Chapter - 25. Bertengkar

78 5 0
                                    

HAPPY READING 📖

------------------------------------------

Lion menatap pesan yang tadi ia kirimkan yang tak mendapat balasan. Kesal? Tidak perlu ditanyakan lagi. Belum sempat ia menutup ponsel itu, ia melihat di bagian atas ada kata typing dan seketika langsung mendapat pesan.

'Nanti kita akan makan bersama. Aku mengajak Jake untuk makan bersama kita. Kau masih di kafe tadi?'

Lion mengerucutkan bibir. Maunya tadi ia menutup aplikasi itu agar tidak disangka menunggu atau malah ingin mengirimkan pesan. Pasti Winter menganggapnya begitu atau juga sedang bosan, meskipun itu benar.

'Tidak.' Ia mengetik dengan jawaban singkat. Ia tidak membalas lebih banyak karena masih kesal. Begitu mudahnya ia melupakan perkara tadi hanya karena Winter mengajaknya makan siang? Tidak. Ia tidak akan melupakan itu kecuali Winter membujuknya.

'Jadi kau di mana?'

'Entah.'

Di meja kerjanya, Winter mengerutkan dahi. Apa yang sedang Lion lakukan sampai membalas pesannya singkat begini? Apa Lion sedang bermain game dan tidak ingin diganggu?

'Coba fotokan tempatmu sekarang di mana. Aku mau tahu. Jadi kau tunggu di sana saja dan tidak perlu mencari kami. Kami yang akan ke sana,' balasnya dengan kerutan yang masih tampak di dahi. Lion memang langsung membaca pesan itu, tapi butuh beberapa detik untuk membalasnya, tidak seperti tadi. Ia mengira Lion mungkin sedang mengirimnya foto, tapi ternyata lelaki itu hanya membalas, Nanti.

"Apa-apaan!" Ia hampir menjerit kesal melihat respons itu.

'Kau sedang bermain game, ya?' tanyanya jengkel. Ibu jarinya bahkan menekan layar dengan kuat.

Matanya melotot tatkala tak ada balasan. Centang yang semula biru, menjadi abu-abu yang menunjukkan jika Lion telah keluar dari percakapan dan tidak membaca.

Setelah pertanyaannya itu ia berikan dan tidak direspons juga, ia menutup ponsel dan kembali mengetik. Sisa pekerjaannya tinggal sedikit dan jam juga hampir mendekati jam sepuluh.

Lion sengaja tak membalas. Beberapa menit sebelum jam istirahat baru ia memberikan foto yang diminta Winter. Sudah tidak dibalas, malah mereka harus makan bersama Jake. Membaca pesan itu saja ia mendadak mual. Kenapa harus ada Jake? Ia pikir mereka akan makan berdua saja sembari bercerita banyak hal lagi. Kalau ada Jake, sudah dipastikan ia akan diam seperti batu karena jika ia membuka mulut, ada saja bantahan tak perlu dari Jake.

Ia mengunduh permainan tembak-tembak ikan di ponsel Winter untuk mengusir bosan. Duduk di toko roti ini membuat perutnya lapar. Selagi game masih proses untuk terunduh, ia memesan seporsi roti cokelat sebagai teman makan. Toh, beberapa menit lagi sudah jam istirahat seperti yang Winter katakan.

Tangannya menekan layar ponsel di mana ikan-ikan itu ingin ia tembak. Jika ia bisa menembak ikan tersebut, maka ia akan mendapatkan koin dan koin itu bisa digunakan untuk bermain lagi. Setelah rotinya diantar oleh pramusaji, ia mengambilnya dengan tangan kosong kemudian mengarahkannya ke mulut.

Seluruh dunia langsung teredam pada ponsel dengan kunyahan hingga ia lupa jika ada Winter yang menunggu foto lokasinya sekarang.

***

Winter berjalan bersama Jake keluar dari ruangan. Ia menunduk, melihat ponselnya yang masih belum mendapat jawaban dari Lion. Jadi, ia mengirimkan pesan lagi karena bisa saja Lion lupa dengan pesannya saking keasyikan main game.

"Astaga," gumamnya rendah, tapi dapat didengar oleh Jake yang di sebelahnya.

"Kenapa?"

Winter menggeleng sembari mengetik, 'Kau di mana, Lion?'

Lion yang telah asyik bermain, mengeluh karena ada pop up pesan dari Winter. Barulah teringat jika Winter meminta foto lokasinya.

"Ck," decaknya malas. Tangannya terangkat untuk memfoto lokasi di mana ia pergi lalu mengirimnya disertai dengan pengiriman lokasi juga di WhatsApp.

Setelah terkirim, secepat itu Winter langsung membaca dan lagi ... tanpa membalas.

***

Lion mendiami Winter. Ia masih kesal karena tahu Winter hanya melihat, tidak membalas pesannya tadi. Padahal ia sudah berharap lebih jika ada pujian di sana. Nyatanya, Winter tidak merespons apa-apa. Kekesalnya juga semakin menggunung saat Jake duduk di sebelah Winter, padahal Winter bisa duduk di sebelahnya atau Jake yang duduk sendiri. Kenapa malah mereka berdua? Tanpa sadar ia memutar bola mata dan kembali membuka aplikasi game-nya.

"Kurasa kau membutuhkan pekerjaan. Aku melihat ada lowongan pekerjaan di sana menjadi pramusaji. Kalau kau mau, kita bisa bertanya ke HRD-nya."

Lion tak mendongak dan tetap setia menunduk, bermain game yang akan menghilangkan kegundahan.

"Lion, aku bicara denganmu."

Barulah Lion mendongak dengan wajah tak bersemangat dan tak senang.

"Kalau aku tidak mau?" Memang, ia tidak merespons bukan berarti tidak mendengarkan. Ia memang mengabaikan, tapi tidak bisa mengabaikan sepenuhnya karena Winter adalah perempuan pujaan hati.

"Kalau kau tidak mau, ya sudah. Memangnya aku bisa memaksa," balas Winter dengan nada sinis yang tanpa sadar terdengar. Melihat ekspresi Lion yang sepertinya memusuhi, mau tak mau menyulut untuk balik memusuhi. Sudah sejak tadi Lion sepertinya tak memiliki niat untuk berbicara dengannya. Entah apa yang mengganggu lelaki itu, tapi bukankah Lion bisa menceritakan padanya? Tidak harus berdiam diri begini. Biasanya pun Lion akan mengatakan banyak hal jika merasa terganggu.

Tanpa perintah, pipi Lion mengembung setelah mendengar kata-kata Winter yang menyayat. Ia pikir akan dibujuk, tapi lagi-lagi tidak. Ia malah mendapat balasan yang lebih pedas. Padahal bukan itu maksudnya.Tidak ada perbincangan di antara mereka. Lion yang gundah gulana melampiaskannya pada game tembak ikan, sementara Winter diam karena menduga-duga tingkah Lion.

Merasakan senggolan dari Jake, ia menoleh sembari mengangkat alis.

"Kau mau makan apa? Biar kupesankan."

Lion berdecih kesal. "Sok perhatian," komentarnya tanpa melihat dengan senyum mengejek mengarah pada layar ponselnya.

"Jadi kau cemburu karena Winter lebih dekat denganku?" Perkataan Jake menembak Lion tepat ke jantung, menyebabkan Lion terdiam bak patung.

Winter pula ikut terdiam sembari berpikir keras. Apa perbedaan tingkah Lion ada penyebabnya dengan kehadiran Jake di sini? Ia tidak mau mengansumsikan jika Lion cemburu karena bisa memengaruhi hatinya untuk terlalu percaya diri. Tapi ia meyakini kalau Jake menjadi penyebab lelaki itu secuek ini, walaupun ia tidak tahu alasan pastinya.

"Sok tahu," balas Lion dengan suara kecil.

"Halah! Bilang saja kalau cemburu! Memangnya kenapa kalau aku dekat dengan Winter? Kau mau memukulku? Kuakui kau tampan, tapi bukan berarti Winter akan menyukaimu. Apalagi tingkah labilmu itu bisa membuat perempuan dewasa seperti Winter akan ilfil," hina Jake blak-blakan tanpa peduli perasaan Lion.

Tak ingin merasa kalah hanya karena dihina, Lion membalas sama pedasnya. "Karena aku tampan, jadi kau merasa tersaingi? Kalau aku menyukai Winter, memangnya kau mau apa? Memangnya itu urusanmu? Kau saja sok-sok perhatian dan kadang perempuan dewasa pun tidak menyukai lelaki sok sepertimu. Lagi pula, aku lebih unggul karena tampan dan baik. Tidak sepertimu yang baik ada maunya."

"Oh, ya? Aku ada maunya? Bukan kau? Sepertinya kau sedang membicarakan dirimu sendiri."

"Kalau aku membicarakan diriku sendiri, untuk apa aku membalasmu. Pasti aku lebih baik berdiri di depan kaca dan bicara."

"Sudah-sudah. Apa-apaan kalian bertengkar di sini." Winter menengahi, meskipun ia sedang terpengaruh dengan kata-kata Lion yang mengatakan menyukainya. Isi kepala mengatakan jangan baper, tapi ... perempuan mana yang tidak meleleh jika diakui langsung begitu?

.

.

.

TO BE CONTINUED

Pembalap Miliarder ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang