Chapter - 3. Apa ini ketakutan Shivan?

199 11 1
                                    

HAPPY READING 📖

--------------------------------------------

Cara Levina menatap kepergian Shivan sejenak, lalu beralih ke Adam yang duduk tenang di kursi rotan bermodel kuno itu sembari merokok.

"Sepertinya Shivan marah."

Adam tertawa dan menjentikkan jari untuk membuang abu rokok. "Biarkan saja."

"Kau tidak mau mendengar alasannya? Dia menahanmu pasti ada sebabnya, kan?"

"Penyebabnya hanya ketakutan," jawab Adam.

Cara memejam dan tidak berniat untuk melanjutkan percakapan mereka karena tahu tidak akan berakhir baik juga. "Jadi, apa rencanamu?"

"Tentu saja banyak. Aku tahu aku akan menang."

"Dan melamarku?" Cara mendekat. Tangannya terulur untuk mengelus bahu Adam, berupaya merilekskannya. "Kau tegang sekali, Sayang."

Adam melempar rokoknya jauh-jauh dan setelahnya mendongak. "Setelah balapan itu, aku akan menikahimu."

"Tidak ada sesi lamaran?"

"Aku tidak mau mendengar penolakan. Setelah balapan kau harus menikah denganku. Itu perintah."

Cara membuka mulutnya tak percaya. "Jadi hubungan kita benar-benar akan seserius itu?"

"Tentu saja. Sejak kapan aku main-main?"

Senyum mengembang tak bisa Cara elakkan dari bibir. Ia memeluk leher Adam dan menunduk, meletakkan kepalanya di atas kepala Adam. Bibirnya mengecup singkat pelipis Adam sembari berkata, "Kau memang tahu apa yang wanita inginkan."

Adam menggenggam tangan Cara, membawanya ke depan bibir dan mengecupnya lembut dengan mata terpejam. Ia tidak tahu apa ia benar-benar mencintai Cara atau tidak. Ia bahkan belum memastikan perasaannya sendiri. Tapi ia tahu ia nyaman berada di samping perempuan itu. Setidaknya jika ia belum sepenuhnya mencintai Cara, ia memiliki kunci untuk mempertahankan hubungan mereka. Kenyamanan.

***

Vroom, vroom.

Suara mobil yang digas, menunggu kepastian untuk melancarkan aksi besar meraih kemenangan.

PERINGTON, nama yang Adam sematkan di mobil merah kesayangannya telah siap untuk diadu. Adam kembali mengecek mesin Perington agar tidak mengalami kerusakan di tengah balapan. Hanya Perington yang bisa ia andalkan selama beberapa menit ke depan. Perington juga bisa membawanya menuju kemenangan dan kekalahan, jadi ia ingin semua siap, termasuk dirinya sebagai pengendali.

Pertandingan ini memang begitu liar dan sama sekali tidak memiliki izin. Dulu mereka pernah ditegur karena membuat wilayah balap liar dan malah tak sengaja menewaskan ibu dan balita. Tapi karena uang, semuanya berjalan mudah. Kasus itu sama sekali tidak pernah terkuak ke media lagi dan sampai sekarang mereka mampu membuat wilayah sendiri untuk balap liar seperti sekarang tanpa izin resmi. Beberapa orang yang lewat di jalanan itu pun, mempertanyakan siapa yang menjadi penyebab jalanan memiliki corak garis hasil decitan ban.

"Kau tidak pakai pelindung balapmu?" tanya Shivan dengan alis berkerut karena Adam hanya menggunakan pakaian biasa untuk berbalap liar. Apa Adam lupa betapa pentingnya peralatan keamanan itu?

"Kau lihat dia." Adam menunjuk Bright yang sedang meminum alkohol bersama teman-temannya di samping mobil biru mengkilap. "Tanpa pelindung balapku, aku bisa mengalahkannya karena keteledoran mereka. Jadi apa yang perlu dikhawatirkan?"

"Tapi bukankah sebaiknya kau pakai pengamanmu? Bisa saja di pertengahan jalan ada sesuatu yang buruk." Shivan bersikeras untuk mengikuti setidaknya ucapannya sekarang ini. Ia tidak butuh apa-apa selain Adam menuruti kata-katanya.

Pembalap Miliarder ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang