Page 18

10 8 0
                                    

Sampai detik itu Jaemin merasa dibuat tak tenang oleh Im Diera, kedai sudah tutup dan Diera seharusnya sudah mengirimnya balasan pesan atau telepon padanya. Tapi kenyataannya beberapa kali Na Jaemin mencoba untuk menghubunginya, ponsel gadis itu masih dalam kondisi yang sama.

Haechan masih terjaga di depan tv yang berada di ruang tengah, menonton pertandingan bola kesukaannya sembari memakan ramen seafood pedas milik Jaemin yang sudah dingin. Sedangkan Jaemin sendiri memutuskan untuk keluar, setidaknya datang ke kedai mencari Diera bukanlah hal buruk.

Sesampainya di sana, Jaemin tidak menemukan siapa-siapa. Kedai sudah tutup, bahkan lampunya sudah dibuat padam dari dalam.

Demi Tuhan, mengapa Diera hilang lagi? Apa memang hobinya seperti itu? Menghilang tanpa kabar, lalu tiba-tiba kembali seolah tak ada hal buruk terjadi.

Kemudian Jaemin menghela, frustrasi. Jika Diera memang sudah berada di rumah, tidak apa. Mungkin Diera sedang merasa lelah karena terlalu lama bekerja sehingga tidak bisa menyempatkan untuk datang ke rumah.

Na Jaemin akan pulang. Dia tidak akan mempermasalahkan hal kecil ini, gadisnya pasti memiliki alasan yang masuk akal mengapa dia tiba-tiba menghilang.

Kaki jenjangnya mulai melangkah lagi, jalanan Seoul sudah lengang—meski masih dapat ditemukan satu sampai dua mobil melintas dengan kecepatan tinggi. Malam sedikit dingin, setidaknya Jaemin mengenakan hoodie berwarna hijau mint polos kesayangannya.

Dari kejauhan, Jaemin menemukan seseorang. Itu bukan orang lain, tetapi Jaemin memang benar-benar tahu betul siapa. Dia sedang duduk di bangku halte bus sendirian, kepalanya mendongak dengan mata yang berkaca-kaca.

Im Diera, itu gadisnya ... Na Jaemin menemukannya.

Jaemin memicing menatap kedua telapak tangan Diera yang sengaja terdedah di atas paha kurusnya, penuh luka dan ruam biru.

"... dia lagi bersihin pecahan kaca. Tadi gue beli chapssaltteok yang layanin Irene, sempat lihat Jennie juga, sih."

Ucapan Lee Haechan kembali tersetel pada benaknya. Wajah Jaemin berubah khawatir, tepat saat melihat setetes cairan bening yang berhasil terjun bebas dari kedua netra cantik gadisnya. Kemudian Jaemin melihat Diera menunduk, membiarkan air matanya kembali menetes, membasahi pakaian yang dia kenakan.

"Kenapa masih di sini?"

Segera Im Diera menghapus bekas air matanya menggunakan punggung tangannya, menoleh kemudian tersenyum saat mengetahui Jaemin berdiri tak jauh dari posisinya duduk, jaraknya memang sangat dekat.

Lagi-lagi, Diera memasang ekspresi itu, ekspresi tipuan yang tentu Jaemin sangat tidak suka. Buru-buru Diera memasukkan kedua tangan penuh luka itu pada saku sweater yang dikenakan ketika Jaemin memutuskan untuk duduk di sampingnya, seolah tidak menginginkan Jaemin mengetahui kondisi buruknya.

"Aku masih belum ingin pulang."

Jaemin menemukan sesuatu selain wajah yang terlihat penat, sorot mata itu seolah tidak dapat berbohong lebih jauh lagi, bahwa Sang Empu memang selelah itu.

"Enggak baik anak gadis malam-malam di luar sendirian, kalau diculik gimana?"

Diera terkekeh saat mendengar kalimat Jaemin. Pikirnya, lagi pula siapa yang berani menculiknya? Diera sudah besar, dia tidak akan mudah tertipu dengan sogokan permen manis berwarna-wari atau cokelat berbentuk koin kesukaan anak kecil.

"Aku antar pulang," kata Jaemin.

Gadis itu menggeleng. Kemudian menunduk lagi.

Kedua tangan yang awalnya berada di dalam saku sweater itu perlahan dikeluarkan. Ini yang Jaemin tunggu sedari tadi, sengaja tak banyak bertanya karena membiarkan Diera yang menunjukkan sendiri padanya.

[Njm] OUR PAGE || Sudah Terbit✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang