HAPPY READING
--------------------------------------"Dipsy, Lala, Pooooo." Pagi-pagi sekali, Lion telah berada di dapur, menyiapkan sarapan yang tidak diketahui Winter karena itu niatnya hari ini. Ia ingin saat Winter pergi bekerja pagi ini, makanan sudah tersedia, jadi Winter tidak perlu repot lagi untuk masak. Ia yang akan membereskan semua peralatan masak nanti. Jadi, saat Winter pulang pun, rumah ini sudah bersih. Memangnya apalagi yang bisa ia berikan jika tidak dari hal-hal kecil? Ia masih belum bisa memberikan uang sebagai balas budi. Toh, nyawanya sama sekali tidak bisa dibayar dengan uang, apalagi digantikan. Maka, ia akan menggunakan nyawanya yang ini untuk melakukan sesuatu yang tidak buruk. Bisa saja dulu ia melakukan hal-hal yang buruk dan merugikan.
"Dipsy, Dipsy. Lala, Lala. Pooooo, Pooooo." Itu terus yang mengalun dari bibirnya. Ia tidak tahu harus bernyanyi apa karena hanya itu yang ia ingat. Mungkin ia harus mencari referensi lagu yang lebih banyak daripada hanya sekedar lagu Teletubbies. Sangat memalukan sekali jika ia tidak bisa menghapal lagu lain. Bagaimana jika Winter mendengar? Jatuhlah harga dirinya.
"Dipsyyy. Lalaaaa. Pooooo." Tetap saja ia menyanyikannya karena jika berhenti, maka ia akan kesepian karena tanpa suara. Ponsel saja ia tidak punya. Tidak mungkin jika ia meminta Winter untuk membelikannya. Memang tak tahu diri.
"Dipsyyy--" Belum menyelesaikan nyanyian, suara Winter yang menyapa mengejutkan diri tampan yang mendadak tidak merasa keren karena pasti Winter mendengarnya bernyanyi, meskipun hanya satu kata.
"Kau yang membuat sarapan?" tanya Winter sembari duduk dan melihat ke meja makan yang telah tersedia American Pancakes beserta susu cokelat.
"Tentu saja. Coba kau cicip, itu pasti enak," kata Lion, menutupi kecanggungan mengenai nyanyiannya tadi. Untung saja Winter tidak membahas atau untung saja Winter tidak mendengar. Memalukan sekali kalau sampai ucapan itu tercetus dari bibir Winter. Entah di mana lagi harga diri yang seharusnya ia junjung tinggi ini.
Winter masih berada dalam kebingungan. Pagi ini sepertinya ada sesuatu yang membuat Lion menjadi lebih rajin. Lelaki itu memang rajin, hanya saja ia cukup bingung karena sarapan sudah tersedia, biasanya ia harus repot-repot membuat. Tanpa permisi, hati yang semula dingin, langsung tersipu hangat. Itu adalah perhatian kecil yang tidak ia duga akan didapat. Hatinya bisa lumpuh karena pembuluh darah yang mengganti kinerja dengan penyebab terbesarnya adalah Lion, lelaki manis yang mencuri satu detakan jantung berbeda dari biasanya.
"Aku tidak menyangka kau memasak sarapan pagi-pagi sekali," cetus Winter setelah menggigit pancake yang ditetesi madu.
Lion hanya tersenyum dan ikut duduk menikmati sarapan paginya. Ia tidak mau berkata apa-apa karena ia telah menjawab di dalam hati.
Karena aku tidak mau kau kelelahan.
Jika ia mengatakannya, Winter pasti akan mengelak dengan mengatakan tidak. Padahal ia tahu jika perempuan itu sudah cukup lelah dengan pekerjaan. Ia pun tidak mau menjadi lelaki egois dengan membebankan semua pekerjaan rumah kepada Winter, sementara ia malah duduk diam.
Tidak ada suara lagi selain kunyahan. Tiba-tiba atmosfir kecanggungan menyelimuti, sehingga tak satu pun kata terlontar karena sibuk dengan pikiran.
Saat Winter selesai makan dan hendak membawa piringnya ke wastafel untuk dicuci, Lion langsung mencegat.
"Jangan. Letakkan saja di situ. Jangan dicuci, biarkan aku yang mencucinya. Kau bisa pergi kerja sekarang. Jangan sampai terlambat." Lion ikut berdiri dan membawa piringnya ke wastafel, kemudian mengambil alat makan Winter dari tangan perempuan itu. "Pergilah, serahkan semuanya padaku."
KAMU SEDANG MEMBACA
Pembalap Miliarder ✅
RomancePertama kali publish : 18 Februari 2023 Adam Green, pembalap miliarder penyuka tantangan mengalami kecelakaan setelah menerima tantangan balapan dengan musuhnya. Tatkala membuka mata, ia kehilangan semua ingatan, semua kenangan, jati diri, tak lagi...