05. One Night One Kiss

8.1K 418 12
                                    

Makan malam dengan Dito ternyata tidak buruk-buruk amat. Fania kira ia akan merasa canggung setelah pertengkaran mereka semalam. Namun, ia justru cukup senang dan terhibur karena Dito adalah teman ngobrol yang asyik. Terlebih lagi Dito sudah benar-benar tak menunjukkan kemarahannya semalam.

Dan Fania mendapati dirinya tenggelam dalam kenyamanan yang tahu-tahu timbul di hati. Menghantarkan dirinya kembali ke masa lalu, saat mengganggu Dito yang sedang bermain dengan kawan-kawannya adalah kegiatan favorit Fania setiap hari.

"Kamu masih inget nggak sih, Fan, kalau kamu waktu masih SD ngeselin banget?" tanya Dito.

Fania tahu maksud Dito, tetapi ia pura-pura tak paham dengan balik bertanya, "Ngeselin gimana?"

"Kamu kan hobi banget isengin aku. Kamu pernah umpetin bola yang dibeliin ayahku cuma gara-gara kamu nggak suka lihat aku hampir tiap hari main bola sama temen-temenku."

Fania tertawa.

Kejadian itu sudah lewat belasan tahun berlalu. Masa-masa itu, Fania masih SD, tidak punya banyak teman bermain di sekitar kompleks. Sedangkan Dito sudah duduk di bangku SMP, temannya banyak, hampir setiap hari ada saja teman yang datang bermain ke rumahnya.

"Aku udah lupa tepatnya kenapa. Tapi aku kayaknya emang cuma caper aja ke kamu biar kamu kesel terus notice aku. Kamu punya temen banyak, sedangkan aku yang dulu gendut, item, sering diejekin, nggak punya temen. Aku jadi sebel ngelihat kamu punya temen banyak. I was jealous," cerita Fania dengan tatapan menerawang.

Mengingat masa lalu menghantarkan perasaan hangat sekaligus menyengat.

"Kamu masih marah karena aku sekeluarga tiba-tiba pindah ya?"

Fania mengernyit. "Aku nggak pernah marah."

"You did. Kamu nangis-nangis, nahan aku biar nggak pindah. Remember? Setelah aku pindah, aku beberapa kali nelepon ke rumah kamu, tapi selalu mama kamu yang jawab. Katanya kamu nggak mau bicara sama aku lagi."

Dito terkekeh melihat Fania yang mukanya memerah karena malu. Bisa Dito lihat dengan jelas kalau wanita itu masih mengingat hari kepindahan Dito dan keluarganya.

"Aku kadang masih nggak habis pikir juga, ngapain waktu itu aku repot nelponin bocah SD, khawatir kalau dia masih nangisin tetangga sebelah rumahnya. Padahal waktu itu banyak cewek yang suka aku," Dito menambahkan.

"Narsis."

"Aku nggak bohong, Fan. Aku lumayan populer waktu SMA," balas Dito dengan senyum jemawa.

"Bukan urusanku. Aku nggak peduli."

"Well, you should. Biar kamu nggak kaget kalau pas kita lagi jalan tiba-tiba ketemu mantan-mantanku."

Fania mendengkus. Mulai malas dengan kenarsisan Dito yang berlebihan dan memilih untuk mengabaikannya.

"Sejujurnya waktu kamu pergi, aku ngerasa kehilangan kamu," ungkap Fania tanpa memandang Dito.

"Kehilangan objek yang bisa kamu usilin?"

Fania tersenyum tipis. Biarlah Dito menganggapnya begitu. Walau nyatanya tidak sesederhana itu. Meski dulu Fania hobi mengusili Dito dan membuat laki-laki itu kesal, sejujurnya ia hanya ingin menjadi dekat. Karena Dito selalu dikelilingi banyak teman. Fania ingin merasakan berada di dekat laki-laki itu, berharap ia juga bisa mendapatkan banyak teman.

Ia merasa kehilangan.

Dulu.

Tidak ada Dito, itu artinya Fania juga tidak lagi punya teman. Walau nyatanya mereka tidak benar-benar bisa disebut berteman. Dulu Dito pernah bekata kalau ia tidak berteman dengan anak SD. Namun, saat Fania butuh teman mengerjakan PR, Dito selalu datang ke rumahnya. Tidak jarang membantu Fania belajar matematika.

NIKAH KONTRAK [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang