Dua Puluh

8.4K 279 2
                                    

Kepulan asap dan aroma harum dari mie instan yang baru Rabecca masak sama sekali tidak membangunkan minat Rabecca untuk segera menyantapnya. Untuk pertama kalinya makanan itu tidak terlihat menarik di mata Rabecca karena ucapan Sella yang terus terngiang di kepalanya. Aku tidak akan pernah membiarkanmu hidup dengan tenang, kupastikan kehadiraku adalah bencana untukmu! kata itu seperti sebuah bom waktu yang sewaktu-waktu dapat mengahcurkan dirinya.

 "Sial!" umpat Rabecca seraya memukul mejanya hingga menumpahkan sedikit air dari gelasnya yang terisi penuh.

Entah apa yang ada di dalam kepala Sella hingga membenci Rabecca begitu dalam, kalau Rabecca tidak salah ingat hal itu dimulai ketika gadis itu pulang bermain dengan temannya saat usianya tujuh tahun. Padahal sebelumnya Sella adalah gadis yang baik dan penurut dia sangat manis saat merengek meminta sesuatu pada Rabecca. Ah, rasanya Rabecca merindukan Sella kecil, gadis kecil yang selalu mengekoronya kemanapun.

Suara dering ponsel Rabecca membuyarkan lamunannya, entah siapa yang menelepon dirinya menjelang makan malam seperti ini. Biasanya ponsel Rabecca tidak akan berbunyi lagi hingga pagi menjelang kecuali para sahabatnya yang menghubungi.

Rabecca mengerutkan keningnya saat melihat nama si penelepon Tumben sekali dia menghubungiku malam-malam seperti ini.

"Halo," jawab Rabecca seraya menempelkan benda pipih itu ke telinganya.

"Periksa email, saya mengirimkan beberapa riset dan data di sana." Itu adalah suara Damian, apa tidak salah pria itu menyuruhnya bekerja malam-malam seperti ini? dia tidak lupakan dengan kontrak kerja Rabecca.

"Maaf Pak, saya tidak akan bekerja diluar jam kerja saya." Damian sudah menduga ini sebelumnya, dia yakin kalau Rabecca tidak akan bekerja diluar jam kerjanya. Kontrak kerja Rabecca benar-benar dipergunakan dengan baik dan Damian  benci hal itu.

"Ini pekerjaan penting Rabecca, tidak dapat ditunda." Damian menghela nafasnya pelan, jika saja pekerjaan ini tidak terlalu penting dia akan mengerjakannya sendiri setelah mengerjakan pekerjaan lain yang tidak kalah penting.

"Maaf Pak, Say—"

"Saya akan langsung memberi bonus begitu pekerjaan kamu selesai." Potong Damian dengan cepat. setelah mengatakan hal itu Damian yakin Rabecca tidak akan menolaknya wanita ini sangat perhitungan dengan uang.

"Baik Pak, akan saya periksa saat ini juga," Rabecca membawa langkah kakinya menuju kamar dan mencari laptopnya. Rabecca melihat meja di samping tempat tidurnya kosong lalu membuka lacinya berharap kalau benda itu ada di sana namun, nihil. Sesaat Rabecca mencoba mengingat dimana ia menaruh laptopnya itu dan setelah membongkar ingatannya Rabecca menepuk jidatnya dengan keras. "Maaf Pak, sepertinya laptop saya ketinggalan di kantor." 

"Dasar ceroboh!" Damian tidak habis pikir bagaimana bisa gadis itu mendapat predikat sebagai perfect secretary sementara Rabecca sering melakukan kesalahan-kesalahan kecil seperti ini. Atau memang yang dilihat orang-orang dikantornya hanya kesalahan besar saja atau memang dia saja yang mempermasalahkan hal kecil.

"Aku mengirimkanmu alamat, datang sekarang juga!" Itu perintah bukan permintaan atau pernyataan. Damian ingin pekerjaan itu selesai malam ini juga karena besok ia harus mempresentasikan semua itu di depan para pemegang saham.

"Baik saya akan segera tiba." Rabecca memutus sambungan teleponnya lalu bergegas keluar dan menuju mobilnya.

"Apa yang Vio lakukan di sana?" Sebelum menjalankan mobilnya Rabecca melihat Vio sedang mengobrol dengan seseorang yang tidak ia kenal kemudian Violeta menaiki motor pria itu dan membawanya pergi. 

"Vio pergi sama siapa?" tanya Rabecca pada dirinya sendiri, belakangan ini kelakuan Vio sedikit aneh. Wanita itu bahkan tidak pernah lagi menegurnya kalau bukan dia yang duluan. Seandainya Rabecca tidak punya pekerjaan penting ia pasti akan mengikuti Vio di belakangnya untuk mengetahui kemana perginya wanita itu.

Perfect SecretaryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang