Seorang pemuda bertubuh mungil tampak melangkah dengan tergesa di sepanjang koridor. Matanya menatap liar ke sana kemari dengan sedikit tak sabar. Decihan kecil telah beberapa kali keluar dari bibirnya selama hampir 20 menit ia berputar-putar tanpa tahu arah.
Cih! Bagus. Aku terlambat di hari pertamaku, dan sekarang malah tersesat. Kenapa gedung ini luas sekali hanya untuk sebuah sekolah?! Berkeliling lebih lama lagi, dan aku akan menjadi tokoh nyata dari 'Alice in Wonderland'!
Ia hanya bisa menggerutu dalam hati.
Sedikit berlebihan sebenarnya, namun membayangkan dirinya tersesat, entah mengapa ia justru teringat pada tokoh fiksi yang bernama sama sepertinya. Alice, sang gadis polos yang tersesat di dunia ajaib.
Hanya saja, Alice yang ini tidak polos. Dan ia bukannya tersesat di dunia antah-berantah karena mengejar kelinci putih lalu bertemu kucing, pelayan dapur, pesta teh konyol dan bertemu Ratu Hati atau apalah itu.
Alice yang ini hanya sedang tersesat dalam sebuah gedung sekolah terlampau luas tanpa ada seorang pun yang bisa ia tanyai arah.
Oh, ya ..., kau tidak perlu bingung mengapa di awal cerita disebutkan seorang pemuda di sini. Kau akan tahu dengan sendirinya nanti.
Alice masih melangkah dengan matanya yang melirik ke sana dan kemari, tanpa menyadari keberadaan seseorang yang muncul dari tikungan di sisi lain koridor.
Bugh. Bruuukk!
Dan tabrakan tak dapat terhindari. Alice yang memang tidak siap jadi kehilangan keseimbangan dan kini bokongnya dengan mulus menyapa lantai marmer yang dingin, sementara sosok yang ditabraknya tampak bergeming.
"Ah, maafkan aku. Kau baik-baik saja?"
Alice mendongak, menatap sosok seorang anak laki-laki yang berdiri di hadapannya dan kini tengah mengulurkan tangan. Mata tajamnya menatap datar tanpa ekspresi.
Di sisi lain, pemuda itu tertegun untuk sesaat ketika matanya bertemu tatap dengan obsidian safir milik Alice, yang masih menatapnya seakan mengatakan pakai-matamu-kalau-jalan!
Ma-manisnya....
Setidaknya itulah yang terlintas di benak pemuda itu ketika sekilas mengamati sosok di hadapannya, sampai ia menyadari bahwa....
Tunggu, dia pakai celana!?
Mengabaikan uluran tangan dari pemuda itu, Alice berdiri kemudian sedikit menepuk bagian seragamnya yang ia rasa kotor karena baru saja berciuman dengan lantai. Gadis itu kembali menatap pemuda di hadapannya yang kini tampak kurang fokus entah karena apa.
"Hei, kautahu di mana ruang guru?"
"Hah? Apa?"
Tersentak dari pemikirannya, pemuda itu kini balik menatap Alice dengan tatapan bertanya karena ia tak begitu mendengar ucapannya barusan.
Alice menghela napas. "Aku tanya, kautahu di mana ruang guru?" ucapnya mengulangi pertanyaan yang sama.
"Ohh ... kau ikuti saja lorong ini. Di ujung lorong sana, belok kiri. Ruangan yang pertama kali kau temukan di sana adalah ruang guru."
Mata Alice mengikuti arah yang ditunjuk oleh pemuda itu tanpa menyadari bahwa pemuda di hadapannya kini tengah mengamatinya.
Dia sungguh anak laki-laki? Padahal dia manis sekali ... ehh, apa yang kupikirkan?!
"Ohh...." Alice menggumam, kemudian melangkah pergi begitu saja tanpa mengucapkan apa pun.
Meninggalkan sosok yang kini tampaknya telah patah hati bahkan sebelum ia menyadari bahwa ia sedang jatuh cinta.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Lady and the Devil
FanfictionSeolah tak pernah puas akan luka yang telah ia torehkan di masa lalu, sang waktu terus menghempaskan gadis itu hingga hatinya membeku. Rasa sakit dan dendam ... membuatnya terjatuh kian dalam. Ia membenci ..., ia membunuh hatinya sendiri. Hingga seb...