Page 07

16 13 1
                                    

Jangan lupa vote dan komen<3
Ingetin kalau ada typo~

Jaemin melewati jalan yang cukup lengang, mengingat ini sudah pukul sepuluh malam. Dahi Jaemin mengernyit kala kedua netranya menangkap raga dari gadis berambut lurus sedang berdiri di bawah lampu jalan yang redup.

"Im Diera?"

Benar. Itu Diera.

Gadis itu tersenyum seraya melambaikan satu tangannya rendah, berniat menyapa Jaemin yang baru saja memanggil namanya namun kini kian mendekat ke arahnya.

"Ngapain di sini?"

"Aku sedang menunggu Asahi." Diera menunjukkan sebuah buku pelajaran di tangannya. "Asahi akan mengambil buku miliknya."

Tatapan Jaemin berubah menjadi teduh, senyum yang sedari tadi mengembang karena cukup merasa bahagia sebab bertemu dengan Diera lantas memudar. "Im Diera."

"Iya, Na?"

"Kenapa lo bohong?" Diera diam.

"Tadi siang lo bilang ke gue kalau buku itu punya lo. Tanpa lo cerita ke gue, gue tahu itu buku punya Asahi. Kenapa lo mau disuruh-suruh?"

Na Jaemin, sosok yang baru saja Diera temui sudah begitu tahu banyak mengenai dirinya. Tentang Diera yang selalu dilukai, tentang Diera yang dipaksa agar menurut melakukan ini itu, dan tentang Diera yang mudah rapuh karena semesta tak pernah berpihak padanya. Meski Im Diera tidak bercerita banyak mengenai dunianya, rupanya Jaemin begitu peka kepadanya.

Im Diera akhirnya terkekeh, tidak tahu lagi harus menjawab ucapan Jaemin seperti apa.

"Di sana ada rasa sakit." Jaemin menunjuk dahi Diera yang terplester. Tangannya kemudian turun, jarinya menujuk dada Diera.

"Tapi, di sana lebih sakit."

Kembali tersenyum, Diera mulai memberanikan diri menatap Jaemin. "Na, aku baik-baik saja—"

"Lo lupa? Tadi siang lo nangis di pelukan gue."

Jaemin mulai menyibak beberapa anak rambut yang menghalangi wajah cantik Diera ke belakang telinga. Cantik dan sempurna. Hanya tiga kata itu yang dapat Jaemin gunakan untuk mendeskripsikan Im Diera.

"Wajah cantik lo enggak bisa bohong."

"Na, kamu tidak tahu—"

"Enggak tahu tentang apa? Lo lupa, tadi siang lo nangis sambil cerita ke gue, dan gue juga tahu kalau senyum lo itu palsu."

Diera menunduk, dia menangis. Tepat saat itu, Jaemin membawa Diera masuk ke dalam dekapnya yang erat.

"Masih mau bohong ke gue?"

"Ja-jangan pergi." Diera menunduk. "Kamu penyembuh luka-lukaku."

Jika semesta mengizinkan, Im Diera ingin diberi kesempatan untuk berada dalam dekap itu di setiap waktu saat dia runtuh, cukup beberapa waktu sampai Diera mulai lelah dan Tuhan memintanya untuk pulang.

🪐🪐🪐

Jaemin melangkah pergi bersama Diera, entah ke mana gadis ini akan membawanya. Setelah Diera menangis di tepi jalan sembari memeluknya, Diera mendapat sebuah pesan dari Asahi, bahwa Diera harus mengantarkan buku itu ke suatu tempat. Padahal awalnya Im Diera sendiri yang mengatakan pada Jaemin jika Asahi yang akan datang untuk mengambil buku itu.

Tampak sebuah lorong mengarah langsung ke sebuah gudang tua, langkah Jaemin mendadak terjeda, lantas benaknya berpikir, apa tidak ada tempat lain yang jauh lebih baik seperti taman atau semacamya? Mengapa Asahi harus meminta Diera untuk datang ke tempat menyeramkan seperti ini hanya untuk mengantar sebuah buku?

[Njm] OUR PAGE || Sudah Terbit✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang