Empat Puluh Sembilan

7.1K 202 1
                                    

Typo bertebaran...

"Gimana? masih pusing nggak?" tanya Damian seraya mengusap lembut kepala Rabecca.

Rabecca menggeleng pelan, "Hana udah kasih obat tadi, jadi udah nggak pusing lagi." Begitu sampai di apertemen Damian pagi tadi, Rabecca tiba-tiba mersa pusing dan bagian belakang kepalanya terasa berat seolah membawa beban puluhan kilo. Ia bahkan hampir terjatuh jika Damian tidak bergerak cepat untuk menahannya.

Rabecca di ujung kesadarannya meminta Damian untuk menghubungi Hana. Hana bersahabat dengan Rabecca sejak awal semester dan menjadi dokter pribadi Rabecca dan Violetta sejak gadis itu menerima Surat Izin Praktik (SIP)-nya. Hana sampai apertemen Damian setelah dua puluh menit sejak di hubungi, beruntung Hana sedang tidak memiliki pasien darurat jadi dia bisa meninggalkan rumah sakit sebentar namun, Hana mendapat kesialan dengan bertemu  Helios.

"Apa Hana tidak menyuruh kamu untuk periksa lebih detailnya ke rumah sakit?" Meski sudah mendapat jawaban dari Hana tapi tetap saja Damian belum merasa puas.

Kata Hana Rabecca hanya kelelahan dan kurang tidur. Namun, Damian tidak yakin karena sejak tadi wajah Rabecca masih terlihat pucat. 

"Hana bilang kalau pusingnya datang lagi harus segera ke rumah sakit untuk lebih pastinya." jawab Rabecca santai karena sudah tidak merasakan pusing lagi.

"Kalau begitu, ayok kita ke rumah sakit sekarang," ajakan Damian di tolak Rabecca dengan gelengan kepala karena dia merasa baik-baik saja sekarang dan sepertinya perutnya yang minta di isi.

"Aku baik-baik aja sekarang, pusingnya juga sudah hilang setelah minum obat tadi, hanya sedikit lapar." Jujur Rabecca dan juga berharap kalau pria di sampingnya ini peka. 

"Kamu mau makan apa biar aku pesankan?" Damian sigap mengeluarkan ponselnya dari saku celana dan membuka aplikasi gofood.

"Pengen makan yang berkuah —bakso kayaknya enak deh, Mas pake sambal yang banyak." Mata Rabecca berbinar membayangkan bakso dengan sambal yang banyak hingga kuahnya berwara merah.

"Oke, aku pesan bakso tapi tidak pakai sambal." Damian memesan dua porsi bakso dari ponselnya.

"Pak —eh Mas, nggak enak kalau tidak pakai sambal." Rabecca memberenggut bayangannya terhadap bakso yang menggiurkan jadi hambar.

"Nanti perut kamu sakit kalau pakai sambal, kita kan mau nikah jadi harus jaga kesehatan." Rabecca mengalihkan pandangannya pada Damian. Pria itu terlihat santai setelah mengucapkan kata-kata yang membuat jantung Rabecca berpacu lebih cepat.

"Nikah? kapan, Mas?" Seingat Rabecca Damian belum memastikan kapan pastinya mereka menikah, pria itu hanya masih melamarnya itupun secara mendadak akibat sebuah kejadian.

"Bulan depan Ca, aku juga udah minta mama buat cari WO." Damian sudah membicarakan perihal pernikahannya pada kedua orangtuanya tepat setelah dia melamar Rabecca tempo lalu. Dan kedua orang tuanya meminta mereka menikah secepatnya terlebih Jacob yang sangat menanti hari itu.

Rabecca terdiam cukup lama dia juga tidak mau melihat pada Damian. Rasanya ada sesuatu yang mengganjal di hatinya.

"Kamu kenapa? apa pusing lagi?" tanya Damian setelah menyadari keterdiaman Rabecca.

"Nggak," jawab Rabecca kemudian berdiri dan meninggalkan Damian di ruang tamu dengan wajah bingung.

"Apa aku ada salah?" Monolog Damian yang merasa Rabecca bersikap dingin. 

"Ca?" Damian menyusul Rabecca masuk ke dalam kamar lalu duduk di samping Rabecca yang berbaring di ranjang.

Mendengar suara Damian Rabecca mengubah posisinya jadi memunggungi Damian. "Ca, apa aku melakukan kesalahan?" 

Perfect SecretaryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang