"Geez...."
Alice melempar dokumen di tangannya dengan kesal, membuat tumpukan kertas itu tercecer ke mana-mana di atas meja.
"Ini tidak berguna!" gumamnya nyaris putus asa.
"My, my, Nona, jangan bicara seperti itu."
Alice menoleh ketika mendengar suara yang sudah tak asing lagi di telinganya, dan ia mendapati Michael yang berjalan ke arahnya dengan mendorong troli.
"Mungkin sesuatu yang manis bisa membantu menjernihkan pikiran Anda?" tawar Michael sembari menghidangkan sepotong cake dan teh dingin di hadapan sang nona.
"Jadi, apa yang Anda dapatkan?"
"Nothing,"一Alice mengangkat cangkir tehnya一"aku sama sekali tidak bisa membaca buku itu, dan data tentang orang-orang itu, tidak ada satu pun dari mereka yang kukenal.
"Akan sulit untuk mencari tahu jika kita tidak bisa mendapatkan petunjuk lebih. Apalagi ini data yang dikumpulkan bertahun-tahun lalu."
"Tapi Nona ...,"—Michael mengambil beberapa lembar kertas yang tercecer di lantai dan menatapnya—"dengan data-data ini, kita bisa menyimpulkan beberapa hal. Minimal kita mengetahui nama mereka, bukan?"
Alice kini menatap serius ke arah butlernya, tampaknya ucapan Michael membuatnya tertarik.
"Lantas?"
"Selain itu, kita tahu ... anggota organisasi ini ada di mana-mana dan bisa jadi siapa saja. Keberadaan mereka yang 'tidak terlihat' membuat kita tahu jika kita harus berhati-hati, bahkan pada orang-orang terdekat."
Alice mendengus. "Aku tahu itu. Tapi ini tidak akan pernah selesai jika—"
"Anda hanya perlu meminta."
Ucapan Alice terpotong begitu saja oleh kalimat ambigu yang dikatakan Michael. Ia menatap sang butler yang kembali menyunggingkan senyum simpulnya.
"Saya akan mengabulkan semua perintah Anda."
Dan satu kalimat sederhana itu membuat Alice seketika mengerti.
Ah, terkadang ia lupa betapa hebat butlernya ini. Ia melupakan kenyataan bahwa Michael dapat melakukan hal di luar dari kemampuan manusia, melupakan fakta bahwa sosok yang selalu di sisinya itu adalah seorang iblis.
Ting. Tong.
Suara bel yang berasal dari pintu masuk membuat keduanya segera memasang sikap waspada.
"Ada yang datang?"
"Tunggu di sini, biar saya yang membuka pintu."
Michael melangkah menjauh setelah mengatakan hal itu, dan di sinilah ia sekarang. Berdiri di muka pintu dengan wajahnya yang tetap tenang namun waspada.
Michael membuka pintu kayu itu, masih mempertahankan senyum simpulnya.
"Selamat siang. Ada yang bisa—"
"Aah, sudah kuduga. Ternyata kau memang di sini, Mic-chan."
Senyum itu seketika sirna ketika Michael mendengar suara yang melewati telinganya, terlebih ketika ia menatap sosok yang berdiri di hadapannya.
"Kautahu, aku—"
BRAAAKK!!!
#
Alice nyaris tersedak ketika mendengar suara debuman pintu yang cukup keras. Didorong rasa penasarannya, ia kemudian menyusul ke ruang tamu.
Dan apa yang dia lihat sesampainya di sana benar-benar membuatnya tak dapat menahan diri untuk tidak bertanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Lady and the Devil
FanfictionSeolah tak pernah puas akan luka yang telah ia torehkan di masa lalu, sang waktu terus menghempaskan gadis itu hingga hatinya membeku. Rasa sakit dan dendam ... membuatnya terjatuh kian dalam. Ia membenci ..., ia membunuh hatinya sendiri. Hingga seb...