HAPPY READING
--------------------------------------------
Winter menutup pintu setelah menerima paket dari hasil belanja online dengan isi pakaian Lion yang sudah ia ukur sendiri. Kasian sekali jika membiarkan Lion mengenakan pakaian yang mungkin sudah bau dan tak seharusnya dipakai sebelum dicuci. Meskipun ia mengeluarkan uang lebih banyak, tetap saja ia harus mengutamakan kemanusiaan. Ia tidak akan tega membiarkan lelaki itu bak seonggok sampah.
Lion menatap paper bag yang berada di genggaman Winter dengan wajah muram. Ia semakin tak enak hati karena diperhatikan begitu berlebihan. Bagaimana jika ingatannya tidak kembali dan Winter harus merawatnya lebih lama?
"Winter, kau serius membelikanku pakaian baru? Aku sudah bilang tidak masalah kalau aku harus memakai pakaian ini lagi. Aku bersumpah, aku tidak enak padamu."
Winter memutar bola mata. Telinganya lelah juga mendengar hal yang sama berulang kali hari ini. Bukan hanya hari ini, tapi dulu, dan mungkin akan terjadi di hari-hari berikutnya.
"Sudah beratus-ratus kali aku bilang tidak masalah sama sekali. Aku tidak peduli apa yang kau pikirkan. Sekarang, ayo pakai ini. Aku tidak mungkin membiarkanmu terlantar di rumahku. Urusan ingatanmu itu akan kembali dengan cepat atau tidak, tetap saja kau di rumahku dan sudah menjadi tanggung jawabku."
"Oh, c'mon. Aku semakin menyusahkanmu."
"Aku tidak peduli."
Lion berdecak dengan raut muka tak senang. Ia malah ikutan kesal. Apa Winter tak mengerti kalau ia sekarang ini merasa amat bersalah? Bisakah Winter bertindak tidak terlalu peduli? Maksudnya, tidak peduli dengan segala kebutuhannya?
"Kau tahu, sekarang ini aku kesal," adu Lion.
"Dan aku tidak peduli," balas Winter acuh. Bukannya ia tidak tahu jika Lion sedari tadi memperhatikannya dengan wajah masam. Ia hanya kasihan dengan lelaki itu dan tidak mau membiarkannya kekurangan. Baginya, ini hanya sedikit hal yang bisa ia lakukan untuk menolong karena tidak bisa menolong yang lebih besar, seperti ... memberitakan kecelakaan ini pada dunia luar. Maka, ia menggantikan sisi pengecut itu dengan sisi malaikat agar tidak membuat rasa bersalahnya semakin meluap.
"Aku kesal sekali, Winter."
"Aku tidak peduli."
"Aku kesal, aku kesal, aku kesal!"
"Aku tidak peduli, aku tidak peduli, aku tidak peduli!"
Keduanya bertatapan dengan raut yang sama-sama kesal. Tidak ingin mengalah dan menunjukkan kemenangan dengan berdebat.
"Kau ternyata menyebalkan," kata Lion sembari memajukan bibir, mencemooh Winter.
"Kau juga menyebalkan."
"Fine! Kau menang. Aku malas berdebat!" Lion mengalihkan tatapannya ke sembarang arah. Ia yakin pasti Winter sedang tersenyum mengejek karena berhasil membuatnya bungkam. Apa Winter tahu kalau sekarang ini ia malu karena ditatap intens tadi? Sekarang ia merasa pipinya memanas karena teringat perdebatan mereka. Mengapa sekarang ia mudah malu? Apa yang merasukinya?
"Of course! Sudah seharusnya aku menang! Ayo, kubantu mengganti pakaianmu. Uh, kau memang harus membayar mahal jasaku selama kau sakit."
"Kalau aku kaya, aku akan memberimu pulau sebagai balas budi."
Winter yang sedang membuka kancing kemeja kebesaran Lion yang sebelumnya diberikan pihak rumah sakit, berhenti pada kancing ketiga.
"Kau yakin?"
"Tentu saja. Tapi kalau aku kaya. Kalau sebaliknya, tidak jadi. Palingan aku hanya mengatakan terima kasih."
Winter berdecih kemudian melanjutkan membuka kancing kemeja itu. "Padahal aku sudah senang. Kuharap kau benar-benar kaya. Dari tampangmu kau pasti pengusaha."
KAMU SEDANG MEMBACA
Pembalap Miliarder ✅
RomancePertama kali publish : 18 Februari 2023 Adam Green, pembalap miliarder penyuka tantangan mengalami kecelakaan setelah menerima tantangan balapan dengan musuhnya. Tatkala membuka mata, ia kehilangan semua ingatan, semua kenangan, jati diri, tak lagi...