"Aaakkh!! Sudah cukup!! Aku tidak sanggup lagi!!"
Michael terkekeh kecil melihat Alice yang memekik putus asa sembari menghempaskan tubuhnya dengan kasar di atas kasur. Ia menghampiri gadis itu dan duduk di sisi ranjang.
"Anda baik-baik saja?"
Alice mengangkat kepalanya, menatap datar Michael yang masih saja tersenyum santai.
"Aku. Sama sekali. Tidak baik-baik saja!" cetus Alice penuh penekanan.
"My, my, ada apa dengan Anda, Nona? Tak biasanya Anda bersikap berlebihan seperti ini."
"Berlebihan? Berlebihan katamu?"
Dengan cepat Alice bangun dari posisi rebahannya, ia duduk tepat di depan Michael dan kini meremas kerah baju butler-nya itu dengan kesal.
"Kautahu apa saja yang terjadi padaku selama seminggu ini?!"
Lelah, marah, dan putus asa tampak campur aduk dalam raut wajah gadis itu. Ahh, mari kita mundur ke beberapa waktu belakangan ini.
5 hari yang lalu....
"Kak, mau jadi pacarku tidak?"
Alice menatap seorang gadis yang berdiri di hadapannya, balik menatapnya dengan mata berbinar. Sepertinya dia salah satu adik kelasnya dari kelas 10. Entah siapa namanya, Alice tak ingat. Padahal gadis itu baru saja menyebutkan namanya beberapa menit yang lalu.
Segaris senyum canggung terlihat di wajah dingin yang tengah mencoba bersikap ramah itu. Alice berdeham sesaat, coba memilah kata-kata yang cukup baik dalam kamusnya.
"Maaf ... aku tidak bisa."
3 hari yang lalu....
"Te-terima kasih sudah datang."
"Hm." Alice tersenyum tipis, menanggapi seorang gadis berpenampilan sedikit nerd yang tampak malu-malu di hadapannya.
"Jadi? Ada apa?" tanya Alice kemudian.
"Itu ... aku menyukaimu."
Lagi?
Alice menatap gadis di hadapannya selama beberapa saat, kemudian menghela napas tanpa sadar.
"Maaf, ya...."
Rasanya akhir-akhir ini kata-kata "maaf" mudah sekali meluncur dari mulutnya.
Kemarin....
"Ada perlu apa memanggilku kemari?"
Alice menatap datar seorang gadis di hadapannya yang balik menatapnya dengan wajah memerah. Ia mengamatinya sesaat, sepertinya orang ini seangkatan dengannya. Terlihat dari lokasi yang ada di lengan kanan bajunya, menunjukkan bahwa ia berada di kelas 11.
Wajah gadis itu tampak semakin merah padam ketika Alice menatapnya tanpa ekspresi sembari menyelipkan kedua tangannya di saku celana, berdiri tanpa beban. Alice mulai bisa membaca ke mana ini akan mengarah.
"Aku ...,"--gadis itu terdiam sebentar, jelas sekali jika ia sedang gugup--"aku ... sebenarnya aku...."
"Ya?" Alice mulai tidak sabar, makhluk di depannya ini sungguh bertele-tele.
"Itu ... aku ... aku fans-mu!"
Krik.
"Oh. Terima kasih."
KAMU SEDANG MEMBACA
The Lady and the Devil
FanfictionSeolah tak pernah puas akan luka yang telah ia torehkan di masa lalu, sang waktu terus menghempaskan gadis itu hingga hatinya membeku. Rasa sakit dan dendam ... membuatnya terjatuh kian dalam. Ia membenci ..., ia membunuh hatinya sendiri. Hingga seb...