29 -FOUR LEAF CLOVER-

3.9K 196 3
                                    


Enjoy!!!

🌼🌼🌼

Bara dan Kyra terlihat masih nyaman bergelung dalam selimut walau waktu hampir mencapai tengah hari.

Bara sendiri sudah terbangun sedari tadi namun pria itu memilih mengorbankan sedikit waktunya untuk menatap penuh arti ke dalam wajah kelelahan sang kekasih.

Suasana yang kembali tenang tanpa adanya gemuruh butiran salju, berhasil menorehkan senyuman tipis di wajah Bara.

Hell, Bara begitu semangat menyicipi kenikmatan dunia yang diciptakan tubuh indah Kyra sampai Ia melupakan bencana yang terjadi diluar sana. Bagaimana lagi? Kyra tentu jauh lebih menarik dibandingkan sesuatu yang membosankan seperti bencana tersebut.

"How lucky." Kalimat tersebut spontan lolos kala Bara selesai menyapu sepanjang bahu Kyra dengan kecupan ringan.

Perasaan bahagia yang belakangan mengisi hati Bara tak luput dari satu kata yang maknanya tidak begitu disukainya.

Lucky.

Bara tidak pernah merasa beruntung dalam hidupnya.

Baginya, beruntung adalah kata yang ditujukan kepada seseorang yang kurang berusaha, dan Bara tentu bukan salah satu dari mereka. Bara meraih segala pencapaiannya dengan darah dan keringatnya, itulah mengapa kata beruntung tidak pernah berada dalam kamus hidup pria itu.

Namun jika kata beruntung kali ini disandingkan dengan seorang perempuan yang tengah didekapnya erat, tentu Bara tak akan bisa mengelak korelasi keduanya.

Drrt Drrt..

Getaran ponsel sukses memecah konsentrasi Bara, diulurkan tangannya untuk meraih ponsel yang adalah milik Kyra.

Nama penelepon yang tertera membuat Bara menarik lengannya yang sedari tadi menjadi bantal Kyra. Bara dengan hati-hati memindahkan kepala Kyra kepada sebuah bantal sebelum beranjak keluar mengangkat panggilan yang sedari tadi menggema.

"Oh God,,, Ky!! Kamu darimana saja?!! Kami sangat mengkhawatirkanmu, Skyra!!" Suara tegas yang diliputi nada khawatir seorang pria langsung menyapa pendengaran Bara.

Dari nama penelepon yang sempat Ia baca tadi meyakinkan Bara bahwa pria yang tengah berbicara dengannya kini adalah Gerald Dent, seseorang yang dipanggil kekasihnya dengan sebutan Ayah. Walau begitu, Bara masih tenang, dengan tanpa keraguan Ia membalas ucapan Gerald dengan percaya diri.

"Selamat pagi, Mr. Dent." Bara menyapa dengan sopan, kesan malas dan datar khasnya ditepis jauh-jauh oleh pria itu. Untuk pertama kalinya Bara tidak ingin meninggalkan kesan buruk kepada orang asing yang bahkan hanya berkomunikasi melalui telepon dengannya.

Sedangkan di seberang sana Gerald menaikkan alisnya tinggi. Dadanya bergemuruh dengan raut bingung melingkupi wajahnya.

"Who's talking?" Gerald bertanya dengan nada menuntut.

"Bara, kekasih putri anda."

Gerald seketika kaku di tempat, jawaban tegas penuh percaya diri milik Bara sukses menciptakan keheningan berkepanjangan di antara keduanya. Belom hilang kekhawatiran akan badai salju yang menimpa tempat putrinya berada, kini malah Gerald di suguhi hal yang membuat kepalanya serasa ingin meledak.

Katakanlah Gerald berlebihan, ia sama sekali tidak menampik itu. Gerald hanya tidak ingin sesuatu yang buruk menimpa putrinya, sesimpel itu.

Namun entah mengapa rasa lega turut mengisi hati pria setengah baya tersebut.

LATIBULETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang