"Ja-jangan mendekat! Jangan mendekat!!"
Alice mundur perlahan. Ia terjerembab karena tidak memperhatikan langkahnya. Namun, dengan tubuh gemetar ia masih mencoba untuk menjauh dari sosok seseorang yang kini menjadi begitu menakutkan di matanya.
Alice tak bisa melihat dengan jelas sosok itu, hanya saja ia merasa bahwa ia mengenalnya.
Sangat mengenalinya.
Gadis itu tersentak ketika akhirnya punggungnya menyentuh tembok, mencoba tetap bergerak mundur meskipun ia sadar bahwa ia tak bisa bergerak lagi, sementara sosok di hadapannya kini telah berdiri tepat di depannya.
Mengangkat pecahan cermin yang tampak memantulkan raut wajah Alice yang ketakutan.
Hal terakhir yang ia lihat adalah tatto bergambar Phoenix yang terikat oleh duri mawar, tampak di lengan atas sosok di itu, juga tangannya yang tampak gemetar menggenggam pecahan cermin.
Alice mencoba menghindar sebisanya ketika pecahan cermin itu hampir menikamnya, namun ia gagal, dan—
CRAKK!!
—cermin itu melukainya.
Tepat di mata kanannya.
Alice tersentak dari tidurnya dengan nafas memburu. Keringat dingin mengaliri seluruh tubuhnya yang gemetar, sementara matanya menatap kosong.
Takut.
Alice sangat takut.
Ia selalu ketakutan setiap kali memimpikan hal itu. Meskipun hanya mimpi, namun hal itu terasa sangat nyata. Bahkan matanya selalu berdenyut nyeri setiap kali mimpi itu datang.
Kejadian setelah kematian kedua orang tuanya, saat mata kanannya ditusuk dengan ... pecahan cermin?
Alice tertegun kini. Kenapa pecahan cermin? Selama ini dalam mimpinya yang selalu sama, yang ia lihat adalah pisau.
Lantas mengapa tiba-tiba ia melihat pecahan cermin?
Suara ketukan pintu membuyarkan lamunan gadis itu, disusul Michael yang masuk tanpa meminta izin terlebih dahulu.
"Maaf jika saya lancang karena masuk tanpa izin," ucapnya sembari menyalakan lampu, kemudian melangkah mendekati Alice yang masih tampak tertekan.
"Anda bermimpi buruk lagi?"
Alice hanya menjawab dengan anggukan, matanya masih memandang dengan tatapan kosong.
"Anda keberatan menceritakannya pada saya?"
Kalimat itu membuat Alice menatap sang butler kini, gadis itu kemudian beringsut mendekati sisi ranjang dan duduk di sana dengan kaki menjulur ke lantai.
Melihat sang nona yang kali ini tampaknya bersedia membuka diri, Michael kemudian mendekat dan duduk dengan tenang di lantai, berhadapan dengan sang nona, siap mendengarkan setiap kata yang keluar dari bibirnya.
"Aku tidak mengerti...," tutur Alice dengan suara lirih, "akhir-akhir ini aku semakin sering memimpikannya. Malam saat di mana aku mendapat luka di mata kananku.
"Aku tidak pernah melihat sosok itu dengan jelas, aku juga tidak pernah bisa mengingat siapa dia. Hanya saja, aku merasa, sosok yang menikamku itu adalah orang yang sangat dekat denganku.
"Mungkin terdengar aneh, tapi aku merasa bahwa ia adalah seseorang yang berharga untukku. Aku menyayanginya. Dan karena itulah aku selalu menjadi sangat takut.
"Baik mimpi itu maupun kejadian sesungguhnya, aku tak pernah bisa benar-benar mengingatnya. Aku juga tidak mengerti, kenapa aku tak pernah memiliki bekas luka di sini."
![](https://img.wattpad.com/cover/38787068-288-k468282.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
The Lady and the Devil
FanfictionSeolah tak pernah puas akan luka yang telah ia torehkan di masa lalu, sang waktu terus menghempaskan gadis itu hingga hatinya membeku. Rasa sakit dan dendam ... membuatnya terjatuh kian dalam. Ia membenci ..., ia membunuh hatinya sendiri. Hingga seb...