hatinya dan hati Winter. Ia tahu dan amat yakin jika Winter memiliki rasa yang sama dengannya. Ia ingin memperjuangkan hubungan mereka. Ia ingin Winter merasakan kebahagiaan darinya. Ia telah bersumpah jika setelah ingat nanti ia akan memberikan apa saja yang Winter inginkan. Ia tidak mungkin mengabaikan sumpahnya sendiri.

Mereka akan bahagia dan ia harus berusaha lagi untuk mewujudkannya.

"Maaf." Itulah jawaban yang bisa ia beri. Ia tahu ingin berkata banyak pun akan sia-sia. Mereka hanya ditakdirkan untuk bertemu, tapi tidak saling mengisi. Mereka hanya sebagai orang yang memberikan keuntungan satu sama lain. Bukan untuk saling berbagi kisah hidup.

"Kau pikir hanya maafmu bisa menyelesaikan setiap masalah? Aku berjuang untukmu, tapi kau tidak menghargaiku! Aku tidak tahu apa yang terjadi padamu, Adam. Aku tidak menyangka kau meragukan cintaku! Harus bagaimana kubuktikan kalau aku mencintaimu?!"

Adam memejam karena pekikan Cara sangat berisik. Ia jadi semakin yakin untuk tidak berhubungan lebih lama dengan Cara. Matanya menjadi terbuka lebar-lebar. Winter memang kasar, tapi kasarnya membuat ia suka. Cara juga kasar, tapi ia tidak menyukai kekasaran itu. Ia seolah direndahkan sekali.

Adam diam, membiarkan Cara menghabiskan banyak kata dan meluapkan kekesalannya. Ia tidak akan membela diri untuk mengatakan bahwa pilihannya benar karena semua ini memang sudah salah sejak awal. Ia yang memberikan Cara harapan untuk menjalani hubungan tanpa tujuan dengannya. Ia yang menjanjikan untuk mengikat Cara, meskipun hatinya masih ragu. Ia yang menyiksa Cara. Jadi, ia membiarkan makian apa pun terlontar untuknya.

Cara menepis air mata yang sudah membasahi pipi. Tidak ada gunanya juga menangisi Adam. Lelaki itu memang lemah seperti kata Bright. Terkadang ia merasa bersalah karena bermain belakang dengan Bright, tapi sekarang ia merasa itu adalah pilihan yang tepat karena dengan Bright, ia masih bisa merasakan hidupnya terjamin. Adam malah membuangnya secara tak bertanggung jawab sekarang.

Ia mengambil tasnya yang berada di sofa, membawanya pergi bersama dengan diri yang merasa sakit karena dihina. Ini adalah penghinaan besar dan ia tidak akan membiarkan Adam tenang dalam menjalani hari. Ia akan mencari tahu kenapa Adam mencampakkannya seperti seonggok sampah. Harga dirinya tidak ada yang bisa menjatuhkan. Dan Adam telah mengibarkan bendera perang. Penolakan itu adalah peperangan untuknya.

Adam tidak memandang kepergian Cara. Ia hanya berpikir bagaimana untuk menemui Winter dengan keadaan yang masih belum sehat betul. Ia malah kesulitan dengan dirinya sendiri karena merasa lemah. Entah siapa yang bisa membantunya sekarang. Mau tak mau, ia harus mengandalkan kaki-tangannya sendiri.

Saat kakinya hendak menginjak lantai untuk membawa tasnya pergi, suara yang ia kenali dan sudah lama tak menyambut telinga, sekarang masuk ke pendengaran."

Butuh bantuan?"

Itu Shivan Malik. Lelaki yang entah kenapa bisa berada di sini. Padahal Adam yakin jika hanya ia dan Cara saja tadi.

Ia menoleh, memandang Shivan yang menaikkan kedua alis dengan senyum aneh. Rasanya sudah lama sekali tidak saling berbicara. Inilah penyesalan terbesarnya. Selalu mengabaikan peringatan Shivan. Entah sudah berapa banyak Shivan berkorban begitu besar untuk orang bebal sepertinya.

"Kau di sini?"

"Aku tahu kau kesusahan. Jadi, mau tak mau aku harus disusahkan lagi."

Adam terkekeh. Ia membuka diri, merentangkan tangan sebagai tanda agar Shivan mendekat dan memeluknya.

Shivan mengerti. Ia berjalan perlahan, kemudian balas memeluk Adam ala pria yang saling menepuk pundak.

"Maafkan orang bebal ini. Kau pasti kesusahan mencariku," kata Adam dengan ketulusan penuh dari hati.

Baru kali ini ada orang-orang yang begitu tulus padanya. Tidak memandangi harta yang ia miliki dan itu Shivan. Orang kedua tentu saja Winter Dawn.

.

.

.

TO BE CONTINUED

Pembalap Miliarder ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang