Page 26

15 10 0
                                    

Sudah tanggal satu, secepat ini Juni datang. Ada satu hal istimewa yang tak mungkin akan Jaemin lewatkan di bulan ini, ada juga hal menyebalkan yang sama saja tidak mungkin Jaemin lewatkan selama beberapa hari ke depan.

Esok sekolah Jaemin akan melaksanakan ujian hingga lima hari ke depan, terhitung dari tanggal dua hingga tanggal enam. Setelahnya, akan disusul dengan hari kelulusan, menurut Jaemin itu sangat menyebalkan.

Sedangkan hal istimewanya adalah, Juni merupakan hari lahir Diera, Jaemin tidak sabar untuk merayakan hari ulang tahun gadisnya dengan beberapa kado yang akan Jaemin siapkan bersama Hannah.

Tubuh Jaemin tertelungkup di atas kasur, di hadapannya ada sebuah laptop yang menyala. Layarnya menampilkan Bu Minzy tengah menjelaskan kisi-kisi Bahasa Mandarin, sedangkan kedua tangannya terlipat di atas buku tulis yang terbuka lebar.

"Jaem, menurut lo ujian sekolah online apa offline?" Itu suara Lee Haechan.

Remaja tan sedang menemani Jaemin melalui panggilan telepon. Fitur kamera dan mikrofon guna kelas online Jaemin matikan, hal itu tidak akan membuat Bu Minzy curiga, karena sedari tadi Jaemin sama sekali tidak menyimak.

"Na Jaemin."

Tak ada jawaban dari Jaemin.

"Jaemin! Lo ke mana? Diajak ngobrol 'iya-iya' doang, dipanggil Bu Minzy enggak nyahut." Haechan kembali berkata.

"Na Jaemin? Halo? Ada, tidak?"

"JAEMIN!!! LO BUDEK APA TULI, JINGAN!" Haechan berteriak melalui telepon ponselnya, membuat Jaemin mengerjapkan mata.

Jujur saja sedari tadi benaknya melayang ke sana-kemari, dia tidak begitu fokus, Im Diera lagi-lagi merampok seluruh isi kepalanya.

"Na Jaemin, hadir," kata Jaemin.

"Na Jaemin?" Jaemin mengernyit.

Bodoh sekali! Jaemin lupa untuk menyalakan fitur kamera dan mikrofon. Segera jemari itu mengarahkan kursor, menekan secara virtual ikon berbentuk kamera dan mikrofon yang berada di tengah bagian bawah layar laptop.

"Na Jaemin, hadir."

"Kamu ke mana saja? Dari tadi menyimak, tidak?"

"Menyimak kok, Bu," jawab Jaemin.

"Kalau menyimak kenapa panggilan saya tidak segera dibalas? Hampir tiga kali!" Bu Minzy menatap Jaemin dari layar laptop dengan kedua alis tertaut. "Kamu baru bangun tidur?"

"Tidak, bu."

"Terus kenapa kamu tengkurap di atas kasur? Kamu juga masih pakai piyama." Mendengar itu Na Jaemin membolakan mata, sontak dia beringsut, mendudukkan tubuhnya. Sedangkan Haechan mentertawakan kebodohannya dari balik telepon.

"Itu suara siapa, Jaemin? Kenapa ketawa?"

"Maaf, itu suara tetangga saya yang baru pulang dari rumah sakit jiwa, bu."

Jaemin memalingkan wajah, tak berani menatap Bu Minzy yang tampak skeptis padanya. Kenapa Lee Haechan bodoh sekali? Tidakkah Haechan tahu, jika fitur mikrofon milik Jaemin sudah menyala sedari tadi.

"Bajingan lo Jaemin!!! Bisa-bisanya gue lo samain kayak orang gila," sahut Haechan.

"Lee Haechan?"

"Mampus!"

Lee Haechan spontan mematikan telepon secara sepihak. Kemudian, Jaemin menemukan wajah Haechan baru saja terpampang pada layar laptop. Raut wajah remaja tan itu terlihat sedikit tegang ketika Bu Minzy mulai marah, terlihat seperti seorang ibu tengah memarahi anak kecil yang baru saja menumpahkan sirup manis di atas karpet. Setidaknya Jaemin dapat terbebas, biarkan saja Haechan menjadi tumbalnya.

[Njm] OUR PAGE || Sudah Terbit✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang