Saat ini Na Jaemin dan Jung Jaehyun memutuskan keluar bersama, mereka hendak menuju ke kedai yang terletak di Gangnam-gu, kedai milik Paman Kwon.
Gedung-gedung tinggi bergemerlap nyala lampu itu tersapu oleh salju yang kian datang dengan lebat. Jaemin sendiri hanya mengenakan jaket hangat dengan tambahan syal yang melilit leher, berbeda dengan tubuh Jaehyun yang telah terbebat oleh tumpukan pakaian hangat dan sarung tangan rajut.
"Di sini ada hot latte vanilla rum, enggak?" tanya Jaehyun tiba-tiba kala Jaemin mulai membuka pintu kaca itu.
Jaemin diam, urung membuka pintu. "Lo mau minum?"
"Emang gue mau minum."
"Lo ke kelab saja."
"Eh! Gue enggak niat mabuk!"
"Minuman yang lo pesan ada alkoholnya! Di sini enggak ada!"
"Berantem teroossss!" sahut seseorang, membuat Jaemin dan Jaehyun spontan menolehkan kepala.
"Kek Shuhua sama Jennie! Enggak ada damainya!" Lee Haechan yang berkata, entah bagaimana laki-laki Lee itu selalu ada di mana-mana, seolah raga itu tak hanya ada satu di muka bumi.
"Apa lo sebut-sebut gue?" celetuk Shuhua, gadis itu baru saja keluar dari kedai bersama Yuqi.
🪐🪐🪐
Entah apa awal pembicaraan mereka, Irene terlihat sangat marah kepada gadis Kim itu, sedangkan Jennie masih berusaha untuk tetap memasang raut wajah tenang.
Kedua mata Diera nyaris membola saat melihat Irene menampar Jennie. Dengan segera Diera menoleh, memastikan jika Bibi Lee atau Paman Kwon tidak melihat kejadian ini. Sejak kapan mereka berdua sering bertengkar seperti itu?
"Gue peringatin! Enggak usah ganggu Diera!"
Jennie tersenyum remeh. "Lo pikir, gue akan diam saja gitu setelah gue dikeluarin dari sekolah? Lo lupa pernah berada di pihak gue?"
Ucapan Jennie membuat Irene bungkam, bagaimana pun apa yang dikatakan Jennie Kim ada benarnya. Bae Irene tak hanya berpihak, melainkan dia memiliki alasan yang lain. Mungkin tanpa Jennie, hidupnya tak akan sebebas sekarang, desakan dari kedua orang tuanya membuat Irene merasa dunia tidak adil.
"Berhenti ambil uang dari dalam mesin kasir!" ucap Irene, mengalihkan ke arah topik pertama kali, karena tidak ada kalimat lain yang dapat membuatnya terbebas dari pertanyaan Jennie.
"Oh, lo sudah tahu?" Jennie terkekeh. "Pasti capek gantiin uang hilang setiap hari? Kalau capek, biarin Diera yang gantiin," sambungnya.
Tubuh Diera membeku mendengar itu, napasnya tersekat cukup lama, perasaan sesak seketika menghimpit dadanya. Im Diera menunduk, tapa meminta izin air matanya jatuh, kembali luruh melintas pada pipi mulusnya.
Im Diera tidak dapat berpikir jernih, mengapa semesta begitu sangat jahat namun juga baik secara bersamaan? Mengapa semesta banyak memporak porandakan hatinya? Mengapa semesta tak membiarkan dia hidup layaknya orang normal?
Diera lelah, sangat lelah. Seluruh sayat luka yang ada pada pergelangan tangannya cukup membuktikan jika dia sudah selelah itu. Namun hal itu tidak sebanding dengan rasa pedih dari luka yang dia terima jauh sebelumnya.
Disaat yang bersamaan, ketika Diera ingin seluruh hidupnya ingin berakhir, semesta justru membuat harapannya mengambang. Semesta memang tak adil padanya.
Im Diera sudah sakit mentalnya, jangan biarkan mental semakin menghancurkan hidupnya.
"Ngapain lo nangis di sini? Sana ke dapur!"
Tubuh Diera tersentak, kepalanya semakin tertunduk saat Jennie tiba-tiba sudah berdiri di hadapannya. Dengan tubuh yang bergetar, Diera membuat langkah—masuk ke dapur untuk mencuci gelas-gelas kotor yang menumpuk.
Tanpa Diera sadari, Irene masih berada di sana, menatapnya. Kemudian Diera bergegas untuk mencuci seluruh gelas kotor tersebut. Ketika tinggal menyisahkan satu gelas, pergerakannya sontak terjeda saat menyadari sebuah bayangan menyorot dari belakang tepat di hadapannya.
"Tidak apa, Irene. Aku baik-baik saja," kata Diera.
🪐🪐🪐
Diera berjalan bersama Jaemin, diikuti oleh Jaehyun dan Shuhua yang sedari tadi terus berdebat tiada akhir di belakangnya, sedangkan Yuqi hanya fokus dengan ponselnya di samping Haechan, sesekali membuka suara mengeluhkan Lucas yang tidak dapat menemaninya malam ini.
Bersama Jaemin, Diera banyak tersenyum meski rasa gelisah dan khawatir masih bersarang pada jiwanya, ucapan Irene masih terngiang memenuhi benak Diera. Kalimat-kalimat itu membuat Diera semakin dibekap kecemasan dan rasa sedih.
Tak terhitung sudah berapa kali Diera dikalahkan oleh perasaan rendah diri yang tidak berkesudahan, bahkan untuk sesuatu yang belum Diera mulai pun, dia sudah memikirkan bagaimana nantinya akan selesai.
Halaman kisah ini memang tidak memiliki kisah tangis yang membuat tersedu-sedu, halaman ini hanya menunjukan bagaimana semesta membiarkan Diera semakin tersiksa dalam hidup yang dirasa sulit untuk dilaluinya.
"Aku sampai di sini saja," kata Diera, dia mendongakkan kepalanya, menatap Jaemin.
"Enggak mau aku antar sampai rumah?"
Diera menggeleng. "Emmm ... aku masih—"
"Sudah! Pulang sono!" Shuhua mendorong tubuh bongsor Jaehyun, membuat laki-laki Jung itu hampir menabrak tubuh Jaemin yang berada di depannya.
"Jaem, ngapain lo bawa dia ke Seoul? Biarin, kek, di Jeonju."
"Jangan gitu sama calon suami. Nanti kalau dia balik lo kangen," ucapan Haechan sontak dibenarkan oleh Jaehyun, laki-laki Jung itu menaik-turunkan alisnya sembari tersenyum menggoda.
Yeh Shuhua bergidik. "Dih! Sok cakep!"
"Gue memang cakep. Benar, kan?" tanya Jaehyun, ditujukan untuk Yuqi.
"Kok ada, sih, orang enggak jelas lebih dari Haechan?" kata Yuqi.
"Ada," sahut Jaemin. "Jaehyun buktinya."
Im Diera memijat pelipisnya, merasa pusing dengan tingkah teman-temannya. Bisa dibayangkan seramai apa kala mereka mengikis waktu saat perjalanan pulang.
"Na, aku pulang duluan."
"Hati-hati, Diera." Na jaemin mengusak puncak kepala Diera, gadis itu tersenyum sebelum melangkah pergi. Setelahnya Jaemin menghela napas, malam terasa tidak memiliki ujung apabila Haechan dan Shuhua dipertemukan, ditambah dengan kehadiran Jaehyun yang sama gilanya.
"Sudah, ayo pulang." Jaemin menarik jaket yang dikenakan oleh Jaehyun.
"Bentar-bentar." Laki-laki Jung menahan tubuhnya.
Jaehyun mengembuskan napas dalam, dia merubah ekspresinya, yang awalnya tampak begitu sumringah justru menjadi terlihat serius. Tatapannya beralih pada Shuhua, dia menarik kedua telapak tangan gadis itu.
Jaemin dan Haechan memalingkan wajah, merasa malu dengan tingkah laki-laki Jung. Berbeda dengan Yuqi, gadis berambut gelombang itu terlihat sangat girang dan bersemangat bak cacing terkena siraman air garam, jangan lupakan ponsel milik Yuqi yang sudah siap untuk dia gunakan merekam adegan ini.
Jaehyun mengeluarkan sebatang cokelat dari balik jekatnya. "Shuhua, kita sudah dekat selama bertahun-tahun, lo—"
"Maaf, Jae. Gue alergi sama cokelat," kata Shuhua dengan wajah yang masih tetap terlihat datar dan dingin. Gadis itu melepaskan telapak tangannya dari tangan Jaehyun.
"Yuqi, ayo pulang." Shuhua membuat langkah, Yuqi yang sudah sangat antusias hanya dapat menghela kecewa.
Haechan tidak dapat menahan tawanya, spontan tawa keras itu membuat tubuh Jung Jaehyun semakin mematung, seolah dia tidak hanya ditolak oleh Shuhua, melainkan ditampar oleh kenyataan.
"Lo enggak romantis, sih," kata Jaemin, dia melangkah pergi.
"Lo enggak ngaca?"
Tbc
KAMU SEDANG MEMBACA
[Njm] OUR PAGE || Sudah Terbit✓
Fanfiction[ALANGKAH BAIKNYA FOLLOW DULU SEBELUM MEMBACA<3] _______________________________________________________________ SUDAH TERBIT DAN PART MASIH LENGKAP~ INFO PEMESANAN MELALUI DM ATAU MELALUI WHATSAPP YANG ADA PADA PAMFLET DI BAGIAN AKHIR BAB CERITA^^ ...