Routine - Ushijima Wakatoshi

1.2K 133 7
                                    

Menyatukan dua insan juga menyelaraskan dua kehidupan yang amat berbeda bukanlah perkara mudah. Banyak kesalah pahaman terjadi. Miskomunikasi. Desakan untuk menarik diri. Sikap defensif yang kembali memicu pertikaian. Semua itu sudah pernah mereka alami, sehingga jika ada yang bertanya pada mereka apa kunci dari hubungan yang langgeng salah satunya adalah komunikasi.

Dulu, [Name] kesulitan mengungkapkan perasaannya pada Ushijima karena sang pria sebagian besar waktu tampak datar dan tanpa ekspresi. Setelah memupuk keberanian juga sesudah mereka menghabiskan berjam-jam untuk berbincang agar mengenal satu sama lain, [Name] baru tahu kalau Ushijima pun bingung bagaimana bersikap setelah hubungan mereka dilabeli sebagai sepasang kekasih.

Lantas, perlahan-lahan mereka berubah. Ushijima kian lancar memperlihatkan kasih sayangnya—pria itu berujar bahwa kata-kata bukanlah keahliannya, sedangkan [Name] semakin baik dalam menyuarakan perasaannya. Kesibukan sekolah bukan lagi penghalang mereka absen menyusun waktu untuk berdua. Apalagi setelah keduanya memutuskan untuk tinggal bersama, waktu yang dikhususkan untuk berdua pun semakin mudah didapatkan.

Namun masalah baru muncul ketika Ushijima ditarik sebagai pemain inti di Schweiden Adlers. Jangan salah sangka, [Name] sangat gembira begitu Ushijima memberitahu kabar ini. Mereka bahkan merayakannya dengan makan di restoran bintang lima. Namun, beriringan dengan terjaminnya karir atlet Ushijima ada latihan intens yang harus dijalani.

Bangun sebelum matahari terbit, lari pagi sesuai dengan menu yang diberikan pelatih kemudian kembali ke apartemen untuk sarapan, lalu pergi latihan. Waktu di malam hari pun berkurang karena biasanya Ushijima terlalu lelah untuk melakukan apapun selain makan malam dan mandi. Awalnya [Name] berpikir fase ini hanyalah sementara, tetapi dua bulan berlalu dan masih belum ada perubahan. Ia merasa perlu untuk membicarakan ini dengan Ushijima.

"Toshi ... boleh bicara sebentar?"

Atensi Ushijima langsung berpindah sepenuhnya pada sang gadis. Ia menaruh ponselnya di atas meja, memutar tubuhnya agar berhadapan pada [Name] sepenuhnya. "Ada masalah, [Name]?"

[Name] membasahi bibir gugup, meraih jari-jari panjang prianya. "Aku tidak tahu apakah aku sedang egois atau aku ingin meminta waktumu lebih banyak, tapi aku merindukanmu Toshi. Waktu bersama kita sangat sedikit. Bukannya aku tidak mengerti kesibukanmu, sungguh aku maklum, tapi ..."

"Tapi apa, Sayang?"

Tangan Ushijima yang bebas menangkup dagu [Name], meminta gadis itu untuk mengangkat kepala agar mereka bersitatap. Iris senada buah zaitun itu tampak menunggu jawabannya. Tanpa penghakiman atau sirat tersinggung, hanya kasih sayang dan kebingungan yang terpancar di mata Ushijima.

[Name] mendesah panjang. "Aku hanya merindukanmu Toshi. Rindu saat kau benar-benar di sisiku, bukannya memikirkan hal yang lain."

Ushijima termenung, lalu mengangguk kecil. "Oke."

Dahi [Name] mengerut dengan respons yang diluar dugaannya. "Oke? Apanya yang oke?"

Pria kidal itu terkekeh menyaksikan gadisnya tersulut emosi. Ibu jarinya mengusap pipi [Name] penuh sayang, menenangkan gadis itu bahwa ia tidak bermaksud apatis dengan perasaannya.

"Kalau dipikir-pikir belakangan ini kita memang hampir tidak punya waktu bersama," renung Ushijima. "Aku juga merindukanmu, [Name]."

[Name] terdiam. Ia menyandarkan kepalanya pada telapak tangan Ushijima yang hangat. Jemarinya diremat lembut sebanyak tiga kali—kode mereka untuk mengatakan 'aku menyayangimu', sebagai balasan [Name] melemparkan senyum tipis.

"Sudah terlalu larut untuk melakukan sesuatu." Ushijima melirik jam dinding yang tergantung di atas televisi. "Besok mau temani aku lari pagi?"

"Kau tahu aku tidak kuat lari terlalu jauh, Toshi," tolak [Name] halus. "Lagipula mengingat menu latihanmu, aku bukannya pulang ke apartemen malah dilarikan ke rumah sakit."

Haikyu!! One ShotsWhere stories live. Discover now