Chapter 22 : Her Butler, Be Careful

65K 3K 159
                                    

Jemari panjang dan ramping itu menari dengan lincah di atas tuts hitam dan putih. Alunan nada yang terdengar teratur memenuhi seluruh ruangan.

Seseorang yang berdiri di sebelah sang pemain piano tampak memejamkan mata dan mengoreksi dengan cermat setiap suara yang melewati telinganya.

"Masih belum, Nona!" 

Dweeengg!!

Alunan lagu itu terhenti seketika tatkala sang pemain menghentakkan seluruh jarinya dengan kasar di atas tuts, ia menatap kesal piano tak bersalah di hadapannya.

"Ini menyebalkan," gumamnya.

"Nona, mana perasaannya? Permainan Anda benar-benar jelek. Terlalu datar, tidak ada emosi, membosankan!"

"Aku tidak mengerti apa maksudmu. Aku sudah bermain seperti biasa!" Gadis itu membantah tudingan yang ditujukan padanya.

"Anda memang sama sekali tidak memainkan nada yang salah, tapi saya tidak merasakan sedikit pun emosi dalam permainan Anda. Permainan Anda itu tak akan bisa menyentuh siapa pun."

"Jadi kau ingin aku main sambil marah-marah, begitu?" balas gadis beriris sapphire itu sarkastis.

"Hei, kau melihat apa?!" tegur Alice kesal ketika Michael bukannya mendengarkan ia bicara, tetapi justru menatap ke luar jendela. Ia tak suka diabaikan.

Michael menghela napas, mencoba bersabar. Sudah hampir satu jam mereka berada di ruangan ini dan permainan sang Nona tak juga menjadi lebih baik.

Alice telah memainkan susunan nada itu dengan sempurna, memang. Namun tanpa emosi. Permainannya datar dan membosankan. Sementara Michael itu orangnya perfeksionis, ia tidak mau jika ada kekurangan sedikit pun. Alhasil, sedari tadi dia terus beradu argumen dengan sang Nona yang keras kepala.

"Bagaimana caranya supaya Anda mengerti?" gumam Michael sedikit mengeluh, sementara Alice masih menatapnya kesal.

Bagaimana tidak, sejak tadi pelayannya itu terus-menerus mengata-katai tentang permainannya yang buruk, padahal ia yakin sudah bermain dengan baik. Dan sekarang jarinya sakit.

Matanya mengikuti pergerakan Michael yang mulai memainkan beberapa baris nada, ia diam, kembali menyimak permainan orang itu.

"Anda tahu di mana bedanya?" tanya Michael begitu ia selesai.

Alice membuang tatapannya. "Yang kudengar sama saja," balasnya cuek.

Kembali menghela napas, percuma saja marah-marah. Kepribadian Alice yang memang keras tak akan bisa ia kalahkan.

Michael mendekati sang Nona. Sedikit menunduk untuk kemudian meraih dagunya, membuat iris merahnya yang membakar bertemu dengan biru yang dingin.

Alice masih tak mengubah ekspresi ketika Michael mendekatkan wajahnya dan menyunggingkan segaris senyum. Ia mulai hapal bagaimana cara ini selalu digunakan sang Iblis untuk membujuknya dengan halus.

"Nona, musik bukan hanya tentang apa yang Anda dengar, tapi juga tentang apa yang Anda rasakan," tutur Michael dengan nada bicara yang mulai melunak. "Tolong tutup mata Anda...."

Tanpa berniat membantah, Alice menunduk dan memejamkan kedua matanya. Jemari Michael yang tadinya berada di dagu bergerak menyampirkan helai rambut kelabu gadis itu ke belakang telinga.

"Dengarkan setiap nadanya dan biarkan itu berputar di kepala Anda. Biarkan lagu itu menyatu dengan Anda....

"Kemudian, Anda akan merasakannya di sini." Tangan itu beralih pada tangan sang Nona, menuntunnya menyentuh dada bagian kiri gadis itu, membiarkan Alice merasakan detak jantungnya sendiri.

The Lady and the DevilTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang