37. The Line Between Life and Death

3.2K 241 10
                                    

Halooo~ ada yang nungguin Dito-Fania update nggak, nih??? Harusnya aku update hari Senin kemarin tapi aku lupa🤣🤣🤣

Yuk, komen dulu sini biar aku nggak lupa-lupa lagi🤭🤭🤭

Selamat membacaaa~

***

"Mama sama Papa nggak usah nginep di sini. Aku nggak mau kalian kecapekan dan malah sakit karena tidur di tempat yang nggak nyaman," ucap Fania untuk yang ke sekian kalinya.

"Kami nggak papa, Fania. Anak Mama lagi sakit, mau tidur di tempat paling nyaman sekali pun, Mama nggak akan bisa tidur nyenyak."

"Tapi, Ma—"

"Dito benar. Mumpung kamu masih di sini, Mama sama Papa mau menghabiskan lebih banyak waktu sebelum kamu berangkat ke Paris."

Fania membeku. "Maksud Mama?"

"Walaupun kamu bisa sesekali pulang ke Indonesia atau Mama sama Papa yang datang ke Paris untuk jenguk kalian selama kalian berdua di sana, tetap saja rasanya berbeda kalau kamu tinggal di dekat Mama sama Papa. Dito kemarin yang kasih usul supaya kita sekeluarga jalan-jalan, nggak perlu jauh-jauh, yang penting menghabiskan waktu bareng-bareng. Makan-makan atau nginep di hotel. Dito sudah urus semuanya, tapi malah kamu masuk rumah sakit."

Fania menggeleng. Nyaris menangis lagi

"Aku nggak jadi ke Paris, Ma," ujar Fania sebelum mamanya semakin banyak bicara soal Paris, yang mana seperti menggarami luka. Perih sekali.

"Loh, nggak jadi? Kenapa?"

Fania menelan ludah dengan susah payah.

"Aku batalin tadi siang, Ma. Sebelum... sebelum aku... pingsan," katanya. Tidak sanggup mengucapkan kata 'keguguran'. Dan ia pun sadar bahwa ia belum sempat memberitahu Dito perihal Paris. "A-aku belum cerita ke Dito."

Mama Fania tersenyum mafhum dan memeluk anaknya dengan erat.

"Ya sudah. Kalau begitu, Mama sama Papa pulang, ya. Kamu habiskan waktu samu Dito. Walaupun kamu yang mengandung dan sangat kehilangan, tapi Dito juga pasti merasakan hal yang sama. Di saat-saat seperti ini, kalian harus saling menguatkan."

Fania tersenyum pahit. "Mama sama Papa pulang sekarang aja."

"Mama hubungi suami kamu dulu. Mama sama Papa pulang kalau Dito udah di sini."

Sambil menggeleng kuat Fania berkata, "Ma, ini udah malam. Kasihan Papa kalau lama di jalan. Capek nanti. Aku nggak papa sendirian sebentar. Kalau aku butuh apa-apa ada perawat kok."

"Yakin kamu?"

Lagi, Fania memaksakan senyum. Kemudian meraih ponselnya. "Iya, Ma. Aku aja yang chat Dito biar dia langsung ke sini."

Mama dan Papa Fania pun mengalah dan pamit pulang setelah beberapa kali memberikan pelukan sambil berkata bahwa semua akan baik-baik saja.

Fania ingin mengamini itu. Namun, Fania tidak yakin jika ia akan bisa baik-baik saja setelah ditinggalkan Dito. Dan entah sampai kapan ia akan membiarkan orang tuanya tidak tahu apa-apa perihal masalahnya dengan Dito.

Setelah beberapa menit orang tuanya pergi, ada telepon masuk dari kontak yang ia namai 'Ibu Mertua'.

Ingin rasanya Fania menolak panggilan itu karena takut menghadapi reaksi ibu mertuanya. Dito pasti sudah memberitahu ibunya tentang masalah mereka. Dan kemungkinan besar ibu mertuanya akan menunjukkan kemarahan dan kebencian yang sama seperti yang Dito berikan tadi, karena sudah menyakiti laki-laki itu.

NIKAH KONTRAK [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang