Empat Belas

8K 257 0
                                    

Rabecca tengah disibukkan dengan beberapa kerjaan di mejanya, semua fokusnya tengah ia curahkan pada lembaran putih bertuliskan hitam hingga tanpa sadar ia telah mengabaikan dua panggilan Damian.

Telepon kabel di atas meja Rabecca kembali berdering dan kali ini Rabecca mengangkatnya setelah suara telepon itu hampir selesai.

"Halo, dengan Rabecca di sini." Sapa Rabecca dengan sopan.

"Apa telingamu tuli? atau terlalu banyak kotoran yang menutupi telingamu hingga dengan beraninya kamu mengabaikan panggilanku?" Damian mencoba menahan kekesalannya, padahal dirinya ingin membicarakan sesuatu yang penting pada wanita itu.

"Maaf, Pak. Saya punya segudang pekerjaan yang belum selesai. Apa ada yang bisa saya bantu?" tanya Rabecca akhirnya, ia tidak ingin mendapat pekerjaan yang tidak sesuai dengannya lagi.

"Berikan salinan hasil rapat kemarin, saya ingin mempelajarinya lagi." 

"Baik, Pak. Akan segera saya antar." Rabecca menutup teleponnya lalu mengambil sebuah map berwarna merah untuk ia berikan pada Damian. "Semoga dia tidak menyuruhku melakukan sesuatu lagi." Doa Rabecca yang sudah berulangkali mengerjakan pekerjaan yang bukan pekerjaanya.

"Masuk!" Rabecca mendengar perintah Damian dari dalam setelah mengetuk pintu beberapa kali.

"Ini berkas yang anda minta." Rabecca menyerahkan map merah itu pada Damian, "Kalau begitu saya kembali ke ruangan saya." Rabecca berniat untuk kembali namun, suara Damian menghentikan langkahnya.

"Siapa yang menyuruhmu kembali?" Sial Damian pasti punya rencana baru untuk mengerjai dirinya, sejak Damian memanggil dirinya Rabecca sudah merasakan sesuatu yang tidak enak.

"Apa ada yang harus saya kerjakan lagi, Pak?" tanya Rabecca dengan mempertahankan keramahan serta kesopanannya sebagai bawahan.

"Saya butuh kopi," ucap Damian tanpa pengalihkan pandangannya dari map merah yang baru ia buka. Sebenarnya Damian sudah punya salinannya namun, membuat Rabecca masuk keruangannya dan meminta kopi adalah salah satu cara menambah pekerjaan Rabecca. 

"Baik,Pak. Apa ada lagi?" Rabecca akan mencatat jam ini dalam buku kecilnya lalu mengingatnya baik-baik. Agar Damian tidak perlu memanggilnya dengan alasan lain lagi hanya untuk secangkir kopi. Pikirnya Rabecca tidak tau akal bulusnya itu, padahal Rabecca sendiri yang membuat salinan itu kemarin dan memberikannya sendiri pada Damian.

"Saya juga mau." Samuel sepertinya juga butuh kopi untuk menghalau kantung yang menyerangnya akibat begadang semalaman.

"Baik saya akan segera membawakannya." Rabecca berbalik dan keluar lewat pintu dan tidak lama dari itu Rabecca kembali lagi dengan dua cangkir kopi.

"Silahkan, Pak. Kopi anda dengan setengah sendok gula dan jika kurang silahkan tambahkan sendiri sesuai selera anda." Rabecca meletakkan secangkir kopi di atas meja Damian tidak lupa dengan gula kemasan kecil. Setelahnya Rabecca berjalan menuju meja Samuel. Ruangan Damian sepertinya mengalami perubahan karena Samuel sudaj memiliki mejanya sendiri dan ada sedikit sekat pembatas antara dia dan Damian. "Pak Sam, kopinya dengan satu setengah sendok gula." 

"Terima kasih," ucap Samuel dengan senyum manisnya membuat Rabecca sedikit tergoda dengan senyuman itu.

Andai saja Rabecca punya keluarga yang lengkap, pasti dirinya akan mendekati Samuel tanpa ada keraguan.

"Kalau begitu saya permisi untuk kembali." Rabecca meninggalkan ruangan Damian dan kembali ke mejanya.

Menjelang pulang Rabecca buru-buru merapikan mejanya, dia harus menemui Vio dan kembali mengulik kebenaran dibalik perubahan Vio selama satu minggu ini. Kemarin Vio terus menutup mulutnya dan membahas hal lain jika Rabecca sudah mulai membicarakan keluarga O'Ryan dan hal itu membuat Rabecca semakin curiga bahwa sesuatu sudah terjadi pada Vio di sana.

"Maaf, Rabecca. Apa kamu akan pulang?" Samuel membuat Rabecca terkejut dengan kehadirannya yang tiba-tiba.

"Astaga, Pak. Bapak mengejutkan saya." Sebuah buku terjatuh dari tangan Rabecca akibat keterkejutannya.

"Ah, Maaf," sesal Samuel.

"Ada apa, Pak? apa masih ada pekerjaan yang harus saya kerjakan?" Untuk pertama kalinya Rabecca tidak ingin lembur meski bonusnya dibayar dimuka. Masalah Vio lebih penting saat ini daripada uang dan pekerjaan.

"Kamu diminta Pak Damian untuk menemaninya menghadiri acara ulang tahun salah satu klien penting kita." Rabecca membulatkan matanya, pasalnya Damian biasanya akan pergi dengan Samuel jika ada acara seperti itu. Jika dengan Jacob sebelumnya dia sudah biasa karena menghadiri acara seperti itu juga merupakan pekerjaannya.

"Bukankah selama ini Bapak yang akan menemani? kenapa sekarang saya yang diminta?" 

"Saya punya pekerjaan yang tidak bisa ditinggal oleh karena itu Pak Damian meminta kamu untuk menggantikan saya." Rabecca ingin sekali menolak hal ini akan tetapi ini merupakan bagian dari pekerjaan seorang sekretaris, jika dirinya ingin diakui sebgai sekretaris Damian maka dia haru menerima ini.

"Baik, Pak. Saya akan pergi." Setelah mengatakannya Samuel berlalu dari hadapannya dengan tas kerja yang disampirkan di bahunya.

"Apa dia mau pulang? katanya tadi punya pekerjaan yang tidak bisa ditinggal." 

"Dia tidak pernah lembur dikantor, pekerjaannya di rumah lebih banyak daripada di kantor." Damian menjawab pertanyaan Rabecca yang mengudara samapai ketelinganya.

"Ah, begitu." Rabecca tidak bisa membayangkan bagaimana Samuel akan bekerja di rumah, dibandingkan dengan dirinya yang kalau sudah dirumah pikirannya hanya akan tertuju pada kasur kesayangannya.

Rabecca terlihat rapi di luar rumah bahakan meja kerjanya juga tertata rapi namun, jika sudah berada di rumah kerapiannya akan berbanding terbalik. Oleh karena itu Rabecca tidak akan pernah membawa pekerjaannya ke rumah kecuali terpaksa atau dalam keadaan deadline.

"Apa kamu berpikir menggunakan pakaian itu untuk menghadiri acara pesta?" Damian memperhatikan penampilan Rabecca, tidak ada yang salah dengan pakainnya namun, tidak sesuai pada tempatnya.

"Tentu tidak, Pak. Saya akan pulang terlebih dalu untuk membersihkan tubuh serta mengganti pakaian," Jawab Rabecca dengan cepat, siapa juga yang mau pergi kepesta dengan kemeja putih dan bawahan rok hitam pendek diatas lutut.

"Ini alamatnya, datang sebelum jam tujuh." Damian memberikan alamat sebuah hotel ternama.

"Yang benar saja, Pak? sekarang sudah hampir jam lima dan perjalanan ke rumah saya setidaknya memakan waktu hampir empat puluh menit dan dari rumah saya ke tempat ini memakan waktu setidaknya satu jam."

"Lalu? di mana letak salahnya? bukankah kamu punya selisih waktu tiga puluh menit?" ucap Damian setelah melihat jam tangannya menunjuk pada jam lima kurang lima belas menit. 

"Pak, saya butuh setidaknya satu jam untuk bersiap." Damian mengerutkan keninganya. Sebenarnya apa saja yang wanita lakukan hingga membutuhkan waktu yang cukup lama hanya untuk bersiap? 

Damian hanya butuh paling lama dua puluh menit untuk bersiap bahkan jika waktunya mepet Damian mampu bersiap hanya dalam waktu lima menit.

"Kau tidak perlu terlihat menarik, cukup pakai pakaian yang sepantasnya dan juga tidak perlu menggunakan riasan tebal. Jadi waktumu tidak akan tersita cukup lama." 

"Anda tidak akan mengerti, Pak. Kami para wanita—"

"Sebaiknya kamu pulang dan lakukan hal itu dengan cepat, saya tidak mentolerir keterlambatan." Damian meninggalkan Rabecca yang belum selesai berbicara, karena jika dia mendengarkan ucapan Rabecca itu sama saja dia membuang waktunya lebih banyak.

Bersambung...



Perfect SecretaryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang