HAPPY READING 📖
----------------------------------------------
Winter menggoyangkan tubuh kemudian menyeret kakinya ke sebelah Lion dengan tangan memegang spatula. Bersama dengan tubuhnya, kepalanya pun ikut bergoyang.
Lion ikut bergoyang karena tertular aksi Winter, juga karena lagu yang dimainkan sangat enak didengar. Rambut yang memanjang, pun ikut bergoyang.
Keduanya bertatapan dengan bahu bergoyang, kemudian semua alat masak diletakkan di meja dan mereka menyatukan tangan, bergoyang bersama sesuai beat lagu.
Winter berputar-putar sembari bernyanyi. Kakinya bergerak ke belakang Lion dan meletakkan tangan di bahu Lion kemudian menggoyangkannya. Lion tertawa dan pinggul yang masih bergoyang, ia goyangkan semakin heboh.
"I guess it is what it is. Wrong place, wrong time. But I couldn't resist. Those night time white lies. Stuck on your lips. You were my heaven sent. Now if I never see you again. I guess it is what it is. False hope, broke me. Like I'm something to fix. Road-trip type love. Then we drove off a cliff. You were my heaven sent. Now if I never see you again. I guess it is what it is." Nyanyian Winter menimbulkan kekehan Lion yang kebetulan memang tidak tahu lirik. Tapi, ia akui jika lagu ini sangat-sangat enak dan bersahabat di telinga. Tak cukup sekali mendengarnya karena seolah memiliki candu untuk diulang. Lagu yang dinyanyikan oleh Jamie Miller itu terus-menerus menggoyangkan seluruh tubuh, memberikan stimulus bahagia untuk kedua manusia yang sedang berkutat dengan masakan yang belum jadi.
Mereka bergenggaman kemudian melompat-lompat seperti teletubbies dan saat Lion menjulurkan tangan, Winter berputar kemudian ditangkap Lion seperti berada di lantai dansa. Setelahnya, mereka kembali berjoget ria hingga lagu usai.
Keduanya tertawa terbahak-bahak ketika lagu sudah berganti. Ada bau aneh yang memasuki hidung dan membuat mereka mengerutkan dahi. Winter yang sadar, langsung melotot.
"Astaga, makanan kita gosong!" pekik Winter sembari ke panci, begitupun Lion yang ikut panik. Karena lagu dan asyik bergoyang, malah ada makanan yang di atas panci terlupakan. Apalagi masakan itu sebentar lagi akan matang.
"Ah, sial!" Winter menggerutu sembari membuang makanan yang telah menghitam itu ke tong sampah. Sebetulnya di bagian atas masih memiliki warna, hanya saja di bagian bawah sudah gosong tak terkira. Jika dimakan, rasa pahit pasti lebih terasa dan pekat. Daripada menahan siksa karena makanan pahit dan tidak menyehatkan, lebih baik ia buang dan memasak lagi, meskipun harus membuang waktu lagi.
Lion yang sedari tadi melihat, menggaruk tengkuk karena masakan mereka gagal. Ia yang sudah lapar ini harus menahan lagi untuk beberapa menit. Padahal ia sudah senang tadi kalau masakan mereka akan segera selesai. Ia tidak mengira hanya ditinggal beberapa menit saja bisa gosong.
Winter sibuk mencuci panci itu karena lengket dan gosong. Kalau sudah begini, ia malas memasak lagi dan memilih makan seadanya. Apalagi panci ini tergolong sulit untuk bersih karena bumbu-bumbu yang lengket dan harus disikat pakai banyak tenaga. Ini salahnya karena lupa mengecilkan api tadi. Tapi ... mau bagaimana lagi, sudah terjadi.
"Semangat! Aku bisa menunggu untuk masakan lain. Tinggal omelet itu saja, kok." Lion menyemangati karena melihat Winter yang kesal. Ia mendekati perempuan itu, menyelipkan helai rambut yang berjatuhan di sisi wajah agar tidak menghalangi Winter memasak.
Winter langsung menoleh mendapatkan sikap aneh itu. Melalui tatapan yang bertanya, Lion tersenyum kecil menanggapi lalu berkata, "Kau seharusnya mengikat rambut dengan benar. Itu mengganggu. Bisa-bisa hanya karena rambut, kau pun akan marah pada rambutmu itu."
Winter memutar bola mata sebagai pengalihan jika ia sedikit gugup diperlakukan seperti tadi. Hampir saja ia berpikiran yang aneh-aneh.
"Sepertinya kau pun harus memotong rambut karena rambutmu sudah panjang. Selesai makan kita akan pergi ke barbershop," kata Winter sembari memulai fokus untuk memasak omelet yang sempat gagal tadi.
Tak banyak bantahan, Lion mengangguk cepat dengan senyum yang dikulum. Di matanya sekarang, perempuan yang menggunakan apron biru tua itu sangat mempesona. Rambut yang dicepol ke atas, memperlihatkan bentuk leher yang tidak terlalu panjang, tapi cukup menggoda.
"Mau kubantu?"
Mendapat gelengan dari Winter, Lion mulai sedih karena merasa tak dibutuhkan. Akhir-akhir ini ia merasa seperti lelaki yang tidak memiliki banyak kemampuan karena suka sekali bergantung dengan orang. Ia merasa tak berguna.
"Kau bisa menata makanan kita dan mencuci semua ini kalau sudah siap." Seandainya tadi ia tidak bertanya, mungkin ia tidak akan merasa sakit hati karena malah diperlakukan seperti pembantu. Bagaimana bisa Winter dengan mudah melimpahkan semua pekerjaan padanya? Kalau sudah begini, ia benar-benar menyesal bertanya dan menyesal karena sempat merasa tak berguna. Nyatanya, ia sangat berguna. Kalau tidak berguna, Winter tidak mungkin memanfaatkannya seperti ini.
"Kau akan membantuku?" tanya Lion hati-hati. Orang pintar mana yang akan menganggap itu pertanyaan bagus? Namun, ia hanya mengetes apakah Winter akan menyadari pertanyaan bodoh ini atau tidak, sekaligus menantang Winter.
"Tadi katanya kau mau membantuku. Kenapa malah jadi aku?"
Sial! Lion mengumpat dalam hati karena Winter tidak sebodoh yang ia kira. Sudah pasti ia tidak akan bisa mengelak dan harus melakukan apa yang perempuan itu suruh tadi. Ia juga menyodorkan diri untuk membantu, tidak mungkin ia malah berkata tidak jadi. Pasti Winter akan mengamuk.
"Hanya mengetes." Itu adalah alibi yang cukup membantu karena Winter tidak lagi mengeluarkan suara. Ingin mengembuskan napas kuat, tapi takut Winter sadar kalau ia tidak senang dengan suruhan tadi. Sekarang ini ia menahan kekesalan karena tingkah sok baiknya tadi.
"Alright! Makanan kita sudah selesai. Ayo, makan!" seru Winter sembari mengangkat piring yang sudah terisi omelet itu ke meja. Ia mengambil tempat duduk sembari melepaskan apron dan meletakkannya sembarang. Perutnya sudha keroncongan meminta makan, jadi barang-barang yang berserakan itu bisa dikemas nanti.
Padahal sudah bersiap untuk menikmati makan sekaligus beristirahat, terdengar suara ketukan pintu. Dengan kekesalan berapi, Winter berdiri sembari mendorong kursi dengan bokongnya hingga terdengar suara kuat. Ia berjalan ke pintu, melihat siapa tamu tak diundang yang mengganggu acara makan malamnya ini.
"Hello, Motherfucker!" Setelah pintu terbuka, Winter melotot karena mengenal ... bahkan sangat mengenal siapa orang yang telah menjadi pengganggu rumahnya malam-malam.
"Aku masuk, ya." Tanpa mendengar balasan salam dan balasan permintaannya, Jake langsung menyosor masuk dan mencium bau enak yang berasal dari dapur. Lagi, tanpa mendengar apa-apa dari Winter, ia melesat pergi ke dapur untuk ikut makan karena tahu Winter pasti sedang mengisi perut.
Melihat ada sosok lain di dapur, Jake hampir berteriak karena tak menyangka temannya itu menyimpan manusia di rumahnya.
"Winter! Dia siapa?!" tanyanya histeris pada Winter yang kini berdiri di sebelahnya, "Dia pacarmu?!"
.
.
.
TO BE CONTINUED
KAMU SEDANG MEMBACA
Pembalap Miliarder ✅
RomansaPertama kali publish : 18 Februari 2023 Adam Green, pembalap miliarder penyuka tantangan mengalami kecelakaan setelah menerima tantangan balapan dengan musuhnya. Tatkala membuka mata, ia kehilangan semua ingatan, semua kenangan, jati diri, tak lagi...