Tiga Puluh Delapan

7.3K 248 5
                                    

Saat ini Helios sedang memantau pergerakan Sella lewat cctv yang ia pasang di ruangan itu. Terpantau Sella sedang berada di sudut kamar dengan posisi duduk di lantai memeluk kedua lututnya. 

"Apa kau melihat sedikit saja penyesalan dari wanita itu?" tanya Helios pada Roland yang bertugas mengawasi Sella.

"Tidak sedikitpun wanita itu menunjukan penyesalan, Tuan. Bahkan kemarin dia berniat mengakhiri hidupnya." Jawab Roland membuat Helios mengepalkan tangannya.

"Jangan biarkan wanita itu mati dengan mudah." Mungkin siksaan yang Helios berikan sama sekali tidak membuat Sella merasa bersalah. Iya, lagi pula hukumannya hanya berada di dalam kamar dengan suhu rendah tanpa ada kekerasan fisik lainnya. 

Namun, itu semua hanya awalan saja, sebagai wanita yang pernah menghangatkan ranjang Helios. Pria itu sedikit bermurah hati mengingat Sella selalu berperilaku baik kepadanya. Andai saja Sella memohon dan mengakui kesalahannya mungkin Helios akan sedikit bermurah hati padanya.

Tapi sepertinya Sella sama sekali tidak merasa bersalah bahkan wanita itu merasa apa yang menimpa Rabecca seharusnya jauh lebih menyakitkan dibanding yang Rabecca dapatkan saat itu. Dan Sella terus berdoa agar hidup Rabecca hancur melebihi apa yang dia rasakan.

"Baik, Tuan." Jawab Roland lalu menyuruh bawahannya untuk terus memantau Sella lewat cctv.

"Apa pria tua itu tidak mencarimu?"

"Saya sudah menemui beliau kemarin, Tuan." 

Helios mengangguk lalu kembali bertanya sebelum pergi, "Apa dia tidak bertanya tentang Sella?" 

"Pak Jacob, mempercayakan Sella kepada saya jadi dia tidak bertanya apa pun tentang wanita itu." Jacob merasa Roland bisa diandalkan karena dia merupakan seorang pemimpin gangster yang dulu Jacob bangun bersama temannya.   

"Baguslah jika pria tua itu tidak banyak bertanya." Setelahnya Helios berniat menuju ruangan Sella. Kali ini Helios akan menunjukan bagaimana hidup dalam neraka buatannya. 

Helios membuka pintu dengan perlahan lalu masuk ke dalam ruangan dan melihat Sella dengan senyum sinis. "Bagaimana? apa kau masih kuat tinggal di sini?" tanya Helios dengan ringan.

Sella mengangkat kepalanya perlahan lalu menatap Helios penuh amarah lalu secepat kilat berdiri dan menghampiri Helios. "Menurutmu apa yang akan terjadi pada Rabecca?" tanya Sella dengan senyum miring.

Helios memincingkan matanya, ia curiga kalau Sella masih memiliki orang-orang untuk melukai Rabecca.

"Jangan coba-coba mengujiku, Jalang sialan!" Helios tidak akan tinggal diam jika apa yang dia pikirkan benar adanya.

Sella terkekeh, di luar sana ia masih punya seorang ibu yang tentunya akan mencari dirinya hingga ke ujung dunia dan kegilaan yang dia dapat tentunya berasal dari ibunya.  

Dan benar saja sudah beberapa hari Sella tidak menghubunginya, Arum kini tengah menyebar foto Sella agar cepat menemukan putri semata wayangnya itu. Bagaimanapun Sella adalah satu-satunya keluarga yang ia punya saat ini. Dan Arum kini berencana untuk menemui Rabecca karena yang ia tau bahwa Sella sering menemui Rabecca belakangan ini.

Sella mengeluarkan tawa dengan nada lebih keras setelah melihat wajah panik Helios. Pria itu kini tengah mengkhawatirkan Rabecca.

"Jika aku mati di sini, aku pastikan kalau Rabecca juga akan bernasib sama sepertiku." Sella kembali tersenyum melihat wajah marah Helios.

"Sayangnya Rabecca memiliki Damian di sampinya. Jadi aku yakin kalau apa yang ada di kepalamu itu tidak akan pernah terjadi." Meski sedikit ragu tapi Helios meyakinkan dirinya kalau Damian akan menjaga Rabecca. Karena dari yang dia lihat sepertinya pria itu memiliki perasaan lebih terhadap Rabecca.

"Kita lihat saja apa yang akan terjadi pada wanita bodoh itu dalam waktu dekat ini." Sella sepertinya sangat percaya kalau Rabecca akan bernasib sama dengan dirinya. 

Helios memperlihatkan senyum remeh pada Sella. "Memangnya apa yang akan terjadi?" Helios mendekat pada Sella lalu dengan gerakan cepat ia menjambak rambut Sella menariknya kuat hingga Sella merasa seluruh rambutnya akan terlepas dari kepalanya.

"Tidak akan terjadi apapun pada Rabecca dan bersiaplah untuk bertemu dengan ibumu." Helios melepaskan rambut Sella dengan sedikit dorongan hingga Sella hampir terjatuh.

Sella menatap netra Helios dengan tatapan murka, "Kau tidak akan pernah bisa menemukannya!" Sella berteriak frustasi, dia tidak berpikir kalau Helios dapat menebak siapa orang yang dia maksud akan mencelakai Rabecca.

Sementara Helios tersenyum puas, sebenarnya tadi dia hanya menebak karena Sella pernah mengatakan padanya kalau di dunia ini satu-satunya yang ia punya sebagai keluarga hanya ibunya.

"Apa kau ingin bertemu dengannya?" Helios kembali tersenyum, "Secepatnya, aku berjanji akan mempertemukanmu dengannya." Helios berbalik dan menuju pintu dengan senyum merekah.

"Helios bajingan! aku bersumpah akan membalasmu jika kau berani menyentuhnya!" teriak Sella sebelum pintu kembali tertutup. Namun, Helios sama sekali tidak menggubris ucapan Sella karena kali ini tujuannya adalah untuk mendapatkan Arum, ibu Sella.

"Aku ingin kau mencari wanita ini!" perintah Helios pada orang suruhannya, tidak sulit baginya untuk mendapatkan foto Arum. Ponsel Sella yang ia sita ternyata begitu berguna untuk menemukan siapa saja yang berpotensi untuk mencelakai Rabecca.

"Kali ini akan aku pastikan sendiri, tidak akan ada lagi orang yang akan berani melukai kamu." Helios melihat foto Rabecca yang ia dapatkan dari Roland. Helios mengemudikan mobilnya, tujuannya kali ini adalah rumah sakit. Sesegera mungkin ia akan memberitahukan pada Rabecca siapa dia sebenarnya dan tidak akan dia biarkan Damian dekat dengan Rabecca.

Butuh satu jam bagi Helios untuk sampai di rumah sakit dan dia langsung membawa langkahnya menuju ruangan Rabecca, berharap kalau Rabecca tidak sedang di jaga Damian atau siapapun. 

"Sial!" umpat Helios saat melihat ada seorang gadis bersama dengan Rabecca.

"Na, kamu udah di sini dari kemarin." Rabecca tidak ingin mengambil lebih banyak waktu Hana hanya untuk menjaga dirinya.

"Iya, dan akan di sini sampai kamu benar-benar pulih dan di perbolehkan pulang."Hana tersenyum seraya melempar tatapan hangat pada Rabecca.

"Cuti kamu sayang jika dipergunakan hanya untuk menjaga aku, Na. Gimana kalau kamu pergi berlibur selama beberapa hari?" 

"Nggak, Ca. Aku nggak mau sesuatu terjadi lagi sama kamu." Helios mendengar percakapan dua wanita yang ia duga adalah sahabat. 

"Tapi, Na. Sayang dong cuti tahunan kamu." Hana sengaja mengambil semua cutinya untuk merawat Rabecca. 

"Gak masalah, Ca. Lagian ini tuh lebih  berguna dibanding aku pergi jalan-jalan gak jelas dan menghabiskan banyak uang." Itu yang keluar dari mulut Hana namun, jauh di lubuk hatinya yang dalam ia ingin menikmati liburannya di pantai. Akan tetapi dia lebih memilih bersama Rabecca, selain untuk menghemat uangnya dia juga dapat uang tambahan dari Damian. 

Iya, pria itu lah yang memintanya mengambil cuti dan menyuruhnya merawat Rabecca. Meskipun tanpa diberi uang pasti Hana akan merawat Rabecca setidaknya dia akan selalu mampir setelah jam kerjanya selesai. 

"By the way, dimana vio? kok aku nggak pernah melihatnya datang menjenguk kamu?" Rabecca terdiam mendengar pertanyaan Hana. Pasalnya Hana tidak dia beritahu tentang keadaan Violetta dan juga dia tidak tau bagaimana keadaan Violetta sekarang.

"Ada apa, Ca? apa aku melewatkan sesuatu?" tanya Hana setelah melihat raut wajah Rabecca seolah tengah menyembunyikan sesuatu.

Sementara dari balik pintu Helios terus menguping pembicaraan mereka hingga dia dikejutkan suara berat seorang pria yang tidak asing di telinganya.

Bersambung....


Perfect SecretaryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang