13. Benteng

3.9K 365 31
                                    

     Berharap apa di hari Senin?

     Tenang? Tidak sibuk? Atau bahkan tidak malas? Mari kita berkhayal tentang hal itu.

     Kediaman Mahanta begitu terlihat tenang dari luar. Damai dan terlihat hangat. Tidak dengan realita di dalamnya.

     Masih tentang Nanda yang menjadi seorang ibu dengan keenam anaknya. Lak-laki dengan balutan denim serta celana jins itu tengah asik bermain dengan alat-alat perangnya. Menciptakan apa saja yang bisa ia ciptakan untuk mengganjal perut para saudara-saudaranya sebelum jam makan siang. Untuk bekal makan siang sudah Nanda siapkan lebih dulu. Ia membuatkan 3 bekal makan siang. Caraka, Adi dan Hanendra. Kedua abangnya sudah bisa di percaya untuk jaga makanan sendiri. Sehingga tidak mengharuskan Nanda untuk membuatkan mereka berdua bekal makan siang. Kecuali Marka dan Rafa yang memintanya sendiri. Sementara Jevano tidak suka di buatkan bekal. Gantinya ia tidak akan makan sembarangan.

     Ngomong-ngomong ini sudah hari ke 5 setelah Hanendra berhasil keluar dari rumah sakit dan berperang dengan penyakit tifusnya. Tapi ia masih belum boleh makan makanan dengan bebas. Seperti hari ini. Nanda akan bertugas sebagai ahli gizinya Hanendra sampai abangnya itu benar-benar di bolehkan makan semua kesukaannya. Itu atas perintah Marka tentunya. Siapa lagi yang punya wewenang seperti itu?

     "Caraka hari ini jadi latihan basket?"

     Laki-laki yang tengah menggingit sosisnya itu menatap Rafa sekilas. Lalu menganggukkan kepalanya. "Jadi."

     "Berarti Adi di rumah sendiri gapapa?"

     Adi menatap malas pada Rafa yang tengah menatapnya dengan perasaan tidak enak. "Emang udah sering sendiri, kan? Nanti, Adi juga ikut ekskul biar ikut sibuk."

     Si abang ke tiga yang mendengar gerutuan itu menjitak pelan kepala adiknya. "Sok iyeh mau sibuk. Tar, dikasih sibuk beneran nangis. Ngadu sama bang Nanda. Bilang gak mau sekolah, mau pura-pura sakit aja."

     Adi menjauhkan kepalanya dengan kesal. "Apa, sih!? Kapan Adi pernah bilang gitu!?"

     "Kipin idi pirnih biling giti~" ejek Caraka menambahi.

     "Awas aja kalau pada kangen Adi. Pas Adi beneran sibuk."

     Marka tertawa kencang sedari tadi. Memperhatikan bagaimana si bungsu di bully abangnya sendiri. Ia lantas menepuk kepala Adi gemas. Yang kebetulan memang duduk di samping kirinya. "Sibuk asalkan bermanfaat."

     "Contoh yang gak bermanfaat apa?"

     Caraka mendelik keki. "Ya, banyak, lah. Contoh cepetnya kaya bang Ehsan."

     "Kenapa abang!?" teriak Hanendra di balik tangga. Ia baru turun dan ikut bergabung di meja makan.

     "Sering keluar malem sampai nunggak tugas," balas Nanda lempeng di balik penggorengannya.

     "Keluar malem juga cari duit!" balas Hanendra tak Terima lantas duduk di samping Caraka yang tengah mengolesi selai kacang pada sehelai roti. Sebagai pengganjal perutnya sebelum masakan Nanda selesai.

     "Cari duit tapi tugas numpuk buat apa." Jevano menyahut dari arah dapur dengan satu piring besar ditangannya berisikan omlet keju sebagai menu sarapan pagi ini.

     Dapet serangan dari Jevano membuat Hanendra mengerucutkan bibirnya kesal. "Numpuk juga gak sebanyak itu. Nanda, tuh sok tau banget!" ucapnya lagi masih berusaha membela diri.

     Nanda yang datang dari belakang Jevano hanya melakukan gerakan wajah yang menyebalkan untuk mengejek Hanendra yang tengah menatapnya kesal.

     "Ya, gapapa kalau numpuk. Toh, dia juga yang bakal pusing nantinya," celetuk Rafa.

Dear Mahanta || 7 Dream [DONE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang