Sembilan Belas

7.5K 274 6
                                    

 Damian memusatkan perhatiannya pada tumpukan kertas yang ada di depannya sesekali dia melirik meja Rabecca dari balik dinding kaca sebagai pembatas ruangan mereka.

Sementara Rabecca mengabaikan kepalanya yang terasa pusing dan memilih mengerjakan kerjaannya agar cepat selesai dan dia pulang tepat waktu. Pada pukul 14.30 Rabecca bergegas menuju pantri dia membuatkan dua cangkir kopi untuk Damian dan Samuel.

"Silahkan kopinya, Pak." Rabecca memberikan kopi pada Damian dan Samuel setelahnya dia kembali ke pantri untuk mengembalikan baki yang dia pakai untuk membawa dua cangkir kopi kemudian ia kembali ke mejanya dan melanjutkan pekerjaannya.

"Benar-benar wanita pengertian," puji Samuel lalu menyeruput kopi panas untuk menyegarkan kembali isi kepalanya.

Sementara Damian hanya berdehem, rencananya untuk menghindari Rabecca nyatanya tinggal rencana. Karena pada nyatanya Rabecca seperti sudah lupa pada kejadian kemarin bukan hanya itu Rabecca bersikap seolah pertengkaran antara dirinya dan Damian tidak pernah terjadi.

Sialan memang Rabecca bagaimana bisa dia membiarkan Damian tidak menjalankan keinginannya. Semua usaha Damian untuk menjauhkan Rabecca dari perusahaannya tidak pernah terealisasi malah Damian dibuat bergantung pada Rabecca yang dapat mengerti keinginannya tanpa diberitahu.

Dan kali ini Rabecca kembali masuk ke ruangannya dan membawa beberapa berkas yang memang Damian butuhkan padahal tadinya Damian baru ingin menyuruh Samuel meminta berkas itu pada Rabecca.

"Ini beberapa berkas dari anak perusahaan, Pak. Dan sepenglihatan saya tidak ada yang salah pada laporan itu semuanya terlihat baik," kata Rabecca dan itu berhasil membuat Damian terdiam. 

Memiliki Samuel dan Rabecca di sampingnya benar-benar meringangankan pekerjaannya. Kemampuan Samuel dalam mengerjakan pekerjaannya sudah hampir setara dengan dirinya ditambah Rabecca yang cerdas dan dapat mempergunakan waktu dengan sebaik mungkin membuat dirinya bisa sedikit bersantai.

"Hm," Damian berdehem tanpa berniat mengalihkan pandangannya pada Rabecca. Selepas itu Rabecca pamit undur diri dan kembali ke mejanya. 

"Sam, proyek pembangunan hotel sudah bagaimana?" Damian bertanya tentang pembangunan hotel yang mereka bangun di bali, proyek ini murni usuha milik Damian sendiri dengan penanggung jawabnya Samuel serta beberapa rekannya yang lain.

"Sudah tujuh puluh persen, Pak," jawab Samuel.

"Kau pergi ke san dan lihatlah progresnya." Damian tidak ingin terjadi kesalahan dalam pembangunan bisnisnya semuanya harus berjalan seperti yang sudah ia rencanakan.

"Kalau aku pergi bagaimana dengan proyek resto dan kontrakan?" Proyek ini merupakan bisnis Samuel dan Damian namun, ini lebih ke milik Samuel dan Damian sebagai penanam modalnya. Samuel sangat pandai memanfaatkan relasinya. Samuel kira tidak selamanya dia bekerja di bawah Damian maka dari itu dia mencoba peruntungannya di bisnis kuliner dan properti, harapannya semoga semua ini berjalan lancar.

"Kau bisa meninjaunya setelah kembali dari Bali," kata Damian dengan santai.

"Lalu bagaimana denganmu? apa kau baik-baik saja bekerja hanya dengan Rabecca?" Samuel tahu seperti apa atasan sekaligus sahabatnya itu dari dulu hingga sekarang Damian menghindar dari wanita karena mengira semua perilaku dan sifat wanita sama saja. 

"Selama dia tidak membuat ulah, aku pikir itu tidak masalah," jawab Damian akan tetapi, di dalam hatinya Damian ragu. Kepergian Samuel ke Bali memakan waktu hingga dua minggu dan selama itu dia akan banyak berinteraksi dengan Rabecca, apa dia akan baik-baik saja? mengingat wanita itu memiliki kecerdasan yang tidak bisa Damian remehkan bahkan wanita itu memiliki tipu daya yang juga tidak bisa diabaikan begitu saja.

Dan lihat sekarang, Rabecca sangat serius mengerjakan pekerjaannya seolah wanita itu merupakan pemilik perusahaan yang akan memberi makan ribuan karyawannya. Damian yakin kalau Rabecca memiliki ambisi yang kuat untuk mendapatkan sesuatu dari perusahaanya. Dia harus berhati-hati berhadapan dengan Rabecca karena suatu saat nanti dia yakin wanita itu akan menunjukkan wajah aslinya.

"Baiklah kalau begitu aku harap semuanya baik-baik saja." Samuel merapikan meja kerjanya untuk dua minggu kedepan dirinya tidak akan menginjakkan kaki di tempat itu. 

Jam pulang kantor sudah lewat sejak sepuluh menit yang lalu namun, Damian masih setia pada kerjaannya yang sebentar lagi selesai. Sementara Samuel sudah pulang lebih dulu dan di susul Rabecca. Dalam diam Damian kembali merenungi keputusannya bekerja berdua saja dengan Rabecca apa benar akan baik-baik saja? 

Persetan dengan pikiran buruknya yang belum tentu akan terjadi, biarakan semua berjalan semestinya lalu jika wanita itu membuat ulah sekali saja Damian tidak akan tinggal diam, dia akan menunjukan sekejam apa dirinya pada Rabecca.

Damian masih sibuk dengan pikiran-pikiran yang belum tentu terjadi karena Rabecca tidak berniat mencari masalah dengannya. Sementara Rabecca sudah sampai di kontrakannya dan berniat untuk membersihkan badannya dulu sebelum memulai aktifitasnya yang lain seperti membereskan tumpukan kain kotor serta mengisi perut yang sudah terasa kosong.

Selepas membersihkan diri Rabecca mendengar ketukan di pintu, langkah kakinya menuju tumpukan kain kotor tertunda dan memilih untuk melihat siapa yang sudah mengetuk pintunya dan mengurungkan niat mulianya.

"Kamu?" Rabecca sudah menduga kalau orang ini akan segera menemuinya namun, ia tidak menduga kalau orang ini menemuinya secepat ini dan di kontrakan kecilnya.

"Punya pekerjaan bagus tapi masih tinggal di tempat seperti ini. Apa gajimu tidak cukup besar untuk sekedar menyewa apartemen?" Sella menaikan sudut bibirnya tersenyum mengejek temapt tinggal Rabecca.

Rabecca menarik nafasnya jengah, dia terlihat tidak tertarik untuk melanjutkan pembicaraan dengan Sella. "Apa maumu?" tanya Rabecca seraya melihat penampilan Sella mulai ujung rambut hingga ujung kaki yang di tutupi sepatu hak tinggi berwarna merah terang. Penampilannya terlihat mencolok hingga mengundang perhatian beberapa orang yang sedang lewat.

"Begini caramu menyambut adik yang sudah lama tidak bertemu?" Mungkin Sella sudah sedikit gila sampai mengeluarkan kata adik sementara dirinya tidak pernah bersikap layaknya seorang adik terhadap kakaknya.

"Maaf sekali, kamu bukanlah adikku dan aku bukan kakakmu semenjak aku meninggalkan rumah itu." Rasanya tidak sudi memiliki adik seperti Sella—gadis yang tega memfitnah dirinya serta selalu mencari masalah dengannya dulu.

"Benar-benar tidak tau terima kasih. Kasihan sekali Mama sama Papaku dulu mengadopsi orang sepertimu." 

"Tidak usah berbelit-belit katakan apa maumu?" Rabecca tidak ingin berlama-lama bicara dengan Sella, jika bisa dia ingin sekali menendang Sella keluar dari kontrakannya.

"Singkat saja kalau begitu. Orangtuaku memeliharamu selama kurang lebih dua belas tahun tanpa meminta balasan darimu, itu karena mereka terlalu baik." Rabecca tersenyum miring mendengar itu namun, dia tetap diam dan mendengarkan omong kosong Sella. "Akan tetapi, sekarang aku butuh sedikit biaya dan aku tidak sebaik mereka." Sella menjeda ucapannya untuk melihat respon Rabecca.

"Lalu?" tanya Rabecca yang sudah bisa menebak kemana arah pembicaraan mereka.

"Hitung saja biaya hidupmu tinggal selama dua belas tahun di rumah Papa. Sewa rumah, makan serata uang sekolahmu—mungkin sebanyak seratus juta." Rabecca sedikit tertawa mendengar penuturan Sella yang tidak masuk akalnya.

"Kamu tidak akan pernah mendapatkan sepeserpun dariku!" tegas Rabecca.

Bersambung... 




Perfect SecretaryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang