Empat Puluh Lima

7.3K 243 5
                                    

Rabecca mentap sebuah kartu kredit dengan edisi terbatas yang mungkin hanya dimiliki orang-orang tertentu saja.  Bibir Rabecca tertarik kala mengingat tingkah ajaib Damian yang melamarnya dengan sebuah kartu tanpa limit. Mengingat Rabecca secinta itu sama uang, tangannya terulur begitu saja menerima kartu hitam itu tanpa mendengar jelas apa saja yang di ucapkan Damian. 

"Aku bisa beli apapun dengan ini tanpa mengurangi tabunganku," ucap Rabecca dengan senyum mengembang. Selain mendapatkan uang ia juga mendapatkan pria impiannya —pria kaya raya yang hartanya nggak akan ada habisnya. 

Inseden yang sangat menguntungkan bukan? Damian pria baik yang mau bertanggung jawab atas apa yang mereka lakukan. Ah, mungkin Rabecca sudah jatuh cinta pada pria itu beserta uangnya.

Sekali lagi Rabecca tersenyum, dia bukan tipe wanita yang suka berlarut-larut dalam satu masalah apalagi masalahnya sudah teratasi dengan baik. "Mungkin aku harus mencoba berbelanja dengan ini." 

Rabecca ingin memeriksa apa saja yang perlu dia beli seperti skincare dan perlengkapan kamar mandinya namun, saat ini dirinya masih berada di kediaman Damian. Rabecca meraih ponselnya lalu menghubungi Damian guna meminta ijin untuk kembali ke rumahnya.

"Ada apa? kamu butuh sesuatu?" tanya Damian begitu ia menempelkan benda pipih itu ke telinganya.

"Aku ingin ijin pulang ke rumah, Pak." Mengingat Damian memberinya petuah untuk tetap tinggal di apartemennya serta memberitahukan dirinya tentang apa saja yang ingin Rabecca lakukan, Rabecca pun meminta ijin pada pria itu untuk kembali ke rumahnya.

"Apa kamu tidak masalah sendiri? aku sedang menghadiri rapat bersama Samuel." Damian enggan meninggalkan pekerjaannya tapi juga tidak tega membiarkan Rabecca pergi sendiri dalam kondisi yang masih tidak stabil akibat perbuatannya.

"Tidak masalah aku hanya sebentar," jawab Rabecca dengan cepat.

"Baiklah, kamu tunggu di sana, nanti aku jemput." Setelah Rabecca mengatakan iya Damian pun memutus sambungan dan kembali fokus pada rapat. Samuel sampai geleng-geleng kepala melihat kelakuan Damian yang dengan acuhnya mengangkat telepon di saat rapat sedang berlangsung.

***

 Helios bersama dengan Anne kembali mendatangi rumah Rabecca setelah mendapat informasi bahwa Rabeca tidak masuk kantor hari ini. Helios berharap bertemu dengan Rabecca dan menunjukan hasil tes DNA yang ia bawa saat ini.

Helios mengetuk pintu rumah Rabecca beberapa kali dengan harapan akan dibukakan pintu, pun dengan Anne, dia berharap melihat putri kecilnya yang sudah lama menghilang. Helios sudah menunjukan beberapa foto Rabecca pada Anne namun, ia lebih antusias bertemu secara langsung dengan Rabecca. 

"Mengapa lama sekali dia membuka pintunya? apa dia tidak di rumah?" tanya Anne pada Helios yang kembali mengangkat tangannya untuk mengetuk pintu.

"Sabar, Ma. mungkin dia lagi di kamar mandi atau sedang tidur." kata Helios menenangkan Anne. 

Setelah tiga puluh menit menunggu akhirnya Helios dapat bertemu dengan Rabecca. "Maaf, apa yang kalian lakukan di sini?" tanya Rabecca yang baru saja sampai di rumahnya dan melihat dua orang berada di depan rumahnya.

"Rabecca?" Helios tersenyum kala melihat Rabecca datang.

"Ah, ternyata kamu. Aku pikir siapa." Rabecca tersenyum kecil pada Helios, dia tidak mengenali Helios dari belakang dan sempat berpikir yang tidak-tidak. 

Rabecca membuka pintu dan mempersilahkan Helios dan Anne masuk ke rumah kecilnya. "Ayo silahkan masuk." 

Anne menatap Rabecca dengan mata berkaca-kaca, melihat wajah Rabecca seolah melihat dirinya saat masih muda. Gadis itu benar-benar mirip dengannya dan tidak salah lagi Rabecca adalah putri kecilnya yang hilang akibat sebuah insiden.

"Putriku," kata Anne dengan air mata yang sudah menetes membasahi wajahnya. 

Rabecca berbalik dan melihat Anne dengan pandangan yang sulit diartikan. Ada rasa yang sulit Rabecca jelaskan.

Tangan Anne terangkat untuk membelai wajah Rabecca, "Kamu pasti menderita selama ini." Anne mencoba menahan sesak di dadanya membayangkan bagaimana rabecca tinggal jauh darinya.

Helios merasakan apa yang Anne rasakan apalagi ia sempat melihat bagaimana Sella menyiksa Rabecca. Sella— mengingat wanita itu Helios rasanya ingin menghancurkan tubuh wanita itu hingga tulangnya remuk. Namun, karena berurusan dengan Rabecca, belakangan ini ia tidak melihat bagaimana kondisi wanita itu.

"Saya hidup dengan baik selama ini," jawab Rabecca dengan lirih dan senyum getir terbit di wajahnya karena nyatanya ia sempat hampir menyerah dengan hidup yang ia jalani. Membayangkan masa lalu membuat Rabecca merasa bangga karena ia bisa sampai pada titik ini dengan jerih payahnya sendiri.

"Maafkan Mama yang tidak bisa menemukan kamu lebih cepat." Anne menarik Rabecca kedalam pelukannya, menumpahkan segala kerinduan yang selama ini menggerogotinya.

Helios tersenyum melihat Anne melepas beban yang selama ini di pikulnya, rasa bersalah yang berlebihan dan kehilangan ditambah rindu selalu membuat wanita itu murung dan membuatnya jarang berinteraksi dengan orang lain. Anne tidak pernah keluar dari rumah— wanita paruh baya itu selalu mengurung diri di sebuah kamar dimana ruangan itu dipenuhi foto seorang bayi dengan senyum cerah.

Rabecca membalas pelukan Anne rasa hangat menyelimuti hatinya dan tanpa sadar Rabecca menumpahkan air matanya di bahu wanita itu. Andai dia tidak terpisah dengan keluarganya mungkin dirinya tidak harus banting tulang untuk menggapai impiannya dan yang paling penting dia tidak bertemu dengan keluarga Winandera apa lagi wanita gila—Sella.

"Jadi, seperti yang aku katakan ketika pertama kali bertemu kalau kamu memang adikku dan bagian dari keluarga Axton." Helios mengembangkan senyumnya saat melihat Anne sudah tampak lebih tenang. "Ini buktinya dan ini akurat bukan abal-abal apalagi editan." tambah Helios pasalnya ia tau kalau Damian mempengaruhi Rabecca agar menjauh darinya.

Rabecca membuka amplop pemberian Helios lalu dengan seksama membaca hasil tes DNA yang mereka lakukan satu minggu lalu. Hasil tes antara dirinya dan Helios menunjukan angka 49,99 persen dan hasil itu akurat dan itu artinya dia dan Helios memang saudar kandung.

Rabecca di liputi rasa bahagia, dia bertemu dengan ibu dan saudaranya di usia dewasa. Sekali lagi Rabecca memeluk Anne menumpahkan rasa rindu yang mendalam kepada wanita itu. Sudah sejak dulu Rabecca berniat mencari keluarga kandungnya namun, ia sama sekali tidak punya jejak keluarganya dan pada akhirnya dia tidak mencari lagi karena sama sekali tidak punya petunjuk tentang keluarganya bahkan namanya saja ibu panti yang buat lalu setelah di adopsi keluarga Sella, Rabecca diberi nama belakang Winandera.

"Sekarang kamu percaya kalau kamu itu adikku kan?" tanya Helios dan mendapat anggukan dari Rabecca. "Aku juga butuh pelukan untuk melepas rindu ini, Rabecca." Helios mendekar pada Rabecca lalu memeluk adiknya itu dengan erat. Kali ini Helios akan menjaga adiknya dengan sepenuh hati jika perlu ia akan mengorbankan nyawanya untuk Rabecca.

"Apa ini?" Helios tidak sengaja melihat jejak merah keunguan di leher Rabecca dan dia bukan pria bodoh untuk tidak tau bekas apaa yang ada di leher Rabecca

"Apa kamu menginap dirumah Damian?" 



Hola guys....


Maaf iya nggak jadi double up kemarin 🙏flu dan batuk selama satu minggu penuh dan itu sangat menyiksa 😓 ini udah mendingan jadi akan aku usahain buat up lagi besok.

Sekitar 3 atau 4 bab lagi cerita ini akan end dan iya, cerita baru akan segera meluncur buat gantiin cerita ini.

jadi buat kalian yang belum follow akun ini, yuuk follow yuk biar kalian dapat notif kalau aku udah up cerita baru. 

jangan lupa buat vote dan coment juga yah karena vote kalian motivasi aku buat lanjut nulis

okay segitu aja dulu see you next part....

Btw kalau nemu typo mohon koreksi yak, tengkyu..




Perfect SecretaryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang