Michael menengok ke sana kemari ketika ia kembali dan tidak mendapati sang nona berada di tempat ia menunggu sebelumnya. Matanya menangkap sesuatu, tas yang dibawa Alice teronggok begitu saja di atas sebuah kursi.
"Ke mana anak itu? Apa mungkin ke toilet?" gumamnya.
Ia kembali menatap sekitar, dan akhirnya memutuskan untuk bertanya kepada seorang wanita yang berada tak jauh dari tempatnya berdiri. Orang itu tampaknya sudah berada di sana sejak tadi karena ketika ia pergi, wanita itu juga di sana.
"Maaf, Nyonya," panggilnya sopan, wanita itu menoleh lantas tersenyum.
"Ada yang bisa kubantu?"
"Apa kautahu ke mana perginya orang yang duduk di sana?" tanya Michael menunjuk kursi tempat ia menemukan tas milik Alice.
"Rambutnya panjang dan matanya biru," tambahnya lagi.
"Ah, gadis itu? Tadi kulihat ia duduk sendirian di sana, kemudian ada dua orang pria yang menghampirinya lalu ia pergi bersama mereka."
"Kautahu mereka pergi ke mana?"
Wanita itu menggeleng. "Aku tidak memperhatikan, tapi mungkin mereka pergi ke luar area bandara," jawabnya tak yakin.
Ah, mungkinkah diculik? pikirnya tak yakin.
Tentu saja, penjahat bodoh mana yang nekat menyergap seseorang di tengah keramaian seperti ini? Namun, bukan berarti itu tak mungkin.
"Kalau begitu. Terima kasih banyak."
"Sama-sa—"
Senyum wanita itu memudar, berganti dengan ekspresi syok ketika secepat kilat pemuda di hadapannya berlari menjauhinya begitu saja.
"Ce-cepat sekali...?"
#
"Masuk!"
Dengan tenang, Alice menurut dan mendudukkan dirinya di jok belakang mobil. Di dalam mobil itu ternyata telah ada seorang rekan mereka yang menunggu di kursi pengemudi.
"Hooo, lihat apa yang kalian dapat? Manis sekali," komentar pria yang duduk di belakang setir itu. "Dia akan sangat mahal jika dijual."
"Jangan sembarangan," sahut pria berkepala plontos yang kini duduk di sebelahnya. "Kau tidak tahu anak ini? Dia anak orang yang sangat kaya, Alice Worth. Kita akan dapat masalah jika pemberitaan hilangnya dia tersebar."
My, my, ternyata mereka mengenalku?
Alice menoleh ketika pria berbadan tambun yang tadi membekapnya membuka pintu mobil dan duduk di sebelahnya.
"Dia benar. Sebaiknya kita hanya minta tebusan, jadi tidak perlu berurusan dengan polisi. Yaah, itu pun jika mereka cukup pandai untuk tidak melapor," Tambah pria yang duduk di sebelah Alice, "karena kami tak akan segan-segan berlaku kasar jika orang-orangmu itu tidak menuruti apa yang kami katakan, nona manis."
Alice hanya menatap dingin ketika lelaki tambun itu meraih dagunya dan tersenyum menjijikan kepadanya.
"Sebaiknya kita segera pergi," komando si Plontos, kemudian mobil itu segera melaju meninggalkan area parkir.
#
"Di mana mereka?"
Michael menoleh ke sana kemari, mencoba menemukan keberadaan sang nona. Ia tahu bahwa gadis itu masih ada di sekitar tempat ini, ia bisa merasakan hawa milik sang majikan.
Ia melirik sebuah mobil yang baru saja meninggalkan area parkir, bersamaan dengan hawa milik Alice yang ia rasakan menjauh dan perlahan menghilang.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Lady and the Devil
FanfictionSeolah tak pernah puas akan luka yang telah ia torehkan di masa lalu, sang waktu terus menghempaskan gadis itu hingga hatinya membeku. Rasa sakit dan dendam ... membuatnya terjatuh kian dalam. Ia membenci ..., ia membunuh hatinya sendiri. Hingga seb...