47 -PALE BLUE EYES-

2.8K 194 5
                                    

Hello,
Happy Reading!!

🌼🌼🌼

Drrtt Drrtt..

Getaran ponsel disertai nada panggilan yang tak kunjung berhenti walau telah diabaikan, cukup membuat Bara terganggu.

Melirik sekilas, nama Jasper terpampang jelas di layar ponselnya. Belum berbincang saja Bara sudah bisa menebak maksud pria gila itu menelponnya, pasti perihal pernikahannya.

Kembali mengabaikan panggilan itu, Bara kembali fokus dengan pena juga note dan tentunya sebatang rokok yang begitu setia menemaninya.

Tapi Jasper yang begitu gigih lagi-lagi membuat Bara rasanya ingin membanting ponselnya untuk yang kesekian kali.

Bara menarik nafas lelah sebelum mematikan rokoknya dan langsung mengangkat panggilan itu. Sayang juga bila yang terus menjadi korban adalah ponselnya.

Akhirnya, Sekali nada panggilan telah tersambung, suara Jasper langsung menggelegar.

"Hey mate!!! How you doin'? Bloody busy, ain't ya?" Jasper langsung menyapa dengan aksen British yang dibuat-buat. Tentunya dengan nada sinis nan sarkas didalamnya.

Bara yang sebenarnya dalam kondisi begitu lelah, tidak sanggup menyembunyikan tawa gelinya. Biarkan kali ini Jasper menjadi pelipur lara bagi nya.

"Apa kau sengaja mempelajari aksen itu untuk membuat orang tua Donna terkesan?" Bara yang niatnya hanya bergurau, sanggup membuat Jasper mengeluarkan cacian kesal miliknya.

Jujur saja, gurauan Bara tadi sedikit lebih menusuk ke dalam sisi hati Jasper.

Jasper dan Bara kurang lebih berada di posisi yang sama. Bedanya, Jasper lebih memilih mengikat Donna dibandingkan harus melepaskan wanita itu, mengesampingkan segala konsekuensi kebencian keluarga Donna yang mungkin akan selalu menghantui mereka entah sampai kapan.

"Bajingan!!" Umpat Jasper dengan nada rendah.

Bara melirik jam yang masih menunjuk angka 4 dini hari. Bahkan di Boston, kurang lebih waktu masih menunjuk pukul 00.00, Jasper sama sekali tidak memanfaatkan waktu yang tersisa untuk sekedar beristirahat.

"Tidurlah! Kau butuh istirahat!" Kata Bara sebelum ingin mematikan panggilan mereka namun tertahan dengan perkataan Jasper.

"Aku akan menikah dalam beberapa hari, Bara! Kau tidak ingin mengatakan sesuatu?" Kata Jasper yang tidak ditanggapi sama sekali oleh Bara.

"Seharusnya kau yang membawa cincin kami nanti." Ujar Jasper kemudian, nada kecewa terdengar jelas pada suaranya yang rendah.

Bara spontan memijit keningnya. Matanya tertuju penuh pada berbagai macam pil yang tak jauh dari jangkauannya.

"Kau bisa meminta Nick untuk melakukannya." Jawab Bara dengan jemari memainkan pena yang sedari tadi masih ada dalam genggaman tangannya. Ia tahu Jasper tengah dalam keadaan mabuk, jadi Bara hanya memaklumi. Walau Bara tak tahu kapan terakhir kali Jasper dalam keadaan benar-benar sadar.

"Itu adalah tugasmu, bodoh! Kita sudah membicarakan hal ini sejak lama." Kata Jasper dengan nada tinggi. Sungguh, ketidakhadiran Bara pada hari pernikahannya membuat Jasper begitu kesal. Bara adalah salah satu orang yang berjasa dalam hidupnya, dan Jasper sungguh mengharapkan kehadiran pria itu.

"Kalau begitu menikahlah di London." Tutur Bara kelewat santai.

Jasper yang diberi saran, tak lagi sanggup berkata-kata. Ia juga ingin menikah di London, kota asal Donna. Dengan dihadiri Bara, orang terdekatnya, dan tentu saja orang tua Donna. Namun sayang, semuanya tidak sesimpel itu.

LATIBULETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang