HAPPY READING 📖📖
--------------------------------------------
"Sudahlah, Adam. Jangan mempermalukan dirimu, Sayang," gumam Winter yang merasa jika tindakan Adam itu berlebihan, meskipun ia merasa tersanjung karena ada lelaki yang begitu menghargainya. Tapi tidak mungkin hanya karena menghargainya, Adam harus menjatuhkan harga diri di depan banyak orang. Ia tidak mau seegois itu.
Setelah tangis itu reda dengan sendirinya, Adam tersenyum dengan mata yang sesekali terpejam untuk menetralkan sesak.
"Kau benar-benar cantik, Sayang. Cantik sekali." Adam tak bisa mengalihkan pandangan ke mana pun. Dunianya tertuju hanya pada Winter, si pemilik nama yang ternyata sesuai dengan kepribadiannya. Dingin. Sayangnya, dingin itu akan berubah hangat di tangan orang yang tepat. Dan orang yang tepat itu adalah ia sendiri, suaminya.
"Kau juga tampan sekali. Pria paling tampan yang pernah kutemui. Aku bahkan tidak menyangka bisa menikah dengan pria tampan sepertimu. Padahal awalnya aku sama sekali tidak berekspetasi apa-apa."
"Baiklah, Pengantin. Sekarang sesi untuk bersumpah. Jadi, pembicaraan kalian mungkin harus dilanjutkan di rumah."
Begitulah mereka, kalau sudah di satu topik, pasti akan ada topik lainnya untuk dibahas, seolah cerita tidak pernah selesai.
***
Berada dalam gendongan Adam, Winter berusaha menutupi rona merah yang takutnya tidak bisa tersamarkan oleh riasan wajah. Ia masih tidak menyangka bisa menikahi pasangan setampan ini. Di balik balutan kemeja putih dan jas hitam itu, pasti ada tubuh menggugah selera yang enak dipandang. Ia tidak ingin memikirkannya, tapi karena waktunya beberapa detik lagi mencapai kamar, membuat otaknya bereaksi tidak pantas.
"Apa yang istriku ini pikirkan?" Suara Adam membuyarkan khayalan. Ia hampir mendongak, tapi tahu kalau pipinya memerah. Mungkin pipinya sedikit-sedikit bisa tersamarkan. Tapi bagaimana dengan telinga?
"Tidak ada," jawabnya dengan suara kecil, membiarkan Adam menurunkannya di atas ranjang dan menatapnya yang kini tidak bisa lagi ia hindari.
"Yakin? Sepertinya aku sudah bisa membaca pikiranmu. Kau pasti memikirkan hal yang jorok, kan?" Winter melotot tak terima. Meskipun itu benar, tapi Winter tidak mau Adam menebaknya dengan mudah. Jadi, ia harus mengeles banyak dan jual mahal.
"Kau yang berpikiran jorok! Aku tidak berpikir apa-apa!"
"Kuakui sepanjang jalan tadi aku sudah memikirkan hal-hal yang menyenangkan untuk malam ini. Tapi kalau kau bilang kau tidak memikirkan apa-apa, aku sama sekali tidak yakin. Kau tidak memikirkan hal yang sama denganku?" Semburat merah sudah tak bisa dihindari. Rasanya pipi ini membengkak seperti gajah secara tiba-tiba.
"Kan, ketahuan! Sudah kuduga kau pasti berpikiran jorok. Masa pikiran istriku, tidak bisa kutebak." Godaan Adam membuatnya ingin menangis karena ketahuan. Ia bingung kenapa tidak bisa melawan. Ia bingung kenapa tidak bisa membantah sedikit saja. Apa karena ini efek gugup? Ia bahkan merasa takut sekarang ini. Astaga, apa-apaan, sih? Bisa tidak pikirannya tidak perlu seburuk itu? Ia pun jadi kesal sendiri.
"Sekarang, lebih baik kita membersihkan diri. Rasanya gerah sekali." Winter langsung mengangguk cepat tanpa suara. Ia berdiri, berencana untuk membuka gaunnya yang begitu besar dan sumpek seperti berada di kumpulan sampah. Ingin membuka bagian belakang, Winter terkejut karena lengan Adam telah melingkar manis di perutnya, sekaligus pria itu memberi kecupan-kecupan ringan di sepanjang leher yang terbuka bebas.
"Biarkan aku membantumu." Tubuh Winter kaku seperti kayu. Ia tidak merespons apa-apa. Otaknya kosong. Tindakan itu membuatnya membeku. Jemarinya terkepal erat dengan mata yang terpejam. Ia tahu ini akan terjadi, tapi ia begitu gugup, seolah besok akan dicambuk mati. Kerutan di dahinya menjelaskan betapa ia tersiksa di situasi ini. Tubuh mereka memang masih berbalut kain. Tapi kedekatan mereka tanpa celah ini juga menyiksa.
"Santai saja. Jangan terlalu tegang. Semua akan baik-baik saja." Winter tahu semua akan baik-baik saja. Namun, ia masih merasa tidak sanggup dengan prosesnya. Entahlah. Ia sekarang tidak mau berpikir banyak. Ia membiarkan tubuhnya sekarang ini dikendalikan oleh Adam. Apa yang Adam ingin lakukan dengan tubuh ini, ia persilakan. Karena hari ini, ia resmi menjadi milik Adam seutuhnya.
***
"Halo, Pengantin baru! Bagaimana rasanya? Menyenangkan?" Seruan Jake membangkitkan kembali kebugaran yang tadinya lenyap entah ke mana. Winter bangun, merasakan tubuhnya begitu pegal seperti bergulat. Ia mengucek mata, melihat jam sudah di pukul hampir setengah sembilan. Tubuhnya yang hanya berbalut selimut itu sudah begitu nyaman bersentuhan dengan ranjang. Ternyata ada enaknya juga tidur tanpa berpakaian. Di sebelahnya yang biasanya kosong, sekarang sudah ada suaminya, Adam Green. Namanya kini bukan lagi Winter Dawn. Padahal ia menyukai nama itu. Seperti musim dingin dalam senja. Apa-apaan! Ia menyukai nama itu karena bagus. Kalau menjadi Winter Green ... agak aneh, kan? Tapi ... tidak penting. Yang penting ia sudah mendapatkan pria yang tak lain dan tak bukan adalah Adam Green. Si Pembalap Miliarder yang katanya akan menjamin hidupnya bahagia. Jadi, mari kita lihat.
"Hei, kalian berdua! Capek sekali, ya, betempur semalam sampai aku teriak pun masih tidak bisa didengar?" Winter yang tadinya masih duduk santai, mendadak panik. Ia mengenal jelas suara itu. Si menyebalkan Jake yang tidak tahu aturan malah masuk ke rumahnya. Tanpa izin pula. Ia akan mengetok kepala itu sampai benjol baru tahu rasa. Ia buru-buru beranjak dengan selimut yang ia pikirkan, sayangnya tidak semudah itu. Hampir saja ia membuka aurat Adam. Ia baru sadar lelaki itu pun sama sepertinya. Tidak mengenakan apa-apa. Kalau ia mengambil selimutnya, sangat tidak etis membiarkan Adam tidur sendirian dengan kondisi tanpa pakaian.
"Jake sialan!" Ia sudah seperti melakukan cinta satu malam kalau begini karena meninggalkan Adam sendirian di atas tempat tidur. Lihat saja saat ia bertemu Jake nanti. Ia akan memberinya beribu pukulan. Gila memang orang satu itu.
"Hei, kalian. Susah sekali, ya, menyahutku? Bagaimana malam kalian? Pasti seru, kan?" Ucapan melantur Jake membuat Winter tak tahan untuk menyelesaikan mandinya. Meskipun ia harus menahan sakit di area selangkangan, tetap saja keinginan untuk meninju Jake lebih besar.
Saat keluar dari kamar mandi, ia terkejut karena Adam sudah terbangun sembari menumpu kepala dengan tangan, menghadapnya. "Kau sudah bangun ternyata."
"Temanmu itu berisik sekali. Seperti ibu-ibu."
"Aku tidak sabar menghajarnya. Dia memang ingin dipukul. Gila saja pagi-pagi begini sudah teriak-teriak!" Mengingat itu, Winter kesal setengah mati. Ia tidak bisa menahan diri lagi, langsung saja menemui Jake dan melayangkan pukulan enak untuk diterima.
"Aw, aw! Kenapa aku dipukul?" Jake mengelak, tapi Winter tetap tidak mau kalah, melanjutkan pukulannya.
"Rasakan! Rasakan! Kau mengganggu saja, bodoh!" Winter meraih gagang sapu, melayangkannya ke badan pria itu. Lama-lama ia bisa cepat tua berhadapan dengan Jake ini.
"Awas kalau kau berani mengganggu pagi-pagi begini lagi!"
"Kenapa? Sudah merasakan enaknya—".
.
.
TO BE CONTINUED
KAMU SEDANG MEMBACA
Pembalap Miliarder ✅
Lãng mạnPertama kali publish : 18 Februari 2023 Adam Green, pembalap miliarder penyuka tantangan mengalami kecelakaan setelah menerima tantangan balapan dengan musuhnya. Tatkala membuka mata, ia kehilangan semua ingatan, semua kenangan, jati diri, tak lagi...