Tiga Belas

8.2K 291 2
                                    

Rabecca Menjelaskan keuntungan proyek yang akan perusahaannya kerjakan dengan perusahaan Arjhon dengan baik setelah mereka makan siang. Penjelasan Rabecca diterima baik oleh Arjhon maupun sekretaris pribadinya. 

"Daddy, sakit." Freya tiba-tiba meringis kesakitan, sakit yang dimaksud freya adalah rasa gatal bercampur merah pada sekujur tubuhnya.

"Sayang, ada apa?" Arjhon seketika panik, sekujur tubuh putrinya seketika berubah merah di sertai bintik.

"Pak, apa dia alergi sesuatu?" tanya Rabecca yang kebetulan punya alergi terhadap sebuah makanan dan reaksinya akan sama seperti Freya jika sedang kambuh.

"Saya akan menelepon dokter," kata Damian yang ikut khawatir pada gadis kecil itu.

"Daddy," Freya semakin brutal menggaruk bagian tubuhnya secara bergantian. 

"Ca, ada apa?" Hana ternyata ada di sekitar sana dia baru saja makan siang bersama seorang rekannya sesama dokter.

"Hana? ini sepertinya dia alergi." kata Rabecca sementara Arjhon bersiap membawa putrinya untuk pergi.

"Biar saya periksa," kata Hana menghentikan langkah Arjhon.

"Memangnya siapa kau? aku tidak dapat percaya pada orang asing," ucap Arjhon membuat Hana melotot lalu detik berikutnya dia membuka suara sebelum pria itu memutuskan pergi.

"Saya seorang dokter, saya bisa memeriksanya sebelum anda membawanya pergi." Hana yang melihat keadaan Freya semakin parah merebut langsung anak itu lalu dia baringkan di sofa tempat mereka duduk tadi.

Setelah melakukan pemeriksaan singkat Hana mencari sesuatu di dalam tasnya, Hana mengambil jarum suntik yang masih steril serta botol kecil lalu menusuk botol itu dari tutupnya kemudian berniat menyuntikannya pada Freya.

"Apa yang kau lakukan? jangan sembarangan pada anak saya! jika sesuatu terjadi padanya saya tidak akan mengampunimu!" Arjhon menahan tangan Hana dan menatap tajam gadis itu. 

"Pak, ini hanya antibiotik, jika anda ragu anda boleh melakukan pencarian tentang obat yang saya pakai ini." Fexofenadine merek yang tertulis pada botol kecil yang akan Hana suntikkan pada Freya.

Kemudian tanpa ragu Hana menyuntikkannya pada Freya, perlahan Freya berhenti menggaruk tubuhnya. 

"Silahkan bawa putri anda ke rumah sakit untuk pemeriksaan lanjut, Pak. Sekitar sepuluh menit dari restoran ini ada rumah sakit." Rumah sakit yang Hana tunjuk adalah rumah sakit tempat dia bekerja yang jaraknya tidak terlalu jauh.

Tanpa menjawab ucapan Hana, Arjhon langsung pergi begitu saja membawa putri semata wayangnya. 

"Saya ucapkan terima kasih atas bantuan anda, Nona. dan Pak Damian juga ibu Rabecca kami duluan iya." Setelah Rabeca mengangguk pria yang diketahui sekretaris Arjhon ikut meninggalkan restoran yang sempat heboh karena nona mudanya.

"Luar biasa, pria seperti itu sepertinya tidak kenal kata terima kasih dan maaf," ucap Hana seraya menggelengkan kepalanya.

"Nyatanya pria seperti itu ada di dunia ini, Na. Dan bukan hanya dia ada satu pria lagi yang seperti itu yang aku kenal," kata Rabecca, ujung matanya melirik pada Damian yang masih berdiri tidak jauh darinya.

"Kembali ke kantor dengan kendaraan umum," ucap Damian yang merasa tersindir oleh ucapan Rabecca.

"Na, aku duluan iya." Setelah Hana mengangguk Rabecca buru-buru mengejar Damian tentu saja dia tidak ingin keluar uang untuk ongkosnya.

"Mau apa kamu?" tanya damian saat melihat Rabecca buru-buru masuk ke dalam mobilnya.

"Saya ke sini bersama anda, Pak. Dan kembalipun harus bersama anda." Rabecca memasung sabuk pengamannya lalu duduk dengan nyaman.

"Ck, gadis aneh." Damian menggelengkan kepalanya lalu mulai menjalankan mobilnya.

Selama perjalanan tidak ada yang memulai pembicaraan keduanya hanya diam dengan pikiran masing-masing. Damian fokus pada jalanan di depannya sementara Rabecca yang sibuk memandang keluar lewat jendela dan tanpa sengaja melihat seseorang yang sepertinya dia kenal. 

"Apa yang dia lakukan di sana?" Rabecca melihat orang itu hingga menghilang dari pandangannya.

Ingatan Rabecca melayang pada keluarganya dulu keluarga Winandera. Ingin rasanya Rabecca pulang ke rumahnya dulu untuk mengetahaui kabar mereka. Meski membenci keluarga itu namun, kalau bukan karena mereka Rabecca tidak mungkin jadi seperti sekarang ini. Dan lagi papanya dulu sangat menyayanginya hanya saja mamanya berubah saat adiknya berumur lima tahun. 

Dan pada akhirnya Rabecca keluar dari rumah itu menjelang kelulusannya dari bangku SMA. Hingga saat ini dia tidak pernah lagi bertemu dengan keluarganya itu tidak ia pungkiri ada sedikit rindu pada mereka.

"Apa kamu akan tetap berada di sini dan mengabaikan pekerjaanmu?" Rabecca tersentak dari lamunannya mendengar suara Damian yang bisa dikatakan keras. 

Rabecca melihat ke sekelilingnya dan melihat sudah berada di parkiran kantor, dia kemudian turun dari mobil sementara Damian masih berada di dalam. 

"Saya tidak akan kembali lagi hari ini, jadi saya harap kamu bisa menghendelnya." Setelahnya  Damian kembali menjalankan mobilnya dan meninggalkan lapangan parkir.

"Katanya tidak akan mengandalkanku, apa ini?" Rabecca mendengus pada pria yang pernah mengatakan bahwa dirinya tidak dapat di andalkan. Namun, sekarang ternyata masih menyuruhnya.

Dalam perjalanannya menuju ruangannya Rabecca bertemu dengan Vio. Wanita itu terlihat lesu pandangannya terlihat kosong. Rabecca merasa ada sedikit yang berbeda pada Vio semenjak kembali dari rumah keluarga Damian.

"Vio!" Rabecca sedikit berteriak memanggil sahabatnya itu.

"Eh, Ca. Habis dari mana? tumben sekali dari luar?" Vio mencoba terlihat biasa saja akan tetapi dalam hati Vio, dia merasa bersalah telah menyembunyikan masalah besar dari sahabatnya itu.

"Tadi Pak Damian ajak rapat di luar sekalian makan siang," tutur Rabecca tanpa berniat berbohong. "Malahan ketemu Hana tadi sebentar di restoran." Tambahnya.

"Enak dong makan siang sama Pak Damian, tapi dibayarin nggak?" 

"Dibayarin dong, kalau nggak mana mau aku temanin di keluar." Rabecca tersenyum namun, dalam hatinya dia tidak ingin seperti ini. Dia sudah cukup lelah dengan gaya hidup hematnya itu. Bersikap tidak tau malu dan banyak menyusahkan kedua sahabatnya. Sungguh dia tidak ingin seperti itu namun, mengingat dirinya tidak punya kerabat dia harus berusaha mengumpulkan uang sebanyak mungkin agar dirinya tidak susah di hari tuanya karena kemungkinan tidak akan ada yang akan membantunya jika terjadi apa-apa dengannya.

Meski dia punya Hana dan Vio,  tetap saja tidak membuatnya menaruh kepercayaan penuh pada dua sahabatnya itu, karena setiap orang bisa berubah dan meninggalkan dirinya sama seperti kedua orang tua angkatnya yang dulunya sangat ia sayangi dan  menaruh harapan penuh pada mereka.

"Kamu bawa mobil nggak, Vi?" 

"Sayang sekali kalau kamu mau nebeng aku nggak bawa mobil." Vio hari ini tidak membawa mobil berhubung papanya meminjam mobilnya karena mobil papanya masuk bengkel dua hari yang lalu.

"Kalau begitu kamu naik mobilku aja, berhubung hari ini aku lagi senang karena makan enak plus mahal kamu boleh naik Mr. Boo gratis." Kata Rabecca dengan menekankan kata gratis. Sejujurnya ada maksud lain Rabecca pada Vio, dia ingin tau apa yang terjadi dengan Vio belakangan ini. 

Satu minggu setelah dari rumah keluarga O'Ryan dan selama itu juga Rabecca merasa ada yang di sembunyikan Vio. Dan sebagai sahabat dirinya ingin tau apa yang sebenarnya terjadi hingga sahabatnya itu sering melamun dan terkesan menghindari dirinya dan Hana.

bersambung...





Perfect SecretaryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang