Part 17 : Surprise

247 36 12
                                    

Mereka akhirnya mempercepat langkahnya untuk sampai kerumah ibu tersebut dengan tersenyum.

***

Perkampungan warga, Lumbung Wetan, Baluwarti. 02.34 PM

Yaya tiba dirumah ibu Atik (ibu yang bertemu mereka di jalan tadi). Rumahnya sangat sederhana dengan gaya bangunagan rumah panggung, tetapi udaranya sangat sejuk, cukup nyama untuk di tempati. Bu Atik langsung menyuguhkan air dan menyiapkan cemilan seadanya yang sudah dibuat oleh putrinya untuk mereka.

Elya dengan antusias mengambil gelas berisi air teh dingin dari poci alumunium yang sudah dituang oleh bu Atik dan menyuapkan kue basah berwarna ungu seperti kue kukus yang baru saja di angkat dari wajan yang sangat menarik perhatiannya. Warga sekitar biasa menyebutnya kue Moho yang merupakan kue Khas solo termasuk Baluwarti.

"El, jangan malu-maluin gitu dong" bisik Yaya.

"Yaaa seriusan perut gua keroncongan banget, tadikan udah bilang kalo belum sarapan" bisik Elya.

"Tapi makannya pelan-pelan, ada Bu Atik!." ucap Yaya sambil menyikut lengan Elya.

Bu Atik yang melihat hal itu hanya menyunggingkan sedikit senyum dibibirnya.

"Mbak El dan Yaya saya mau kebelakang dulu yaa untuk bersih-bersih soalnya saya gak enak dekat-dekat kalian, nanti bau keringat heheh" ucap Bu Atik sambil tersenyum sumringah.

"Iya silahkan bu.. kami masih bisa di sini sampai ibu selesai mandi, soalnya ada sesuatu yang ingin saya tanyakan" ucap Yaya to the point.

"Apa itu hal yang penting mbak ?" tanya Bu Atik.

"Ibu silakan bersih-besrih dulu nanti kita bicarakan setelah ibu selesai yaa" ucap Yaya ramah.

Berpindah pada Zein dan Shaka disudut jalan yang lain menuju Yayasan.

"Ka, udah bisa ngobrol ?" tanya Zein.

"Tentang apa ?" Shaka balik tanya.

"Yaa tentang apalagi, masalah tentang juragan Jarwo belum selesai sampai titik terang" ucap Zein

"Zey, kita disini gak akan lama cuma sebulan kurang lebih, jadi untuk apa pembesar masalah dengan berbagai macam prosedur penyelidikan yang sulit" ucap Shaka

"Ka, tapi lu harus ingat juga bahwa Yaya sebagai korban disini, saat lu jadi korban juga bukannya hal yang wajar kalo Yaya mengkhawatirkan lu dan yang lain." Jawab Zien.

"Iya, tadikan gue bilang! Kasih batas waktu dulu, kalo kita terlalu memojokan juragan Jarwo bukannya itu akan berdampak besar juga untuk Yayasan. Dia bukan orang sembarang." Ucap Shaka tegas

"Tapi kalo dia ternyata terbukti memang orang yang selicik itu gimana ka" tanya Zein

"Kasih batas waktu satu Minggu zey, biar diri kita healing dulu sehingga bisa berfikir jernih dengan langkah yang bisa kita ambil kedepannya" jelas Shaka.

"Baik, dr. Shaka saya mengerti maksud anda" ucap Zein bercanda.

Mereka melanjutkan perjalanan dengan tanjakan yang lumayan yang cukup curam untuk seorang pejalan kaki.

Dalam perjalanan mereka bertemu dengan pasangan yang terlihat masih sangat muda yang menggendong bayinya dengan khawatir.

"Permisi, apa kalian dokter dari yayasan ?" Tanya si Ayah.

"Benar kami dari Yayasan, ada yang bisa kami bantu" Jawab Zein ramah.

"Bayi kami tidak berhenti menangis dan terkadang nafasnya sangat lambat, bantu periksa bayi kami dokter" ucap sang ibu.

"Sudah berapa lama seperti ini ?" Tanya Shaka sambil mendekatkan jari telunjuknya pada hidung bayi dan meletakan lengannya di dada bayi tersebut.

"Sejak malam dokter." Jawab sang ibu

"Baik, kita bisa langsung ke yayasan untuk pemeriksaan selanjutnya"

Mereka segera bergegas untuk segera sampai di Yayasan.

Berpindah pada Elya dan Yaya yang masih dirumah Bu Atik.

Bu Atik sudah siap untuk mengobrol dengan Yaya dan Elya. Mereka duduk di sebuah ruangan sambil dengan nyaman duduk lesehan.

"Bu Atik maaf kami ingin menanyakan beberapa pertanyaan yang berkaitan dengan perkebunan tempat ibu bekerja, sejak kapan ibu menjadi pekerja Juragan Jarwo ?" Ucap Elya.

"Saya sudah bekerja kurang lebih 5-7 tahun disana, saya bersyukur masih bisa berkebun di tanah orang tua saya." Ucap Bu Atik

"Apa orang tua ibu menjual tanahnya ke juragan Jarwo" tanya Yaya.

"Mereke tidak pernah menjual tanahnya kepada juragan, hanya saja mereka selalu meminjam uang dan hanya mampu membayar bunganya saja, hingga pada akhirnya bunganya semakin besar dan kami tidak sanggup lagi membayar hingga akhirnya sedikit-demi sedikit tanah itu menjadi jaminan." Ucap Bu Atik

"Apa itu atas kesempatan bersama ?" Tanya Elya.

"Pada awalnya tidak ada kesepakatan untuk mengambil tanah jika tidak mampu membayar hanya saja bunganya semakin banyak, tetapi semakin lama kami semakin kewalahan untuk terus-terus membayar bunganya dan kami memutuskan merelakan tanah kami untuk ditukar dengan hutang-hutang kami" ucap Bu Atik.

"Dasar tua Bangka yang licik" ucap Elya

"Apa semua tanah di perkebunan ini sebetulnya milik warga pada awalnya ?" Tanya Yaya dengan gaya dosennya.

"Memang betul pada awalnya semua milik warga, saat tiba di sini juragan Jarwo terlihat seperti seorang pahlawan yang membantu pendanaan di perkebunan kami, tetapi lama-lama warga semakin menyadari bahwa dia itu seperti perampok berkedok pahlawan yang mengambil hak kami karena bunga hutang yang dia tetapkan, karena kami ini orang bodoh toh mbaa jadi sangat mudah di tipu, maaf too mba saya jadi malah ngawur" ucap Bu Atik dengan aksen Jawanya yang kental.

"Apa sejauh ini ada warga yang sampai harus di sakiti secara fisik oleh mereka ?" tanya Yaya.

"Banyak toh mba, kami sudah biasa dengan preman-preman juragan yang semena-mena tapi karena kamipun menyadari kami punya hutang, jadi kami pasrah karena semua kesalahan ada pada kami" ucap Bu Atik

"Berapa persen bunga yang di bebankan bu ?" Tanya Yaya

"35% dari uang yang kami pinjam. Awalnya kami merasa bahwa itu mungkin untuk dibayar tapi ya namanya petani ketika panen tidak selalu bagus hasilnya ataupun harga di pasaran sedeng ambruk" ucap Bu Atik.

"Sepertinya juragan Jarwo sudah memeperthitungkan segara kemungkinan jadi tidak ada yang salah dalam hal ini, tapi tindak kekerasan dia selama menagih hutang oleh preman-premannya itu juga bisa jadi bukti bahwa dia bukan orang yang baik" ucap Yaya

Setelah mengobrol panjangan dengan bu Atik, Yaya dan Elya pamit untuk kembali ke yayasan karena hari sudah mulai sore dan mendung.

Bu Atik sangat berterima kasih karena Yaya dan Elya mau mampir ke ke gubuk kecilnya.

Setelah berjalan sekitar tiga puluh menit karena memilih jalur yang salah Yaya dan Elya sampai di gerbang Yayasan. Mereke duduk disebuah gajebo di depan yayasan untuk meluruskan kami mereka yang kelelahan.

Shaka dan Zein kembali dari klinik setelah menangani bayi keluarga yang mereka temui di jalan tadi.

Zee baru saja keluar dari kamar dan memegang sebuah gelas di tangannya dan berteriak kepada kami.

Tiba-tiba sebuah motor berhenti tepat di gerbang yayasan yang di kendarai oleh seorang bapak dan perempuan yang cantik di jok belakang.

Mata kami semua tertuju kepada mereka dan perempuan tersebut berjalan kerah kami dengan senyum diwajahnya.

Dia adalah Diana dengan tas besar di lengannya. Dia memberikan surprise karena akan bergabung bersama kami disini tanpa memberikan kabar kepada siapapun.

***



Fated To Love Me [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang