Chapter 23 : Her Butler, Laughing Out Loud

63.4K 3.1K 268
                                    

Suara alunan piano memenuhi ruang musik. Alice memainkan jarinya dengan lincah sembari mengikuti arahan yang sesekali diucapkan oleh Michael yang saat ini tengah menjadi tutornya.

Di sisi lain ruangan, Lizzie dan Sebastian tampak mengamati sosok yang tengah bermain di depan mereka dengan tatapan antusias.

Lizzie bertepuk tangan ketika satu lagu selesai dimainkan. "Ciel, kau sangat hebat!" pujinya tulus. Alice hanya membalasnya dengan senyuman tipis.

"Permainanmu sudah semakin baik," kata Michael, tersenyum simpul.

Sekarang sudah memasuki pertengahan Desember. Dalam beberapa hari latihan, permainan sang Nona sudah bisa memuaskannya.

"Kita lanjutkan latihannya besok. Sekarang kalian bersiaplah untuk menyiapkan makan malam. Setelah ini kau harus latihan drama bukan?"

Alice berdiri dari kursinya. "Ya. Terima kasih untuk hari ini, Mister," ucapnya sopan sembari menunduk.

Lizzie menarik lengannya kemudian, membawanya keluar dari ruangan setelah lebih dulu pamit kepada guru mereka.

Michael melirik Sebastian yang masih bergeming di tempatnya. "Kau tidak pergi bersama mereka?"

"Ada sesuatu yang ingin saya bicarakan dengan Anda, Mister," ujar Sebastian membuat Michael memberi perhatian sepenuhnya pada salah satu anak didiknya itu kini.

"Mana Sebastian?" Alice menoleh ke belakang ketika menyadari rekan sekamarnya itu tak bersama mereka sekarang.

Tanpa memedulikan pertanyaan Alice, Lizzie tetap menggandeng tangannya dan menyeretnya ke dapur.

"Nanti dia menyusul, kita duluan saja."

#

"Hei, Ciel."

"Hmm?" Alice membalas panggilan Lizzie dengan gumaman tanpa mengalihkan tatapannya dari sayur yang sedang ia potong-potong.

"Kautahu, tidak?" Lizzie tampak antusias tentang sesuatu yang hendak ia bicarakan.

"Tidak."

Namun jawaban bernada polos yang diucapkan Alice membuat gadis itu menatap datar sosok di sebelahnya itu kini. Hei, dia bahkan belum selesai bicara!

"Dengarkan aku dulu!"

"Baik, bicaralah," balas Alice, masih tanpa menoleh.

"Kautahu, akhir-akhir ini anak-anak membicarakan tentang hantu bergaun putih yang beberapa kali terlihat di perpustakaan ketika malam!" Lizzie kembali menjelaskan hal yang sedari tadi ingin dia bicarakan dengan penuh semangat, meskipun Alice tampak tak begitu tertarik.

"Hantu, katamu?" Alice menatap Lizzie sejenak, kemudian kembali sibuk dengan sayur dan pisaunya.

"Hantu itu tidak ada," lanjutnya cuek. "Lagipula aku tak pernah dengar yang seperti itu."

"Bagaimana dia bisa tahu? Keluar dari kelas saja hampir tidak pernah," sela Sebastian yang tiba-tiba saja telah berada di antara keduanya.

Lizzie menatap Sebastian dengan mata berbinar. Entahlah, gadis itu tampak sangat bersemangat hari ini. Sementara Alice tak begitu menanggapi sindiran yang jelas-jelas ditujukan padanya itu.

"Sebastian, bagaimana? Bagaimana? Dia setuju?"

"Begitulah. Tak kusangka dia menyetujuinya begitu saja, bahkan dia akan membantu. Kita benar-benar beruntung memiliki guru yang pengertian seperti beliau." Sebastian tersenyum simpul melihat Lizzie yang tampak semakin bersemangat mendengar jawabannya.

The Lady and the DevilTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang