38. The Power of Love

3.9K 252 7
                                    

Halo guyssss! Maaf ya update-nya molor. Aku kemarin kelamaan mikir mau bikin cerita ini sad ending atau happy ending. Jadi aslinya tuh naskah ini udah tamat yang versi happy ending. Tapi aku tiba-tiba pengen bikin yang versi sad ending gituuuuu🤣

Nah, ayo tebak! Menurut kalian, aku akhirnya posting versi happy ending atau sad ending???

Baca aja sendiri deh🤣🤣🤣🤣

Happy reading~~~

***

Seperti lagu yang dilantunkan oleh Celine Dion yang berjudul The Power of Love, Fania pun meyakini bahwa cinta adalah kekuatan. Besarnya rasa cinta dapat membangkitkan energi dalam tubuh yang sudah hampir habis karena rasa sakit yang meremukkan setiap sel.

Dari detik demi detik yang ia habiskan bersama Dito, mengajarkannya arti kebersamaan, kehangatan, kekuatan, dan juga pengorbanan. Dalam prosesnya, ada rasa sakit, jenuh, ingin berhenti, dan berlari pergi. Namun, setiap memikirkan kembali apa yang ia punya bersama sang pujaan hati, disitulah kekuatan cinta dan pengorbanan untuk yang dicinta menunjukkan diri.

Kuatnya rasa cintanya untuk Dito, membuat Fania semakin percaya bahwa mengorbankan mimpi ke Paris adalah hal paling tepat yang telah ia lakukan. Dan Fania cukup yakin bahwa dirinya tidak akan menyesal di kemudian hari. Karena Fania akan lebih menyesal lagi jika melepaskan laki-laki yang sangat ia cintai itu dan meninggalkan orang-orang terdekatnya yang ia sayangi.

Dan kuatnya rasa cinta yang Fania yakini telah membuat Dito bertahan. Setidaknya itu yang menjadi penyemangat tersendiri bagi Fania saat Dito masih tak kunjung sadar. Hanya suara mesin dari monitor yang menunjukkan tanda-tanda masih adanya kehidupan untuk Dito.

Dua belas jam setelah Dito masuk ICU, detak jantung Dito melemah dan hampir kalah. Fania dan ibu mertuanya sudah pasrah dan seperti yang sempat dikatakan Mila, mereka harus siap dengan kemungkinan yang terburuk. Namun, di saat para dokter sudah hampir menyerah setelah mengupayakan yang terbaik, Dito kembali.

Dan sekarang sudah enam hari pasca kecelakaan yang dialami Dito itu. Kondisinya memang sudah lebih baik, meski masih belum bisa keluar dari ICU. Dan selama belum melewati masa kritis, laki-laki itu masih berada diambang batas antara hidup dan mati. Itu yang membuat Fania tidak mau beranjak ke mana-mana. Ia ingin terus berada di samping suaminya.

Fania terus memandangi laki-laki yang tergolek lemah di atas brankar rumah sakit itu. Laki-laki yang menjadi sumber kebahagiaannya, sekaligus laki-laki yang telah ia hancurkan hatinya.

"Sampai kapan kamu mau tidur terus, Dit?" lirih Fania nyaris tanpa suara. "Kamu masih marah sama aku? Nggak papa. Aku bisa terima. Kamu boleh maki-maki aku nanti. Asal kamu bangun, Dit. Aku kangen."

Dalam hati Fania terus bertanya-tanya, selama enam hari terakhir, apakah Dito mampu mendengar pengakuan demi pengakuan cintanya, permohonannya agar laki-laki itu tetap hidup sehingga Fania bisa menebus segala kesalahannya, dan juga tentang Paris. Ya, Fania bercerita tentang keputusannya melepaskan Paris karena ia ingin menghabiskan lebih banyak waktunya bersama Dito dan keluarga.

"Fan, ayo makan dulu," bujuk Mila dengan nada lembut serupa bisikan.

Mila menyempatkan datang di waktu makan siang. Ia datang atas permintaan Wening, meminta keponakannya itu agar menemani Fania yang tidak mau meninggalkan sisi Dito sejak Dito nyaris menyerah dan meninggalkan mereka semua.

"Nanti aja, Mil," gumam Fania yang tak sedetik pun melepaskan pandangan dari wajah Dito—ada bekas carut luka di tulang pipi dan rahang kokohnya yang mulai mengering—yang tidak ada tanda-tanda akan membuka mata.

NIKAH KONTRAK [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang