Prolog

16.5K 895 9
                                    

Malam itu di rumah keluarga Lee terjadi keributan antara si bungsu dan anak ke-3, mereka bertengkar hebat bahkan si bungsu sampai di pukul beberapa kali.

"KALAU BUKAN KARENA KAU KEKASIHKU PASTI MASIH HIDUP SAAT INI! BERANINYA KAU MEMBUNUHNYA LEE DONGHYUCK!"

Pemuda 16 tahun bernama Lee Donghyuck atau biasa di panggil Haechan itu terkekeh pelan, dirinya membunuh seseorang? Huh, lucu sekali kakaknya ini.

"Kau salah paham Hyung, meskipun aku membencinya aku tak akan sudi mengotori tanganku dengan darah wanita murahan itu" ucap si bungsu seraya berdiri perlahan, perutnya dan sudut bibirnya sakit akibat pukulan sang kakak.

Lee Taeyong yang mendengar ucapan sarkas si bungsu kembali tersulut amarah, dengan sekali gerakan ia menarik kerah baju Haechan lalu memukul wajah masih itu berulang. Haechan hanya diam, ia tak melawan walaupun ia ingin sekali membalas pukulan yang ia terima dari Taeyong.

Tak ada yang melerai karena rumah sedang sepi, orang tua mereka telah tiada dan saudara-saudara mereka tengah berada diluar mengurus sesuatu.

Anak ke-3 dari keluarga Lee itu benar-benar kalap, bahkan tak sadar jika sang adik sudah terkapar lemah di lantai kamarnya, padahal baru tadi siang si bungsu sampai di rumah setelah beberapa hari di rawat di rumah sakit karena kecelakaan.

Sebegitu berharganya sang kekasih bagi Taeyong hingga membuatnya buta dan berakhir memukuli adiknya sendiri, sebenarnya tindakan kekerasan ini bukan yang pertama, sering kali Taeyong main tangan pada si bungsu ketika anak itu membuat kesalahan.

Haechan lemas, tubuhnya sakit, jika seperti ini terus ia pasti akan pingsan di tempat. Dengan gerakan kasar remaja 16 tahun itu mendorong Hyung-nya, ia muak dijadikan pelampiasan atas apa yang tidak dirinya lakukan.

Kalau boleh jujur Haechan sebenarnya takut pada Taeyong, tapi si bungsu selalu mencoba tegar di hadapan Hyung-nya itu. Setelah mendorong Taeyong hingga tertabrak meja belajar miliknya anak itu berjalan tertatih keluar kamar, mencoba mencari bantuan setidaknya ia tak harus mati di tangan Hyung-nya sekarang.

"Sialan!"

Taeyong ikut keluar dari kamar si bungsu dengan langkah lebar, tangannya mengepal kuat, netra coklat itu memancarkan kemarahan dan kekecewaan. Ia sungguh tak menyangka Haechan akan melakukan hal gila seperti itu, adik manisnya menjadi kriminal.

Remaja 16 tahun itu berjalan menuruni tangga, ia harus segera pergi menghindari Taeyong. Namun sepertinya tak akan mudah, ia merasakan tarikan kasar di kerah bajunya, kedua bersaudara itu beradu tatapan sengit.

"Kau mau kemana, lari dari tanggung jawab?!"

"Kau bahkan tak tau apa yang sebenarnya terjadi, jangan menyimpulkan semuanya sendiri karena kau tak ada di tempat kejadian!" Bentak anak itu ikut tersulut emosi.

Bug!

Satu pukulan mendarat tepat wajah Taeyong hingga sudut bibir itu mengeluarkan darah.

Mendapatkan pukulan tersebut tentu saja Taeyong semakin marah, dimana letak kesopanan Haechan.

"Kau berani memukul Hyung mu?!"

"Memang apa yang harus ku takutkan?! Aku muak dengan mu Hyung" kaki jenjang itu melangkah menuruni tangga namun bajunya di tarik dari belakang. "Lepaskan!"

"Kau mau kemana huh?!"

"Bukan urusanmu!"

Pertengkaran itu terjadi lagi namun bedanya sekarang meraka di tangga, Taeyong mencoba menahan si bungsu, dan Haechan terus berusaha lepas dari cengkraman Hyung-nya.

"Ya sudah pergi sana, sekalian tak usah kembali!!" Bentak Taeyong seraya mendorong bahu Haechan, namun ia tak sadar jika dorongannya terlalu kuat, hingga membuat Haechan yang babak belur tak bisa menjaga keseimbangannya.

Si Bungsu [Nct127, 00line]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang