"Alice, apa ada sesuatu yang mengganggumu?"
"Ahh? Hah?"
Lizzie menatap semakin heran ketika gadis di sebelahnya justru menoleh dengan tatapan bertanya ketika ia menegurnya. Sedari tadi Alice tampak gelisah entah karena apa, sedikit aneh baginya yang terbiasa melihat gadis itu begitu apatis terhadap segala hal.
"Kau tampak tak tenang sejak tadi. Ada apa?" ucap Lizzie lagi, memperjelas pertanyaannya.
Dan Alice tertegun mendapati pertanyaan itu.
Ia cemas?
Begitu tampakkah?
Hei, sejak kapan Alice menjadi begitu perhatian pada sekitarnya? Padahal biasanya ia kerap bersikap dingin bahkan cenderung tak peduli pada apa pun dan siapa pun.
Menghela napas, tak ada gunanya ia memikirkan hal itu saat ini. Ada sesuatu yang lebih penting yang harus ia lakukan, sebelum semuanya terlambat.
"Sebastian itu ...."
Lizzie diam dan menyimak ketika Alice mulai bersuara.
"... saudara angkatmu, bukan?"
Dan gadis pirang itu mengerutkan dahi untuk ke sekian kalinya ketika pertanyaan itu terlontar dari sang gadis beriris sapphire.
"Bagaimana kautahu? Aku tak pernah menyinggung soal itu kan?"
Mengabaikan pertanyaan Lizzie, Alice tetap melanjutkan ucapannya. "Sebelum ia dibawa oleh ayahmu, ia tinggal di sebuah panti asuhan bersama seorang kakak perempuan yang berbeda usia 8 tahun darinya."
"Lalu?"
"Orang yang berdiri di sana itu ...,"一Alice menunjuk lurus ke arah Anne, diikuti tatapan Lizzie一"adalah kakaknya."
"AP-uph?!"
Tepat sebelum Lizzie memekik kaget, Alice lebih dulu membekap mulutnya agar gadis itu tak membuat keributan. Bisa merepotkan jika mereka menjadi pusat perhatian.
"Bagaimana kau bisa menyimpulkan begitu?"
"Tentu saja karena aku tahu," jawab Alice sekenanya, ia sendiri bingung jika diminta untuk menjelaskan, toh ia juga mengetahuinya secara tak sengaja.
"Kau yakin tentang ini?"
"Tentu saja, apakah aku pernah terlihat tak meyakinkan?"
Oke, terdengar sedikit sombong, memang.
Tetapi kenyataannya, begitulah Alice. Dia yang nyaris dapat melakukan segalanya dengan nyaris sempurna dan penuh perhitungan akan selalu terlihat meyakinkan di mata siapa pun. Kata-katanya yang tak pernah tertebak apakah ia sedang berkata jujur atau tengah berbohong membuat siapa pun akan percaya apa yang ia katakan.
Lantas, alasan apa yang membuat Lizzie tak mempercayai kata-katanya?
"Jadi bagaimana?"
"Entahlah ... dan lagi, aku yakin mereka saat ini masih tak saling kenal."
"Bukankah kau bilang mereka saudara?"
"Ya, tapi mereka terpisah ketika Sebastian masih sangat kecil bukan? Anne mungkin mengenalinya, tapi kurasa ini akan sulit bagi Sebastian."
"Anne?"
"Namanya Anne."
"Ohh ...." Lizzie mengangguk pelan. "Sekarang bagaimana? Apa yang harus kita lakukan? Kita harus melakukan sesuatu, atau salah satu dari mereka akan mati."
"Aku tahu ...." Alice menggigit bibirnya, matanya melirik liar ke sana dan kemari, coba mencari ide tentang apa yang sebaiknya mereka lakukan.
"Alice, coba lihat."
KAMU SEDANG MEMBACA
The Lady and the Devil
FanfictionSeolah tak pernah puas akan luka yang telah ia torehkan di masa lalu, sang waktu terus menghempaskan gadis itu hingga hatinya membeku. Rasa sakit dan dendam ... membuatnya terjatuh kian dalam. Ia membenci ..., ia membunuh hatinya sendiri. Hingga seb...