Senja sudah menyingsing ke peraduannya. Mendatangkan bulan beserta gemerlap bintang yang menghiasi langit malam yang terlihat bersih tak berawan malam itu. Masih tentang Hanendra yang belum di perbolehkan pulang oleh dokter karena cedera di dadanya masih sangat rawan.
Di ruangan itu hanya ada Jevano yang menggantikan Rafa dan Gisel yang belum pulang sejak siang tadi. Dia bilang dia akan menginap di sana. Hitung-hitung kabur karena rumahnya tengah kedatangan musang nakal yang senang membawa anak ayam pulang.
Rafa sudah pulang sejak ashar tadi. Bergantian dengan Jevano untuk menjaga adiknya. Memang kebetulan, besok Jevano tidak ada kelas. Dosennya ada urusan, sehingga kelasnya di alihkan ke lain hari. Besok juga tidak ada urusan di organisasi. Sehingga besok adalah hari libur bagi Jevano. Tapi gak tau kalau tiba-tiba di telepon oleh ketua BEM-nya untuk datang ke kampus. Suka kaya jelangkung soalnya.
"Bang Jev."
Jevano yang memang duduk di sisi berangkar Hanendra menoleh ke arah sofa di mana teman adiknya itu berada. "Kenapa, Sel?"
"Lo gak masalah gue disini, kan, Bang?"
Jevano terkekeh pelan melihat wajah tak enak yang terpancar jelas dari gadis itu. "Gapapa, Sel. Santai aja. Tapi lo gak masalah tidur di sofa kecil gitu?"
"Gue tidur sambil duduk juga gak masalah, Bang. Lo tidur aja di sini. Biar gue di situ."
Jevano menggeleng pelan tanda menolak. "Engga, lo aja yang tidur di situ." Ya, lagipula mana tega Jevano membiarkan seorang perempuan tertidur dalam keadaan duduk, sementara ia enak duduk di sofa.
"Ayang Gisel tidur sama gue aja. Kita sharing bed," celetuk Hanendra.
"Ogah anjir. Badan kaya dugong gitu. Yang ada gue ke gencet."
Hanendra cemberut. "Sialan!" Jevano dan Gisel hanya tertawa menanggapinya.
Selang tak berapa lama, pintu ruangan Hanendra terketuk. Berbarengan dengan seorang perawat yang membawa troli makanan. "Selamat malam Hanendra."
Hanendra tersenyum manis. "Malam."
Perawat itu menaruh makanan di nakas samping berangkar Hanendra. "Ini makanannya di habiskan, ya. Terus obatnya jangan lupa di minum setelah habis makan."
Si anak tengah mengangguk sembari tersenyum ramah. "Makasih, Sus."
"Sama-sama." Perawat itu mengangguk pada Jevano dan Gisel sebagai sapaan sebelum akhirnya keluar dari rungan Hanendra.
Laki-laki itu meraih makanannya dengan tangan kiri. Matanya berbinar karena ada olahan udang di sana. Maklum maniak udang. "Bang mau makan," katanya semangat.
"Makan aja."
Mendengar respon Jevano membuat si anak keempat itu cemberut. "Masih sakit, ini, loh~" rengek si anak tengah memperlihatkan tangan kanannya yang jari kelingkingnya masih ter-gysum.
Jevano menghembuskan nafasnya. Hanendra setelah kecelakaan itu manjanya beneran naik ke angka 200% persis seperti yang Nanda bilang saat dulu anak itu terkena tifus. Apalagi sekarang ia punya alibi tangan kanannya yang tidak bisa bergerak sesuai keinginannya karena terhalang penyanggah.
Dengan telaten si anak ketiga itu membuka plastik penutup dari wadah makanan adiknya. Menyendok nasi beserta lauknya lalu di berikan pada adiknya.
Gisel yang melihat adegan itu hanya bisa tertawa. Apalagi melihat ekspresi yang kelewat seneng terpancar jelas dari wajah temannya itu. "Berasa ngurus anak SD apa, Bang," sindir Gisel.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dear Mahanta || 7 Dream [DONE]
FanfictionWARNING!! NOT B×B AREA!! Cerita dengan konflik-konflik klise di dalamnya. Ini pure terinspirasi sama rasa kekeluargaan anak-anak Dream dengan bagaimana takdir bermain bersama mereka. "Kenapa topik ini lagi, sih, Ba?" - Marka "Cinta...