34. Dipaksa Melepaskan

2.9K 233 7
                                    

Di bab ini kalian tahan dulu kalo mau hujat Fania ya. Serius ini wkwk

Aku juga nggak akan bilang "happy reading" karena aku yakin kalian nggak akan happy baca bab ini dan bab-bab selanjutnya 😝😝😝😝

Tuh udah aku spoiler-in, siap-siap aja kalian ya🤣

***

Tak seperti Dito yang tampak berseri-seri dengan berita kehamilannya, Fania justru tampak linglung. Dokter kandungan yang memeriksanya sampai harus tiga kali menyampaikan berita bahagia itu karena Fania hanya menatap kosong ke arah Dito yang tersenyum cerah.

Sejujurnya Fania mendengar dengan jelas sejak awal dokter kandungan itu menjelaskan kondisinya yang tengah berbadan dua. Namun, ia sulit percaya. Bahkan meski Fania sudah sadar betul bahwa ia sedang mengandung buah cintanya dengan Dito, ia masih tidak antusias menyambutnya. Seakan hadirnya nyawa di dalam rahimnya itu bukan sesuatu yang membahagiakan.

"Nggak ada sesuatu yang kamu pengen makan?"

Dito sudah berkali-kali menawari Fania bermacam-macam makanan sejak dokter meninggalkan ruang inap Fania—Dito memaksa agar Fania menginap setidaknya satu malam sampai cairan infusnya habis—tetapi Fania selalu menolak.

"Aku mau istirahat aja, Dit. Capek. Mau tidur."

"Oke, kamu memang harus banyak-banyak istirahat." Dengan cekatan, Dito membantu Fania berbaring, kemudisn menaikkan selimut. "Baby-nya juga pengen ibunya berhenti sejenak memaksakan diri ke mana-mana sampai kecapekan dan nggak sadar udah kehabisan cairan."

Setelah memastikan Fania nyaman dengan posisinya, Dito tersenyum lembut dan memberikan kecupan selamat tidur di kening Fania. Membuat sisi melankolis wanita itu menjerit-jerit.

"Mau peluk. Kamu jangan ke mana-mana," lirih Fania saat Dito berniat kembali duduk di kursi. Memberikan tatapan sayu kepada suaminya.

Dito tersenyum lebar.

"Aduh, ibu hamil mulai manja," canda laki-laki itu sambil ikut berbaring di sisi kanan Fania, berdempetan di atas brankar sempit yang seharusnya hanya diperuntukkan untuk satu orang, memeluk istrinya dengan sayang.

Mungkin karena saking bahagianya, Dito yang biasanya cukup peka dengan suasana hati Fania kali ini sama sekali tidak sadar kalau istrinya sedang gelisah. Sambil mengelus rambut Fania, laki-laki itu membisikkan kata-kata cinta dan sayang, serta mendoakan kesehatan untuknya dan untuk bayi berusia lima minggu itu hingga perlahan membuat mata Fania terpejam, dengan tangan mencengkeram kaus yang dikenakan Dito.

Sebelum benar-benar lelap dalam tidurnya, Fania sempat mendengar Dito berkata sambil mengelus perutnya yang masih datar, "Terima kasih, Fania. Selain kamu, anak kita adalah kado terindah dalam hidupku."

***

Ketika terbangun di pagi hari, Fania dikagetkan dengan suasana ramai di dalam kamar inapnya. Mungkin karena Dito adalah salah satu dokter di rumah sakit itu sehingga bisa dengan mudah menyelundupkan tiga orang ke sana sebelum jam besuk. Ada Mama, Papa, dan ibu mertuanya yang menyambut paginya dengan ucapan selamat pagi yang terlalu nyaring disertai senyum lebar di wajah. Kebahagiaan yang terpancar di wajah mereka mengalahkan kuatnya sinar matahari pagi yang masih mengintip malu-malu di balik jendela.

"Dito ke mana, Ma?"

Fania celingukan mencari suaminya yang tidak kelihatan batang hidungnya.

"Lagi keluar cari sarapan. Kenapa, Nak? Pengen makan sesuatu?" tawar mamanya yang sudah tidak pernah sesemangat ini sejak lama.

NIKAH KONTRAK [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang