Bugh!
Alice memukul pintu kayu itu dengan kesal. Apa yang harus ia lakukan sekarang? Gadis itu tampak sibuk berpikir hingga tak menyadari seseorang melangkah mendekatinya.
"Ada apa?"
"Mereka mengurungku di—hah?!"
Alice berbalik dengan kaget ketika menyadari seseorang berbicara padanya, dan ia mendapati Sebastian berdiri di belakangnya begitu ia menoleh.
"Apa yang kaulakukan di sini?"
"Seharusnya itu pertanyaanku, sedang apa kau di sini? Perlombaannya pasti sudah dimulai sekarang."
Sebastian sedikit heran mendapati Alice berada di tempat ini. Ia seharusnya berada di aula dan menunggu gilirannya untuk tampil.
Dirinya sendiri berada di sini karena mencari sesuatu tadinya, namun ia tak menemukannya. Kemudian tiba-tiba saja ia mendengar suara yang ia kenal, dan yah, beginilah sekarang.
"Mereka mengurungmu?" tanya Sebastian lagi.
"Lebih tepatnya, kita," balas Alice cuek.
"Sekarang bagaimana?"
"Jangan tanya aku."
Keduanya kembali terdiam, sibuk dengan pikiran masing-masing.
Alice mengedarkan pandangannya ke sekeliling ruangan, sedikit melangkah berkeliling. Coba menemukan sesuatu yang mungkin dapat membantunya keluar dari sini. Namun nihil, tak ada apa pun yang tampak berguna di tempat itu.
"Hati-hati, lantainya sedikit basah karena alat-alat olahraga yang baru dimasukkan tadi," tegur Sebastian ketika melihat Alice mulai menjelajah ke mana-mana.
Di luar sedang bersalju, barang-barang yang dipakai untuk pertandingan olah raga kemarin ditinggalkan semalaman di luar dan baru dimasukkan ke tempat ini beberapa saat yang lalu, jadi butir-butir salju yang tidak dibersihkan mulai mencair dan membasahi lantai.
"Hng," gumam Alice mengiyakan sembari terus mengamati seisi ruangan. Dan ini benar-benar hanya membuang waktu, tak ada apa pun yang berguna di sini.
Ia berniat kembali mendekati Sebastian yang masih berdiri di dekat pintu. Namun, kebiasaan buruknya yang tak pernah memperhatikan jalan ketika melangkah tampaknya lagi-lagi membuat masalah.
Tanpa sengaja, Alice menginjak genangan air di lantai dan membuatnya terpeleset. Ia kehilangan keseimbangan dan jatuh menimpa Sebastian yang kebetulan berdiri di dekatnya.
"Tsk, sudah kubilang perhatikan langkahmu! Kau baik-baik saja?"
Alice mencoba menopang tubuhnya dengan kedua tangan, menjauhkan wajahnya yang menabrak dada teman sekamarnya itu. Ia mempout lucu, mengusap hidungnya yang sakit karena menubruk. Tanpa menyadari bahwa ekspresi kekanakkan yang tak sengaja dibuatnya itu membuat sosok yang ia tindih kini menatapnya dengan wajah memerah.
"He-hei, bisa kau menjauh dari tubuhku? Kau berat!"
"Oh, maaf."
Gadis itu segera bangkit dari posisinya, sedikit menepuk bagian pakaian yang kotor karena bergesekan dengan lantai yang berdebu.
"Kita harus segera keluar dari sini. Giliranku mungkin hampir tiba," tutur Alice tiba-tiba.
"Kau dapat nomor berapa?"
"Tiga."
Dugh!
"Kenapa kau memukulku?!" protes Alice kesal ketika tiba-tiba saja Sebastian menjitak kepalanya. Tidak keras, tapi juga tak bisa dikatakan pelan. Kalau tidak sakit ya dia tak akan protes.-__-
KAMU SEDANG MEMBACA
The Lady and the Devil
FanfictionSeolah tak pernah puas akan luka yang telah ia torehkan di masa lalu, sang waktu terus menghempaskan gadis itu hingga hatinya membeku. Rasa sakit dan dendam ... membuatnya terjatuh kian dalam. Ia membenci ..., ia membunuh hatinya sendiri. Hingga seb...