17. Unfinished Business

3.2K 271 14
                                    

Fania pikir urusannya dengan Ferdi sudah selesai. Karena memang sudah seharusnya begitu. Ia sudah memberitahu Ferdi tentang status dan hubungannya dengan Dito. Dito sendiri juga sudah mendeklarasikan hubungan mereka berdua di depan teman-temannya, termasuk Ferdi−Fania tidak ikut turun ke ruang tamu dan hingga hari ini belum sempat diperkenalkan secara langsung karena tragedi hickey di lehernya yang dibuat Dito hari itu−yang kala itu datang berkunjung ke rumah orang tua Dito untuk menghibur Dito yang kehilangan figur ayah dalam hidup.

Namun, pagi ini, saat Fania sampai di butik, ia dikejutkan oleh kedatangan mantan kekasihnya itu tanpa pemberitahuan sama sekali. Laki-laki itu bersandar di pintu kaca butik milik Fania yang masih terkunci dari luar.

"Ferdi, kamu ada urusan apa pagi-pagi udah sampai sini?" tanya Fania setelah celingak-celinguk ke kanan kiri, memastikan bahwa Ferdi memang di sana untuk menemui dirinya atau kebetulan saja sedang ada urusan di daerah situ.

"Ada yang perlu aku bicarain sama kamu," jawab Ferdi dengan mata yang tak lepas memandangi Fania dengan lekat.

"Kok nggak ngabarin dulu kalau mau ke sini?"

    Baru saja pertanyaan itu terucap, kemudian Fania ingat bahwa jelas-jelas Ferdi tidak bisa memberitahukan kedatangannya karena akses komunikasi di antara keduanya hanya email, yang bahkan tidak pernah Fania tanggapi.

"Bisa kita bicara sebentar kan? Please, nggak akan lama."

    Ferdi tampak seperti sedang khawatir akan sesuatu. Fania bisa melihat dengan jelas dari ekspresi yang tergambar di wajah Ferdi.

"Aku cuma punya sepuluh menit sebelum pegawai-pegawaiku datang dan harus buka butik," ucap Fania setelah mengecek arloji yang melingkar di pergelangan tangannya untuk memeriksa sisa waktu yang ia punya. Tanpa ekspektasi apa-apa Fania bertanya, "Mau bicara soal apa, Fer?"

"Aku tahu kamu masih cinta aku dan karena aku udah di sini−kamu harus tahu kalau aku kembali ke sini untuk kamu karena aku masih sayang kamu dan nggak pengen lagi jauh-jauhan dari kamu−aku mau kita memperbaiki apa yang sudah rusak dan mengembalikan apa yang sudah hilang di antara kita," kata Ferdi, mengabaikan pertanyaan Fania.

Sementara itu Fania melongo. Agak berlebihan kalau Fania bilang bahwa pernyataan ngawur Ferdi itu seperti petir yang menyambar di pagi yang sudah terasa panas karena sinar matahari yang bikin gerah.

   Ini bahkan belum ada jam setengah delapan dan ia sudah harus mendengar Ferdi mengatakan omong kosong yang agak mengejutkan di depan butiknya yang sepi karena para pegawai belum ada yang datang.

Fania menatap Ferdi dengan serius. Apa yang Ferdi katakan jelas akan menimbulkan masalah dan Fania tidak ingin meneruskannya.

   "Fer, aku nggak akan bahas tentang masa lalu yang pernah ada di antara kita berdua. Jadi, tolong, sebaiknya kamu pergi aja dari sini kalau kamu nggak punya hal lain yang lebih penting untuk dibicarakan," katanya dengan tegas.

Ferdi merengut. Tampak marah, kecewa, dan begitu kesal.

   "Kamu nggak boleh memperlakukan aku seolah-olah putus denganku bukan masalah besar buat kamu. Apa kamu nggak ingat kalau apa yang kita miliki dulu sangat berharga? Semudah itu kamu lupa kalau dulu kita saling sayang?"

Fania lupa kalau Ferdi memiliki sifat yang hampir sama dengannya. Laki-laki itu keras kepala dan emosional. Untungnya, Fania sudah lebih pandai mengatur emosi sehingga ia tak begitu terpengaruh. Fania bersedekap sambil menatap Ferdi dengan tajam.

   "Biar aku perjelas lagi. We are done. Aku udah terima keputusan kamu dengan baik-baik waktu kamu memilih pergi tiga tahun lalu. Nggak mudah melupakan apa yang pernah kita miliki dulu. Tapi udah tiga tahun berlalu dan kita udah nggak bareng lagi. Kita punya kehidupan masing-masing. Kamu dengan hidupmu di luar negeri. Dan aku di sini dengan kehidupanku yang baru."

NIKAH KONTRAK [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang