Dua Puluh Tiga

7.7K 264 5
                                    

Vio tengah berlari untuk mengindari kejaran Darius, dengan tergesa-gesa Vio menghentikan taxi dengan matanya yang terus fokus memperhatikan Darius dan jarak mereka.

"Sialan! cepat sekali dia berlari." Darius mengumpat dengan kesal saat melihat Vio menaiki taxi dari jaraknya yang tertinggal beberapa meter. "Aku tidak akan mengampunimu Violetta!"

Kali ini dia tidak akan memaafkan kesalahan Vio kesalahannya terlalu fatal untuk dimaafkan, berani sekali wanita itu mengundang kemarahan seorang Darius. Setiap wanita yang menyakiti dirinya akan menerima konsekuensinya sama seperti mantan-mantan kekasihnya dulu yang berhianat padanya. 

Beberapa kali membuat kesalahan Darius dapat mentolerirnya namun, kali ini Vio sudah sangat kelewatan. Bagaimana bisa dia berniat melenyapkan benih Darius yang sedang tumbuh di dalam perutnya. Hal itu benar-benar diluar dugaan Darius, dia pikir Vio tidak sengaja mengonsumsi makanan yang berpotensi mengugurkan calon bayinya namun, nyataya wanita itu dengan beraninya mendatangi klinik aborsi. Sekarang lihat apa yang terjadi pada klinik sialan itu. Andai saja Darius datang sedikit lebih lama calon bayinya pasti sudah tidak ada lagi saat ini.

Sebenarnya Darius tidak suka melakukan kekerasan namun, kenapa wanita-wanita ini selalu mengundang amarahnya hingga dia selalu melanggar prinsipnya untuk tidak pernah menyakiti wanita. Sial Darius sudah tidak dapat lagi memegang prinsip yang sudah ia bangun sejak kecil.

"Syukurlah dia tidak mengejar lagi." Vio mengusap dadanya seraya menarik napas lega. Sebenarnya dia juga tidak ingin melenyapkan janin yang tumbuh di rahimnya akibat kesalahan satu malam. Namun, tentunya dia tidak ingin menjadi bulan-bulanan tetangganya mulut beracun mereka bisa membuat Vio hancur dalam sekejap mata. 

Jujur Violetta tidak memiliki mental yang cukup kuat untuk menghadapi omongan setiap orang yang tajamnya setajam silet. Belum lagi kedua orangtuanya, pasangan suami-istri itu pasti memberondongnya dengan banyak pertanyaan dan pastinya keputusan mereka sama.

Vio kira Darius tidak akan pernah tau tentang kehamilannya itu karena dia tidak pernah lagi berhubungan dengan Darius sejak malam itu. Namun, entah angin dari mana yang memberitahu Darius tentang kehamilannya ini hingga dalam percobaan terakhirnya Darius menemukannya di sebuah klinik aborsi yang berkedok klinik bersalin.

Vio memang sudah berkali-kali mencoba menghilangkan nyawa janinnya itu sejak dia tau keberadaan janin itu. Mulai dari mengkonsumsi makanan yang tidak dianjurkan untuk ibu hamil seperti, pepaya, nanas, telur setengah matang dan yang lainnya hingga obat-obatan. Namun, sepertinya janinnya itu sangat kuat hingga apapun yang Vio konsumsi malah semakin membuat janinnya terus berkembang. Dan pada akhirnya Vio memutuskan untuk mengugurkan janin itu lewat seorang bidan yang berada di pinggiran kota akan tetapi, naas Darius memergoki dirinya.

"Astaga aku harus kemana lagi sekarang?" Vio tidak tau harus pergi kemana karena Darius sudah berjanji akan menangkapnya kemanapun ia pergi.

Vio menggunakan beberapa waktu untuk berpikir lalu setelah merasa mendapat jawaban dia pun menghubungi seserorang melalui gawainya.

"Tolongin aku," kata Vio begitu telepon terhubung dengan seseorang di seberang sana.

"Tolongin apa?" 

"Cariin tempat persembunyian yang akan mudah ditemukan."

"Emang ada—maksudku kalu lagi hindarin siapa?" 

"Orang yang nggak waras, ayolah cepat tolongin aku ini aku lagi dikejar sama itu orang." Vio memohon pada orang itu namun, tanpa dia ketahui kalau orang itu atau lebih tepatnya Rabecca tidak punya tempat yang dapat dijadikan persembunyian.

"Tolongin aku, Ca." Mohon Vio sekali lagi.

"Kamu ke sini dulu, ceritain secara detail masalahnya baru bisa aku bantu." Kata Rabecca dengan tegas setelah itu dia memutus sambungan dengan sepihak. Dugaan Rabecca tentang sesuatu yang tidak beres pada Vio ternyata benar dan semoga saja wanita itu mau menceritakan yang sebenarnya terjadi.

Sesampainya di rumah Rabecca Vio langsung menceritakan semuanya pada Rabecca tanpa sedikitpun terlewat, mulai dari kejadian di rumah keluarga O'Ryan hingga pada keputusannya untuk melenyapkan janinnya. Selepas bercerita Vio merasa batu yang menghipit dadanya sedikit lebih longgar dari pada kemarin saat dia menyimpan masalah sebesar ini sendirian setidaknya perasaannya tidak lagi segelisah kemarin saat tidak satu orangpun tau tentang keadaannya.

Plak!

Rabecca memberi sebuah pukulan yang cukup keras di punggung Vio lalu melempar tatapan tajam pada sahabatnya itu.

"Kamu sudah gila iya?" Rabecca tidak habis pikir dengan jalan pikiran Vio. "Memang sudah sepantasnya kamu meminta pertanggung jawaban Darius kenapa malah kabur nggak jelas seperti ini?" 

"Dia nggak pernah menghubungi aku setelah malam itu, jangankan menghubungi kami papasan aja dia nggak nyapa aku. Coba bayangin kalau kamu jadi aku, kamu bakalan ngelakuin apa?"  Vio mengambil napasnya yang terasa tercekat lalu kembali melanjutkan ucapannya. "Aku nggak bisa bayangin betapa hancurnya Ibu sama Ayah kalau tau aku seperti ini ditambah lagi omongan julid dari para tetangga, rasanya aku nggak sanggup menerima semua itu, Ca." 

Rabecca bisa merasakan perasaan yang Vio rasakan tidak bisa ia bayangkan kalau dia berada di posisi Vio. "Lalu apa rencana kamu sekarang?" 

"Aku belum tau, tapi yang jelas aku tidak mau ketemu dia untuk saat ini." Vio menunduk seraya meremas jari-jemarinya. Pikirannya kacau sekarang banyak pertanyaan dan kemungkinan-kemungkinan terburuk yang sedang berseliweran di kepalanya.

"Aku nggak yakin kalau kamu bisa bersembunyi dalam waktu yang lama di tempat ini." Rabecca sedang memikirkan satu tempat yang cocok untuk Vio bersembunyi namun, dia sedikit ragu. Dari yang Rabecca dengan Darius bukanlah orang yang dapat menyerah begitu saja dia pasti akan menemukan Vio dalam waktu dekat selain punya otak yang cerdas pria itu juga punya koneksi.

"Setidaknya dia tidak akan menemukanku sekarang atau besok. Kamu tau, Ca. Wajahnya sangat menyeramkan saat marah dia melebihi singa yang sedang kelaparan." Vio dapat membayangkan wajah murka dari seorang Darius dan itu membuat seluruh tubuhnya bergetar.

"Aku harap dia tidak melahapku juga setelah ikut campur urusan kalian." Mulai saat ini Rabecca akan menghindari Darius dan orang dekatnya kecuali Damian pastinya. Karena pria itu adalah atasannya sekaligus sumber uangnya saat ini.

Setelah menghubungi seseorang Rabecca memberangkatkan Vio dengan rasa khawatir, harapannya Darius tidak akan pernah bisa menemukan Vio.

Bersambung...


Perfect SecretaryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang