(Beberapa tahun kemudian)
Cahaya pagi mengintip malu dari sela tirai yang menutupi jendela kaca. Ruangan yang berdominasi warna baby blue itu terlihat remang meski mentari di luar telah bersinar cerah. Perlahan, kelopak mata sang pemilik kamar terbuka. Menampakkan sepasang iris sapphire yang sama birunya dengan langit pagi di luar.
Gadis itu bangun dan mendudukkan dirinya di sisi ranjang, helaan napasnya yang terdengar malas menyambut pagi. Ia menatap langit-langit kamar, kemudian melirik ke arah kiri. Ke arah jendela yang masih tertutupi tirai, lebih tepatnya. Sampai kemudian matanya terbelalak sempurna lantas beralih cepat menatap jam dinding di sisi kamar.
"Astaga! Aku kesiangan!"
Brak! Bruk! Brak! Bruk!
Suara langkah terburu setengah berlari terdengar kemudian, mengusir ketenangan pagi hari yang damai.
Gadis itu baru menghela napas ketika telah sampai di meja makan. Di mana ayah dan ibunya tampak menikmati sarapan pagi dengan tenang.
"Mengapa kau terburu-buru sekali, Sayang?" tegur sang ibu lembut.
"Kenapa kalian tidak membangunkanku? Aku terlambat ke sekolah!"
"Santai saja, makanlah sarapanmu dulu. Kau bisa berangkat bersama ayah nanti."
"Masalahnya aku harus memberi sambutan siswa baru hari ini. Aku berangkat duluan, sampai jumpa di sekolah, Ayah."
Sepasang suami istri itu hanya menggeleng melihat tingkah putri mereka satu-satunya itu.
"Liz, kau memikirkan yang kupikirkan?" ucap sang pria beriris ruby itu tiba-tiba. Ia menyesap kopi yang disuguhkan sang istri.
"Jadi teringat masa lalu, ya?" istrinya terkekeh dan ikut duduk di meja makan, saling berhadapan, mempertemukan kontras obsidian mereka yang berbeda warna.
"Semakin lama, dia terlihat semakin mirip dengannya. Bahkan hingga sifatnya. Seakan aku melihat orang itu kembali ke tengah-tengah kita."
"Yah, terlebih sekarang dia memasuki sekolah yang sama. Tempat yang mempertemukan kita bertiga dulu. Rasanya benar-benar bernostalgia. Hehehe ... aku merindukan saat-saat itu."
"Kau benar." Sang suami kembali terkekeh.
"Sebaiknya kau pergi sekarang. Sangat tak sopan jika seorang kepala sekolah terlambat di hari penerimaan siswa baru, bukan? Terlebih ketika putrimu sendiri yang menjadi perwakilan mereka."
"Aku tahu, aku tahu. Baiklah, aku pergi dulu." Sang suami beranjak setelah lebih dulu mendaratkan sebuah kecupan kecil di dahi sang istri.
#
Gadis itu melangkah tergesa di sepanjang koridor sekolah yang sepi. Matanya melirik liar ke sana dan kemari, mencoba mencari ruangan yang menjadi tujuannya.
"Cih! Kenapa sekolah ini luas sekali, sih?! Di mana ruang aula nya? Seharusnya tadi aku pergi bersama ayah saja!" Bibir gadis itu mulai melantunkan sedikit umpatan dengan nada kesal.
Dia perwakilan para calon siswa baru, terlebih ia adalah putri dari sang kepala sekolah akademi yang akan ia masuki ini. Dan sekarang dia sedang tersesat. Akan sangat memalukan jika ia sampai terlambat dan tak menunjukkan batang hidungnya ketika ia dipanggil, bukan?
Gadis itu masih melangkah tergesa di sepanjang koridor tanpa memerhatikan sekitarnya, hingga tiba-tiba一
Gubrakk!
一Ia menabrak seseorang di salah satu tikungan lorong dan kini bokongnya sukses mencium lantai.
"Maaf, kau baik-baik saja?"
KAMU SEDANG MEMBACA
The Lady and the Devil
FanfictionSeolah tak pernah puas akan luka yang telah ia torehkan di masa lalu, sang waktu terus menghempaskan gadis itu hingga hatinya membeku. Rasa sakit dan dendam ... membuatnya terjatuh kian dalam. Ia membenci ..., ia membunuh hatinya sendiri. Hingga seb...