Chapter 26 : Her Butler, Magic Kiss

59.1K 2.9K 204
                                    

Warning: Chapter ini memuat beberapa scene yang tidak seharusnya dibaca oleh pembaca di bawah umur. Tolong bijaklah dalam memilih dan menyikapi bacaan kalian.

#

"A-ada apa dengan wajah panda itu?"

Alice tertegun menatap wajah teman sekamarnya yang tampak menyeramkan sekali pagi ini. Mengikuti pergerakan Sebastian yang melangkah gontai menuju kamar mandi.

"Aku sama sekali tidak bisa tidur...," keluh Sebastian sembari terus melanjutkan langkahnya.

"Err ... awas, tem—

DUAGH!!

—bok...."

Kembali, bulir keringat sebesar biji jagung jatuh di dahi gadis itu. Baru juga ingin diperingatkan, sudah kejadian.

Orang ini matanya melihat ke mana sih?

Alice memalingkan wajahnya dan terkekeh kecil ketika melihat Sebastian mengusap dahinya yang saat ini pasti tengah berdenyut. Membuat teman sekamarnya itu menoleh dan menatapnya kesal.

"Jangan tertawa, ini semua gara-gara kau!"

"Ehh? Aku?" Alice menunjuk dirinya sendiri, sedikit memiringkan kepalanya karena bingung. "Ada sesuatu yang salah?"

Sebastian menepuk dahinya kesal dan mengusap kasar wajahnya. Bocah di hadapannya ini sedang pura-pura tidak tahu atau memang terlanjur bodoh, sih?!

"Lupakan!"

Dengan cepat Sebastian memasuki kamar mandi dan menutup pintunya dengan kesal, menyisakan Alice yang masih memasang raut bingung.

Ah, kerja otak Alice tampaknya memang sedikit lamban jika berurusan dengan yang seperti ini. Ia benar-benar tak sadar jika penyebab teman sekamarnya itu mengalami kesulitan tidur adalah dirinya.

Tentu saja, bagaimanapun, Sebastian itu adalah seorang anak laki-laki yang sudah hampir beranjak dewasa. Ya tahu lah, pikiran remaja seusianya itu seperti apa. Apalagi kondisinya, yang tertidur semalaman di sebelahnya adalah seorang anak perempuan yang parahnya lagi, benar-benar buta akan situasi dan kondisi.

Err ... pernahkah kau mendengar tentang penelitian yang mengatakan bahwa laki-laki akan berpikiran kotor setiap tujuh menit sekali dalam sehari?

Mengabaikan kenyataan jika dirinya bisa diserang kapan saja, Alice dengan mudahnya tertidur tanpa pertahanan hingga pagi. Sementara Sebastian di sebelahnya uring-uringan, ini sudah tiga hari berturut-turut! Kalau begini terus, bisa-bisa Sebastian bakal keriput di usia dua puluh!

Alice bergerak bangun dari kasur dan menyibak tirai yang menutupi jendela. Di luar masih gelap, jam dinding masih menunjukkan beberapa menit kurang dari pukul enam. Ia melakukan sedikit gerakan kecil guna meregangkan tubuhnya. Suasana hatinya sedang baik hari ini.

Gadis itu menggunakan kedua telapak tangannya untuk menopang tubuh dan menatap butiran putih yang jatuh dari langit pagi di luar. Salju turun lagi hari ini. Matanya menerawang jauh menatap seluruh penjuru halaman sekolah di bawah yang hanya diterangi oleh lampu-lampu taman. Posisi kamarnya yang berada di lantai dua memudahkannya untuk melihat lebih jelas.

Namun gadis itu terdiam ketika tanpa sengaja mendapati siluet seseorang yang berdiri di tengah halaman sekolah, tampak bergeming meski tubuhnya dihujani butir-butir salju yang jatuh, dan sosok itu juga menatapnya. Meskipun terlihat samar, Alice jelas sekali merasa bahwa siapa pun yang berada di sana, orang itu tengah mengawasi dirinya.

Firasatnya mengatakan bahwa sosok itu adalah orang yang selalu membuatnya merasa diawasi belakangan ini. Ada sedikit perasaan janggal yang membuatnya penasaran.

The Lady and the DevilTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang